"Lo ... tau tentang ini dari mana?" Dira akhirnya angkat suara meskipun terasa serak dan sedikit gugup.
Lisa menghela napasnya. "Kemarin Farhan cerita pas dia nganterin gue pulang. Jadi itu bener?" Gadis itu masih fokus menatap Dira untuk menemukan kepastian.
Dira sedikit menunduk meskipun ada semacam kelegaan yang menyeruak di dalam hatinya. Dia ingat dengan pasti kalau sepupunya itu belum sempat mengetahui identitas Ryan sebagai jodoh versi orang tuanya. Setidaknya, Lisa tidak harus mengetahui hal rumit ini dengan cara yang tidak dikehendakinya.
"Iya, gue ... gue mau dijodohin sama orang tua gue, Lis. Dan gue nggak bisa nolak itu gitu aja...," ujar Dira lirih.
"Ya ampun, Dira! Dan selama ini lo nggak cerita sama gue?" sahut Lisa terkejut tidak habis pikir. Matanya yang bulat sekilas sedikit melebar. "Lo harusnya berbagi sama gue, Dir. Gue tau ini, kan, nggak gampang buat lo...," lanjutnya lagi sambil menatap Dira prihatin.
Lo akan lebih kaget lagi kalo tau siapa yang mau dijodohin sama gue, Lis. Dan please, jangan nanya apapun tentang itu untuk sekarang.
Dira menghela napasnya. "Eh, tapi ... Farhan cerita apa aja sama lo?"
"Hmm, nggak banyak, sih. Gue ngerasa aneh aja sama lo belakangan ini. Lo sering ngelamun, nggak fokus, lebih diem dari biasanya...." Lisa memangku dagunya sambil masih mengamati Dira. "Gue yang nggak peka ... ternyata lo lagi nyembunyiin masalah serius gini," ujarnya menutup penjelasannya.
Dira menarik dua sudut bibirnya. "Sorry, ya kalo gue berubah. Gue nggak bermaksud nyembunyiin apapun dari lo, Lis. Ini cuma masalah waktu aja ... I know I can fix this as soon as possible."
Harapan itu murni muncul dalam hati Dira dan selanjutnya menjelma menjadi keyakinan yang kuat. Dira berharap bisa tidak merepotkan orang lain lagi untuk urusan ini, apalagi menyangkut Lisa. Dia pasti bisa menemukan jalan keluar dari ini semua tanpa menyakiti siapapun.
Lisa menepuk bahu Dira. "Lo pasti bisa! Kalo butuh apapun, coba bilang ke gue siapa tau gue bisa bantu lo," katanya dengan senyum sumringah yang telah kembali ke wajahnya. Lisa berhambur memeluk Dira sekilas.
"Thanks, ya!"
"Eh, btw gimana calon jodoh lo itu? Lo udah pernah ketemu dia?" tanya Lisa masih antusias mendengar cerita Dira lebih lanjut sambil menyuapkan camilan yang entah sejak kapan berada di atas meja. Pertanyaan yang lebih terdengar seperti bom waktu untuk Dira itu akhirnya meluncur juga. Dira kembali bergeming.
Dira tidak ingin berbohong kali ini. Tapi lebih tidak mungkin lagi kalo dia mengatakan yang sebenarnya untuk sekarang. Otaknya sibuk berpikir, memaksanya menelurkan sebuah jawaban terbaik. "Nggg, gue ud-...."
"Lisa!" Suara itu tiba-tiba menginterupsi dan membuat dua gadis itu beralih perhatian. Pengalihan yang sangat menolong Dira untuk saat ini. Dira terpaksa menghentikan ucapannya saat Lisa beranjak dari bangku dan menghampiri pemilik suara itu di ambang pintu kelas.
"Kenapa, Al?" tanya Lisa heran melihat Alva dengan seragam olahraga di depannya yang masih menunduk berusaha menstabilkan pernapasannya. Dia cukup terengah-engah setelah lari secepat mungkin untuk sampai di sini.
Pemuda itu akhirnya menegakkan badannya lagi sambil mengusap dahinya yang penuh cucuran keringat. "Reval cidera di lapangan, lo tim unit kesehatan, kan?"
Lisa mengangguk dan tanpa berkata apapun, dia langsung berlari ke arah lapangan yang dimaksud bersama pemuda itu. Mendengar nama Reval disebut secara jelas, Dira otomatis beranjak dari tempat duduknya. Rasa cemas dan khawatir yang menyeruak tanpa sadar menggerakkan kakinya mengikuti langkah Lisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...