Sinar matahari menyusup masuk melalui celah jendela kamar Dira yang masih tertutup tirai tebal. Gadis itu mengerjap perlahan untuk memfokuskan pandangannya. Sontak dia terbangun ketika merasakan pipinya kaku karena bekas air mata yang telah mengering dengan sendirinya.
Dira berjalan ke arah toilet di dalam kamarnya dan termenung sejenak di depan westafel. Matanya benar-benar sembab, kepalanya juga pusing. Dia menganggap telah bermimpi buruk semalam, mimpi yang terasa sangat nyata sekaligus memberi alasan terbaik penyebab dia menangis.
Gadis itu mengikat rambutnya. Setelah mencuci muka, dia keluar kamar dan menuju ke arah dapur. Dira cukup terperangah melihat Farhan sudah duduk santai di ruang tengah rumahnya. Menggenggam remot TV yang menampilkan kartun Spongebob si kuning kesukaannya.
"Loh, lo nginep di sini, Han?" tanya Dira dengan heran.
Farhan menoleh santai. Detik selanjutnya, dia merasa sangat janggal karena melihat Dira seperti baik-baik saja, padahal gadis itu sangat terpuruk dan menyedihkan tadi malam. Matanya masih bengkak, hidungnya merah. Apa Dira sudah lupa semua kejadian itu?
Pemuda itu masih diam, mengamati Dira dengan seksama sampai gadis itu duduk tepat di sebelahnya. Tidak kunjung mendapat jawaban, Dira mengibaskan tangannya di depan wajah sepupunya itu.
"Lo kenapa, sih?" seru Dira lagi mencoba membuat Farhan bersuara. Dahinya berkerut, bingung mendapati ekspresi heran Farhan.
Farhan akhirnya mengalihkan pandangan anehnya. "Enggak."
"Neng, sarapan dulu. Masakannya udah mateng," Bi Mumun tiba-tiba menyembul dari dapur.
Dira mengangguk lalu melirik Farhan sejenak. Mengajaknya tanpa berkata-kata. Farhan yang menyadari itu akhirnya mengikuti Dira ke meja makan. Seperti biasa, nasi goreng ayam lezat buatan Bi Mumun sudah tersedia di sana.
"Mama sama Papa belum dateng, ya, Bi?" tanya Dira sambil menyendok nasi goreng dan memindahkannya ke piring makan di depannya.
Bi Mumun yang sedang menuangkan susu ke dalam gelas Dira dan Farhan menggeleng pelan. "Mungkin besok mereka sampai, Neng. Kemarin pas mau berangkat Nyonya bilang, bisa jadi pulangnya nggak sesuai rencana awal," jelas wanita dengan sanggul kecil di kepalanya itu.
Dira manggut-manggut mengerti. Matanya bergerak cepat ke arah Farhan yang ternyata masih mengamatinya dengan tatapan aneh. Seolah pemuda itu sangat tidak biasa melihat Dira pagi ini. Merasa tertangkap basah, Farhan langsung berpaling secepat mungkin.
Dira mengangkat sebelah alisnya. "Lo dateng ke sini jam berapa, Han?" tanyanya mencoba memecah keheningan sementara.
Kedua alis Farhan hampir bertautan satu sama lain, sengaja mengabaikan pertanyaan basa-basi Dira. Dia tidak bisa menahan diri lagi dan akhirnya balik bertanya, "Lo beneran udah nggak papa, Dir?"
Dira berhenti mengunyah nasi gorengnya lalu berpikir sejenak. "Kayanya gue semalem gue mimpi buruk sampe nangis, deh."
Mata Farhan membulat seketika. "Mimpi?"
Dira mengangguk yakin. "Oh iya, Han!" pekiknya lagi, seperti ada lampu terang yang baru terbit di kepalanya. "Masa semalem di mimpi gue, lo bilang Alva udah pergi jauh ... dia ninggalin gue," ujar Dira lalu tertawa sumbang.
Itu kenyataan, Dir. Bukan mimpi.
Farhan masih belum memulihkan ekspresinya. Dia tambah terheran-heran dengan gadis di depannya ini. Jadi Dira menganggap semua itu hanya mimpi? Farhan seketika terhenyak, menyadari Dira belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan.
"Dir, ta---"
"Eh!" Dira menepuk jidatnya sebagai respon ketika salah berkata. "Harusnya gue nggak boleh nyeritain mimpi buruk pagi-pagi, nanti jadi kenyataan lagi," gumamnya lebih kepada diri sendiri, setelah teringat salah satu mitos kuno yang sering diucapkan neneknya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...