-Dua belas-

4.1K 405 92
                                    

Dira masih terpaku melihat pemuda itu. Senyumnya yang menawan seketika mampu membuat Dira terhanyut begitu saja. Semuanya tampak sangat akrab menyambutnya, mungkin hanya Dira yang masih tidak tau harus berbuat apa.

Lisa yang menyadari bahasa tubuh gadis itu perlahan mendekat dan menyenggol lengan Dira pelan. Seketika Dira tersadar sambil masih memasang mimik bingung. "Dia siapa, sih?" tanya Dira sambil berbisik ke telinga Lisa meskipun matanya masih melirik ke arah pemuda itu.

Bukannya memberi jawaban pasti, Lisa justru menatap Dira dengan pandangan seolah-olah Dira baru keluar dari gua terpencil sehingga dia sangat tertinggal informasi penting. "Lo nggak tau siapa dia?"

Dira menggeleng cepat. Rupanya pertanyaan heran Lisa terdengar oleh Ryan dan Farhan yang langsung menoleh. Seketika obrolan mereka terhenti sejenak. Kali ini, pemuda itu menatap Dira sambil masih tersenyum hangat.

"Hai!" sapa pemuda itu semakin membuat Dira salah tingkah. Kemudian dia mengulurkan tangan kanannya ke depan. "Gue, Alva."

Oh, namanya Alva?

Kaya nama pangeran di novel favorit gue.

Dira masih sempat bergumam tidak penting di dalam otaknya ketika mendengar namanya. Detik selanjutnya dia segera menyadarkan diri sebelum terseret hayalannya sendiri lebih jauh lagi. Akhirnya Dira ikut tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Dira."

"Ternyata masih ada aja yang nggak kenal cowok sepopuler lo, bro!" Farhan menimpal sambil terheran-heran melihat sepupunya yang satu itu.

Dira melirik Farhan sekilas sambil masih mengernyit bingung. Sedangkan Alva justru terkekeh pelan. "Gue biasa aja kali, Han," ujarnya merendah dengan menepuk bahu kanan Farhan. "Waktu itu, gue pernah ketemu lo di kantin, kan?" tanyanya memastikan dan beralih mengarah ke Dira.

Akhirnya Dira yakin, dia ingat pemuda ini orang yang menolongnya waktu itu. Pemilik mata cokelat yang asing. Seketika pikiran Dira melayang mengingat kecerobohannya sendiri di kantin kemarin. Dia tersenyum polos memperlihatkan deretan giginya lalu mengangguk pelan. "Iya, waktu itu gue nggak tau nama lo," jelas Dira canggung.

Suara MC yang memanggil para tamu sekaligus pemilik pesta untuk merapat ke panggung utama seketika membuyarkan perhatian mereka. Akhirnya Dira bisa menghela nafas lega, setidaknya kali ini dia terbebas dari suasana aneh hanya karena dirinya belum pernah mengenal Alva.

Tiba-tiba Farhan berjalan di sampingnya sambil membisikkan sesuatu. "Lo tau kan, kudet sama polos itu beda tipis. Gue tau lo polos, tapi parahnya ternyata lo juga kudet, ckck!" ejeknya lalu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

Dira melirik Farhan dengan tajam. "Bodo! Dia itu bukan presiden, yang harus banget gue kenal, kan? Lo juga nggak pernah cerita sama gue, sih!" sungut Dira kesal. Dia masih merasa wajar jika selama ini Alva bukan termasuk daftar orang yang dikenalnya.

"Ssssh! Udah ... udah. Lo berdua debat mulu kerjaannya," tegur Lisa berusaha melerai mereka. Akhirnya Dira dan Farhan tidak punya pilihan selain mengikuti acara inti yang diumumkan MC dengan tertib.

Setelah acara inti seperti pemotongan kue selesai, para tamu dibebaskan untuk bercengkrama dengan orang yang mereka kenal. Dira duduk di depan salah satu meja bundar sambil menyuapkan camilan ke mulutnya. Entah kenapa, setelah menyadari Alva berdiri tidak jauh darinya, mata Dira selalu tertarik menatap pemuda itu. Ini aneh, meskipun pemandangan sosok Alva masih lebih baik daripada dirinya harus sibuk memperhatikan Reval dan Bella yang duduk di meja sebelah.

Dira merasa Reval memang benar-benar berubah. Rasanya janggal jika Dira tiba-tiba harus ikut larut dalam obrolan Reval dan teman-teman cheers Bella di satu meja yang sama, hanya untuk membuktikan tidak ada yang berubah diantara mereka. Reval bahkan tidak sehangat biasanya. Padahal sudah jelas dia sendiri yang tidak ingin ada perubahan setelah ini. Apa ini adil jika hanya Dira yang tetap bertahan?

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang