-Dua puluh-

4.2K 372 84
                                    

Dira men-scroll ponselnya dengan wajah bosan. Dia jenuh bukan karena kesepian, tadi Alva sempat menghubunginya lagi padahal mereka baru saja pulang bersama. Tapi dia benar-benar merasa suntuk karena mengerjakan tugas PKN, kali ini tentang undang-undang negara yang sangat tidak dimengerti Dira.

Dari tadi Dira berusaha bertahan menjelajahi google untuk mencari isi setiap pasal yang ditugaskan gurunya. Sesekali dia menutup mulutnya yang menguap lebar, mengerjapkan mata lagi beberapa kali. Pandangannya perlahan menjadi sedikit kabur. Mungkin ini efek dia belajar di atas kasur. Sampai akhirnya dia tidak tahan lagi dan memilih menutup buku tugasnya.

Dira menatap langit-langit kamarnya dengan buku yang masih berserakan di atas tempat tidurnya. Tiba-tiba wajah Alva tergambar jelas di sana, bersama bintang-bintang kecil yang sengaja ditempel dan akan bercahaya dalam gelap.

Tanpa sadar Dira tersenyum. Dia merasa ini masih seperti mimpi. Dira tidak pernah menyangka semua hal manis ini bisa terjadi padanya. Dari sekian banyak gadis yang bisa dipilih --bahkan mengantri untuk Alva, siapa sangka justru dia-lah yang menjadi gadis beruntung itu.

Dira menghela napas. Dia sadar perasaannya belum sepenuhnya pulih. Dan entah kapan bisa benar-benar pulih. Hatinya mungkin masih mengharapkan Reval lebih dari sahabat, walaupun dia telah melepaskan pemuda itu. Dan sekarang tugasnya hanya menyembuhkan hatinya sendiri.

Bersama Alva dia menemukan kebahagiaan yang diinginkan semua gadis, bahkan menurutnya mampu menyaingi kebahagiaan Raina --tokoh dalam novel favoritnya itu. Dira tau, perlahan tapi pasti Alva bisa merebut semua posisi di hatinya. Ini cuma masalah waktu, Dira butuh itu.

Ini bukan pelampiasan, kok. Iya, bukan. Tapi gue lagi move on.

Dira lalu beranjak dari tempat tidur menuju rak koleksi novelnya. Matanya aktif menyisir setiap judul di pinggir novel-novel yang tertata rapi itu. Tiba-tiba dentingan bunyi notifikasi ponselnya membuat matanya berhenti bergerak dan teralih begitu saja.

Dira langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur. Alisnya hampir bertautan ketika sebuah nama tidak terduga terpampang jelas di ponsel touchscreen itu.

Ryan: Dira, weekend ini jadi pertemuan keluarga, kan. Gimana rencana lo?

Tanpa pikir panjang, Dira langsung membuat pesan balasan sambil merebahkan tubuhnya ke ranjang.

Dira: Gue udah nemuin seseorang buat dibawa besok. Lisa gimana? Nggak ada masalah, kan?

Ryan: Lo baru jadian sama Alva, kan? Wah, semoga langgeng ya.

Dira tersenyum membacanya tapi detik selanjutnya dia sadar dan mulai curiga Ryan sengaja mengalihkan pembicaraan. Dia tidak langsung menjawab pertanyaannya mengenai Lisa. Perasaannya mulai tidak enak, karena Dira tau Ryan orang yang tidak suka berbasa-basi. Dia selalu to the point, simpel dan tetap tegas.

Dira: Haha thank you, Yan. Lisa gimana?

Dira melihat status pesannya hanya berubah menjadi read. Selama beberapa menit, Dira masih menunggu tapi tidak ada jawaban. Perasaannya makin tidak karuan, berbagai dugaan terus memenuhi kepalanya. Dia berharap, semoga ini bukan pertanda buruk.

Dira: Ryan, nggak ada masalah, kan?

Lagi-lagi status pesannya hanya berubah. Dia mendesah pelan. Karena tidak sabar, Dira masih tidak menyerah untuk menanyakan pertanyaan yang sama lagi. Perasaannya baru akan tenang setelah mendapat jawaban pasti.

Dira: Yan?
Dira: Lisa bisa dateng, kan?

Ryan: Rencana kita bakalan gagal kayanya. Lisa nggak mau dateng, Dir.

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang