Dira mengerjapkan matanya beberapa kali. Sesaat kemudian, pintu ruangan tempatnya berbaring terbuka. Dira tau ada seseorang yang masuk. Langkah kakinya semakin dekat sampai kemudian orang itu menyibak tirai.
"Lo udah baikan, Dir?" tanya Farhan ketika menyembul dari balik tirai. Dia meletakkan tas yang ada di bahu kanannya lalu mulai mengamati kondisi Dira.
"Gue sebenernya nggak papa, Han. Cuma pas Lisa liat alergi gue kambuh, dia yang maksa gue istirahat di sini," jawab Dira sambil membetulkan posisi berbaringnya menjadi duduk. Mata Dira langsung tertuju pada tas miliknya yang baru saja diletakkan Farhan. "Sekarang udah jam pulang sekolah?"
"Pelajaran terakhir kosong. Jadi lo pulang aja, ya. Istirahat di rumah. Nanti gue bilang ke tante Avi biar lo nggak boleh main dulu," ujar Farhan memberi saran sekaligus ancaman buat Dira. Mata gadis itu membulat otomatis menyadari mamanya akan dilibatkan dalam urusan alerginya kali ini.
"Ya ampun, gue udah nggak papa, Han." Dira beranjak lalu berdiri sambil mengulurkan kedua tangannya di depan Farhan. "Lo liat, kan? Alergi gue udah sembuh. Jangan bilang apa-apa ke Mama gue, ya?" katanya mencoba menawar, masih berusaha meyakinkan Farhan.
Farhan tampak berpikir sejenak. "Oke! Tapi tetep aja lo harus pulang sekarang. Buruan gue anterin." Pemuda itu melihat jam hitam di tangannya sambil berjalan ke ambang pintu UKS.
Dira merasa sedikit heran. "Lo nggak balik sekalian?"
"Gue ada rapat. Lo nggak mungkin, kan, nungguin gue sampe kelar rapat? Makanya nanti abis nganterin lo, gue harus balik lagi ke sini," jelasnya sambil menunggu Dira mensejajarkan langkahnya.
Dira manggut-manggut mendengarnya lalu mencetuskan sebuah ide terbaik. "Kalo gitu, gue pulang sendiri aja, deh."
"Hah?" Farhan sedikit terperangah mendengar usulan Dira. "Lo yakin? Udah nggak papa gue anterin dulu, Dir," kata Farhan masih ragu menyetujui usul sepupunya ini.
"Iya, serius. Oke, kali ini please banget lo jangan ngajak debat, ya?" Dira menjeda kalimatnya sambil melirik Farhan yang masih menampilkan ekspresi tidak yakin. "Kalo lo nganterin gue terus balik lagi itu namanya nggak efektif. Lagian gue bisa kok, balik sendiri. Lo tau jalanan kalo udah macet kaya gimana, kan?"
Akhirnya Farhan mengangguk setuju. Pemikiran rasional Dira kali ini, sejalan dengan Farhan. Rupanya alasannya cukup kuat untuk meyakinkan sepupunya itu. Dira menghela nafas lega, setidaknya dia bisa dengan bebas bertemu seseorang yang menghubunginya semalam.
-.-.-.-.-
"Dira!"
Langkahnya terhenti seketika. Belum sempat kaki Dira keluar dari area sekolah, seseorang memanggilnya dari belakang dan otomatis membuat tubuhnya berputar menghadap si pemilik suara.
Reval berjalan menghampiri Dira yang terdiam di depan gerbang sekolah. Untuk pertama kalinya, Dira merasa ada yang janggal ketika melihat sahabat dekatnya itu. Ada perasaan rumit yang menggelayuti hatinya. Entah kenapa, dia ingin menghindar tapi tubuhnya tetap diam di tempat dan pasrah.
"Kok gue kaya udah lama nggak ngeliat lo, ya?" tanya Reval dengan heran ketika sudah berada di depan Dira.
Gadis itu tersenyum canggung. "Iya, gue juga udah jarang ngeliat lo," responnya jujur tapi sedikit terlihat kaku.
"Oh, iya!" seru Reval seperti teringat sesuatu sambil masih tersenyum lebar. "Tentang gelang pilihan lo waktu itu ... makasih, ya."
Dira mengangguk sambil tersenyum menampilkan deretan giginya. "Jadi cewek yang lo maksud itu ... Bella?" tanyanya memastikan meskipun dia sudah tau apa jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...