-Dua puluh delapan-

4.2K 336 87
                                    

"Dir, udah sampe, yuk!" ajak Lisa membuat Dira terpaksa bangun dari tidurnya. Dia mengerjap sejenak, mengusap-usap matanya untuk menyesuaikan cahaya terang yang menerobos masuk ke retinanya.

Dira tidak menjawab. Setengah kesadarannya belum sepenuhnya kembali. Gadis itu menggeliat sejenak sampai kemudian dia langsung menyambar tas ransel sedangnya yang diletakkan di bawah kursi bus lalu segera menyusul Lisa.

Hawa segar khas pegunungan yang berpadu dengan sejuknya suasana hutan alami langsung menyambut mereka. Panas matahari yang biasanya masih terasa menyengat sampai penghujung siang seolah tidak berlaku di sini. Perjalanan selama kurang lebih lima jam terbayar sudah. Dira merasa cukup lelah sehingga dia sampai tertidur pulas di perjalanan tadi.

Camping kali ini hanya berisi murid jurusan IPA yang secara keseluruhan hanya ada tiga kelas. Sekolah memang sengaja memisah antara siswa IPA dan IPS. Kegiatan ini bertujuan selain untuk refreshing dan hiburan, juga berguna menunjang pembelajaran yang ada.

"Jadi, karena kita siswa jurusan IPA diharapkan dari kegiatan ini kita bisa menjadi lebih dekat kepada alam," papar Farhan dengan berwibawa di depan sana.

Dira masih mengusap wajahnya, berusaha melerai kantuk yang masih tersisa. Setelah mendengarkan kata-kata sang ketua pelaksana meskipun hanya sekilas, mereka digiring untuk berjalan lebih memasuki kawasan hutan karena bus yang mereka tumpangi tidak mampu mencapai tempat perkemahan sebenarnya.

"Lo bikin tenda sendiri dulu, ya?" ujar Farhan sambil meletakkan tas ransel besar Dira yang sedari tadi terpaksa membebaninya. Dia telah membagi lokasi tiap tenda yang akan didirikan. "Sebisa lo aja, nanti gue ke sini lagi."

Dira memahami kesibukan sepupunya itu karena jabatan yang disandangnya di acara ini. Meskipun dirinya tidak yakin bisa membangun tenda sendiri, tapi Dira memang tidak punya pilihan lain dan akhirnya dia menjawab, "Iya, lo tenang aja."

Dira sebenarnya tidak sendirian dalam kelompok tenda. Kebetulan juga Lisa satu tenda dengannya, tapi gadis itu sibuk dengan urusan unit kesehatan yang harus lebih siaga dalam acara dua hari kedepan ini. Tiga temannya yang lain juga sedang tenggelam dalam urusan logistik.

Jauh di dalam hatinya, sebenarnya Dira juga ingin mempunyai tugas tambahan agar sama sibuknya seperti yang lain. Dia sudah mencoba berkompromi dengan si ketua pelaksana, tapi Farhan selalu menolaknya dengan alasan, 'Nyokap sama bokap lo, dua-duanya udah nelpon gue terus dari tadi. Mereka nggak mau lo kecapekan.'

Akhirnya di sinilah dia sekarang. Kenyataannya, Dira memang tidak bisa berpangku tangan begitu saja kali ini. Tidak mungkin jika dia tidak mengeluarkan tenaga sama sekali. Gadis itu hanya bisa pasrah dan menerima tugasnya yang tidak terlalu menarik ini. Tangannya masih sibuk merangkai kerangka tenda sesuai petunjuk pada kertas yang tersedia.

"Nggak ada yang bantuin, Dir?" Pertanyaan itu tiba-tiba menyeruak dan sontak membuat Dira menoleh ke arah pemilik suara. Pemuda itu heran sekaligus iba dari ekspresinya.

Gadis itu mengedikkan bahunya pelan. "Lainnya pada sibuk sama tugas lain, Val. Tapi nanti kalo udah kelar mereka juga pasti bantuin gue, kok," sahut Dira sambil masih berkutat dengan tenda yang belum berbentuk itu.

Tanpa kata-kata lagi, Reval dengan sigap langsung ikut membantu Dira memasang tendanya. Ada keheningan yang memeluk mereka sejenak tanpa disadari. Berkali-kali tenda itu mengalami penundaan untuk dapat berdiri sempurna karena kurang kokohnya rangka yang dipasang Dira.

Semakin lama gadis itu menjadi merasa kesal dan jengkel juga. Dia terus menghela napas lelah tapi semangatnya tidak luntur sama sekali. Beruntung Reval cukup serius dan telaten mengatasi ini.

"Masang tenda itu harus sabar, Dir. Kalo mau bener-bener berdiri kokoh, nggak ada yang instan," ujar Reval mencoba menenangkan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum tipis melihat ekspresi Dira yang mulai gemas melihat tenda ini.

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang