Dira menatap buku tugas Matematikanya dengan jengah. Semangatnya menguap setelah kepulangannya dari kafe Manhattan. Berkali-kali dia menghela napas, dia harus tetap mengupayakan berpikir mencari jawaban dari setiap soal di buku itu. Dan tidak lupa jawaban dari segala masalah yang terasa memburunya belakangan ini.
Satu, tentang perjodohannya dengan orang asing yang tidak bisa ditentang.
Dua, tentang perasaan yang baru dia sadari untuk Reval tapi pemuda itu malah jatuh ke pelukan gadis yang paling tidak dia sukai.
Tiga, tentang siapa yang akan dibawanya pada acara keluarga nanti dalam usaha pembatalan rencana perjodohannya --yang pasti bukan Reval apalagi Farhan.
Semuanya berkumpul di dalam otaknya yang seketika terasa sempit. Tidak ada lagi ruang untuk trigonometri dan kawan-kawannya untuk bisa bertahta di pikiran Dira tanpa terusik. Dia mengusap wajahnya pelan.
Apa ini pertanda gue harus nyerah sama perjodohan itu?
Ada suara yang menggema dari dalam dirinya. Dira melirik nakas tempatnya menyimpan amplop cokelat itu. Tangannya langsung terulur begitu saja, memindahkan amplop itu ke pangkuannya. Rasa penasaran terasa membuncah dalam diri Dira. Mungkin ini saatnya dia mengetahui siapa calon yang diusulkan orang tuanya itu.
Harapannya, semoga dengan berlapang dada menerima segala 'takdir' yang ditentukan orang tuanya, bisa membuat Dira menemukan jawaban untuk masalahnya yang pertama dan ketiga. Dengan begitu dia hanya perlu menstabilkan perasaannya untuk mengatasi masalah yang kedua. Perlahan tangannya membuka tali di amplop itu dan menarik lembaran yang ada di dalamnya.
Awalnya tidak ada yang aneh.
Sampai akhirnya Dira membuka lembaran foto di balik kertas itu. Seketika napasnya tercekat. Dia tersentak menyadari siapa yang ada di foto itu.
Ya Tuhan, apa lagi ini? Kenapa harus dia?
Sejurus kemudian Dira langsung menyambar ponselnya yang tergeletak di meja. Dia terfokus harus segera menghubungi orang yang ada di foto itu, secepat mungkin. Setidaknya, Dira harus bisa bertemu orang itu secara langsung sebelum acara pertemuan keluarganya.
Seketika Dira merasa masih ada harapan rencana perjodohan ini akan batal dan kemungkinan besar orang itu mampu memperbesar peluangnya. Dira baru mulai mengetik pesan, hampir di detik yang sama, layar ponsel Dira justru menampilkan satu pesan masuk.
From: Unsaved Number
Cantika? Gue Ravy. Besok, gue bisa ketemu lo? Atau kalo lo keberatan, biar gue jemput. Ini penting! Reply ASAP. ThanksMata Dira sukses melebar. Dira sadar tidak ada teman manapun yang memanggilnya 'Cantika' meskipun itu nama depannya. Dan pesan singkat ini berasal dari seseorang yang baru saja ingin Dira hubungi. Seketika tangannya terasa dingin karena gugup.
Kenapa bisa pas banget gini?
-.-.-.-.-
Ada yang aneh dengan hari ini. Biasanya koridor sekolah tidak seramai ini di pagi hari. Dira dan Farhan baru menginjakkan kaki untuk menyusuri koridor yang terhubung dengan kelasnya. Tapi seperti makhluk asing yang baru saja terdampar dari luar angkasa, mereka langsung dihujani berbagai tatapan aneh dari siswa lain yang tidak sengaja berpapasan.
Sekitar beberapa langkah di depan ada tiga orang junior kelas X yang sibuk mengobrol di depan kelas mereka. Sayup-sayup Dira mampu mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.
"Eh, katanya Kak Reval sama Kak Bella udah jadian, ya?" tanya gadis berkuncir kuda penasaran.
Gadis lain yang rambutnya terurai panjang menjawab, "Iya, gue baru tau kemarin. Gue kira dia pacaran sama Kak Dira."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...