"Kemarin ... gue kalah, Dir."
Dira membelalak menatap Reval di sampingnya. Dia hampir meragukan pendengarannya sendiri. Reval tidak membalas tatapan Dira, pandangannya masih fokus ke depan.
"Hah?" sahut Dira cepat. "Kok lo bisa kalah sama timnya Ryan? Ah, andai gue ada di sana ... sampe akhir," ujar Dira dengan sedikit nada menyesal.
Dahi Reval mengernyit. "Kenapa? Gue mau dilemparin botol?" tebaknya asal. Dia melirik Dira sekilas yang masih sibuk berpikir.
"IYA!"
Reval menatap ngeri ke arah Dira. "Kasihan banget jadi gue ... udah kalah, masih dilemparin botol lagi," katanya merutuki nasibnya. Dia tidak menyangka respon Dira setegas itu.
Dira terkekeh. "Makanya jangan sombong duluan. Belum tanding, udah bilang menang. Jadi kalah, kan...," sahut gadis itu menikmati ekspresi cemberut Reval.
"Gue bukan sombong, itu buat motivasi doang." Reval mengelak prasangka Dira.
Dira teringat sesuatu, dia sedikit memiringkan duduknya menatap Reval yang masih berkonsentrasi menyetir. Wajah pemuda itu terlihat merasa bersalah. Tidak ada senyum yang terpampang di sana.
"Oh iya, Val! Lo bilang kemarin udah nemuin orang yang cocok buat lo ... orang spesial lo itu, gimana?" Dira bertanya hati-hati. Suaranya juga lirih dan ragu. Matanya bersiaga menangkap setiap detail perubahan ekspresi Reval. "Eh, maksud gue ... siapa dia?" ralatnya gugup.
"Kepo banget, ya?"
"Ih, gimana gue nggak kepo? Kemaren lo sendiri yang cerita ke gue!" sungut Dira kesal. "Kepo is care."
"Cie, Dira care sama gue."
Dira cemberut melihat Reval yang gantian tersenyum mengejeknya. Tapi ketika melihat sederet gigi rapinya, seketika kekesalan Dira menguap. Dia sadar, kepeduliannya bersifat alamiah. Mungkin karena perasaannya pada Reval yang belum terdeteksi apa namanya. Dia memang seharusnya selalu mendukung sahabatnya itu.
"Please, Val! Lo nggak bisa mengalihkan perhatian gitu. Sekarang bilang sama gue ... siapa cewek itu?" Dira kembali terfokus pada tujuannya. Dira sangat tau kalo Reval terlalu ahli mengalihkan pembicaraan. Dan karena itulah dia sering belajar pengalihan dari pemuda itu.
Reval menghentikan laju mobilnya. Dia menoleh sambil masih tersenyum santai ke arah Dira. Sebuah ekspresi yang tidak sesuai harapan gadis itu. Seharusnya Reval lebih gugup dari Dira, tapi ini justru sebaliknya.
"Udah nyampe rumah lo, Dir...." Reval menarik rem tangan mobilnya dan beranjak keluar. Dira menghela napas berat. Reval membukakan pintu mobil untuk Dira yang secara tidak langsung memaksa gadis bermanik hitam itu keluar secepatnya. Dan akhirnya Dira sadar kali ini Reval berhasil lolos lagi dari incaran pertanyaannya itu.
Ya ampun gagal lagi! --Dira menepuk dahinya frustasi. Kenapa lo jago banget bikin gue penasaran, sih, Val?
"Jam 7 malem, nanti gue jemput lagi ya!" kata Reval yang sudah bersiap lagi di belakang kemudi.
Belum sempat Dira protes atau menyetujui kesepakatan itu, mobil hitam berlambang kuda milik Reval sudah melesat dan detik kemudian hilang dari pandangan Dira. Gadis itu menggeleng pasrah lalu masuk ke rumahnya.
-.-.-.-.-
"Sayang?" Avi mengetuk pintu kamar Dira yang tertutup rapat dengan lembut. Ada segelas susu dan camilan di atas nampan yang di bawanya.
Dira masih terpaku pada laptopnya. Tubuhnya enggan beranjak. "Masuk aja, Mam."
Setelah mendapat persetujuan, wanita paruh baya itu masih mengulum senyum. Dia mendekati putrinya yang masih fokus dengan tugas sekolahnya di layar laptop.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...