-Lima-

5.2K 540 95
                                    

Bel pulang sekolah telah berdering. Tanpa aba-aba lagi seluruh siswa langsung berhamburan keluar kelas. Tapi Dira berbeda, dia masih terlihat tenang duduk di bangkunya. Tangannya masih aktif menyalin setiap kata yang ada di papan tulis ke dalam bukunya. Dia tidak terpengaruh sama sekali dengan keadaan sekitar.

"Dir, gue tunggu di lapangan basket, ya," ujar Lisa sambil beranjak. Dia tau, Dira tidak bisa diganggu saat ini. Dia memang paling rajin urusan mencatat. Dira hanya mengangguk tanpa sedikitpun memalingkan pandangan.

Suasana menjadi sepi. Dira menghela napas lega setelah akhirnya dia berhasil mencatat semuanya. Dia tersenyum puas dan kemudian baru menyadari sekitarnya. Dia satu-satunya orang yang masih tinggal di kelas.

"Loh, Farhan mana?" tanyanya bermonolog dan langsung panik berlari keluar kelas. Matanya menjelajah setiap koridor yang terlihat dari posisinya sekarang.

Sasaran telah terkunci. Farhan ada di salah satu taman sekolah yang tidak jauh dari kelas ini. Dira buru-buru mengemasi barangnya dan sedikit berlari menghampiri Farhan sebelum sosoknya menghilang lagi.

"Farhan!" seru Dira sampai membuat pemilik nama itu berhenti beraktivitas. Melihat Dira berlarian menghampirinya itu bukan hal yang biasa. Farhan mengernyit heran.

"Lo kenapa, sih?" tanya Farhan ketika Dira sudah sampai di hadapannya. Gadis berambut sebahu itu masih terengah-engah. Beberapa kali dia menarik napas mencoba menstabilkan pernafasannya.

"Lo ilangnya cepet banget, sih. Gue nyariin lo," sungut Dira tambah membuat Farhan bingung.

Farhan menghela napas. "Gue kan sibuk. Lagian ... tadi lo masih anteng aja nyatet di kelas. Jadi mana gue tau lo nyariin gue," sahut Farhan masih tenang. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya. "Kenapa, sih?"

"Gue mau pulang bareng."

Farhan masih menggulung tali tambang di tangannya. "Gue mau rapat dulu sama anak pecinta alam. Emangnya lo mau nunggu?" ujar Farhan mencoba memastikan karena dia paling tau kalau Dira paling tidak sabar disuruh menunggu.

"Nggak papa. Lo rapat aja, gue ke lapangan basket. Nanti kalo lo udah kelar, LINE gue ya?" Dira membuat kesepakatan. Kebetulan mereka sama-sama punya agenda setelah pulang sekolah. Jadi tidak ada yang dirugikan oleh aktivitas menunggu.

Farhan mengangguk. Dira tersenyum lalu berjalan menjauhinya. "Jangan lupa, gue jangan ditinggalin!" Dira mengingatkan Farhan sekali lagi. Farhan tidak menjawab. Kalimat itu sudah ribuan kali dia dengar dari sepupunya yang bawel itu. Perlahan punggung Dira menghilang dari pandangannya.

-.-.-.-.-

"Dira!" panggil Lisa dari depan pintu lapangan basket indoor. Dia terlihat khawatir sambil masih mencoba menelpon seseorang dengan ponselnya.

Dira mengernyit heran. "Kenapa, Lis? Kok lo belum masuk?" tanya Dira menengok lebih jauh ke dalam ruangan. Tribun lapangan mulai dipenuhi penonton.

Lisa menggeleng lemah. "Ryan belum dateng," katanya singkat tapi bisa menjawab semua pertanyaan yang ada. Dia sibuk menghubungi Ryan dan khawatir karena pertandingan tidak lama lagi akan dimulai.

Hari ini SMA Gardatama menjadi tuan rumah pertandingan basket dari banyak sekolah yang turut berpartisipasi. Meskipun cuma pertandingan persahabatan, tapi bukan hal aneh lagi kalo sekolah Dira yang dipilih menjadi tempat penyelenggaraannya. Gardatama memiliki banyak fasilitas lapangan olahraga yang tidak dimiliki sekolah lain. Tidak heran jika Gardatama dijadikan sekolah percontohan.

"Mungkin dia lagi di jalan, Lis."

"Sa, sorry gue baru dateng." Tiba-tiba suara seorang pemuda yang sangat ditunggu Lisa terdengar. Dira dan Lisa menoleh ke satu arah. Seketika kekhawatiran yang mengganjal di hati Lisa mencair ketika melihat pemuda ini di dekatnya.

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang