Hari pertama masuk sekolah, semester baru. Pagi-pagi Dira dan Alva sudah berdiri di depan ruang kepala sekolah dengan perasaan harap-harap cemas. Mereka diharuskan menghadap kepala sekolah, guna menjelaskan insiden yang terjadi pada acara perkemahan akhir semester kemarin.
Kaki Dira belum sepenuhnya pulih. Sementara ini dia menggunakan tongkat penyangga untuk membantunya berjalan. Sekarang Farhan yang masih berada di dalam sana, entah apa yang mereka bicarakan. Setelah ini, baru waktunya gantian Dira dan Alva yang masuk ke ruangan itu.
Suasananya hening. Mereka tidak berbicara satu sama lain untuk waktu yang lama karena Dira sibuk memikirkan penjelasan seperti apa yang akan dia paparkan nanti. Sedangkan Alva, peristiwa kemarin cukup menyita fokusnya sekarang.
Alva menggeram keras melihat senyum licik Ken. Dia ingin sekali menghajar pemuda itu. Ken pantas menerima lebih dari satu pukulan. Tapi Rama dan Dito terus menahan tubuhnya, hanya berbagai hujatan kasar serta umpatan yang lolos dari mulut pemuda itu sebagai salah satu reaksi emosinya.
Alva menghempaskan lengan-lengan yang terus menahan badannya, dia berbalik lalu keluar apartemen itu dengan bantingan pintu yang keras. Rama ikut mengejarnya sampai parkiran, Alva benar-benar sedang lost control sehingga Rama khawatir dengan keadaannya.
"Bro, saran gue lo ikutin aja permainannya Ken," ujar Rama masih tergopoh-gopoh menyamakan langkahnya dengan Alva.
Alva menatapnya tajam. "Lo gila! Lo mau ngedukung dia, hah?!"
Rama berdecak pelan. "Ini trik, Al."
Mendengar itu, Alva mematung sejenak dan mengurungkan niat untuk membuka pintu mobilnya. Dia menyandar pada sisi kanan mobil putihnya itu, menarik napas untuk merileks-kan tangannya yang sedari tadi terkepal kuat. Dia meminta penjelasan Rama melalui tatapannya.
"Lo kira, kita masih betah di HighBoss kalo captain-nya dia?" ucap pemuda berkumis tipis menawan itu dengan santai. "Jujur kita juga pengen banget ngeluarin dia dari HighBoss, dia udah semena-mena bawa dendam pribadi."
"Maksud lo sebenernya apa? Coba jangan bertele-tele," sahut Alva dingin.
Rama menghela napasnya, merubah ekspresi menjadi serius dan berkata, "Oke, menurut gue lo nggak perlu putusin Dira beneran. Lo sedikit jaga jarak aja sama dia. Jadi kalo Ken bener-bener ngawasin lo, lo keliatan nggak deket lagi sama cewek itu."
Kening Alva sedikit berkerut, alisnya menukik tajam. Dia melipat tangannya di depan dada. "Gue nggak pernah takut sama dia."
"Iya gue tau...," sahut Rama. "Tapi emangnya lo nggak khawatir sama keselamatan Dira? Lo juga nggak mau Rani jadi targetnya Ken, kan?"
Alva hanya bisa bergeming. Dia menunduk sekilas, memejamkan mata. Dia merasa pundaknya sangat berat, seperti ada beban tidak kasatmata yang sedang dipikulnya. Otaknya sibuk berpikir keras, mencerna baik-baik apa yang dimaksud pemuda di depannya ini.
"Ken itu nekat, Al. Gue tau, dia punya banyak mata-mata, bahkan di sekolah baru lo juga ada. Ken selalu punya cara buat ngelakuin apa yang dia mau, termasuk ngincer Rani. Dia juga nggak segan-segan nyakitin Dira buat bales dendam sama lo.
"Walaupun gue tau lo lebih kuat daripada dia, tapi lo nggak bisa egois juga, Al. Jangan sampe nanti lo justru nyesel belakangan gara-gara nggak bisa jaga dua-duanya," jelas Rama membuka pikiran Alva.
Alva mengacak rambutnya geram. Dia merasa payah karena tidak berdaya melawan Ken yang sekarang masih menjabat sebagai kapten HighBoss itu. Satu hal yang tertanam di dalam hatinya, dia harus tetap melindungi orang-orang terdekatnya bagaimanapun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...