-Tiga puluh dua-

4.1K 348 100
                                    

Dira telah ditangani oleh dokter di rumah sakit. Luka yang menganga di kepala bagian belakang dan kakinya terpaksa harus dijahit. Beruntung luka itu tidak dibiarkan terlalu lama terbuka, daya tahan tubuh Dira juga cukup baik sehingga tidak terjadi infeksi serius.

Orang tua Dira sudah datang di tempat. Gadis itu harus beristirahat secara total untuk memulihkan kondisinya. Farhan, Alva, Reval dan Lisa masih setia menunggu di koridor rumah sakit. Termangu tanpa sepatah katapun, suasananya benar-benar hening. Mereka asyik tenggelam dalam pemikiran rumit masing-masing.

"Kalian pulang duluan aja," cetus Farhan kemudian yang langsung ampuh merebut seluruh perhatian ketiga temannya. "Kalian juga butuh istirahat."

"Tapi, lo---"

Belum sempat Lisa menyelesaikan kalimatnya, Farhan sudah menyelanya terlebih dulu dengan tenang. "Gue juga abis ini pulang. Kalian nggak usah khawatir. Kasian orang tua kalian pasti udah nunggu, nanti mereka kepikiran."

Lisa, Alva dan Reval akhirnya tidak punya pilihan selain mengangguk setuju. Mereka memutuskan untuk pulang, sekedar membersihkan diri. Setelahnya mereka bertekad akan secepatnya kembali ke sini lagi.

Penampilan mereka benar-benar lusuh dan kacau setelah acara camp ini, apalagi Alva. Pakaian pemuda itu compang-camping. Kemeja robeknya masih setia melekat pada tubuhnya, meng-cover kaus polos berlengan pendek yang dipakainya. Sedangkan penampakan celana berkantong banyak yang berwarna hijau tua itu juga sudah berubah karena terlalu banyak mengusap tanah merah.

Segala barang-barang perlengkapan dan tas ransel mereka ikut terbawa di bus pengangkut peserta lain yang menuju ke sekolah. Mereka akhirnya memutuskan berpisah di parkiran rumah sakit. Reval berniat ingin langsung ke sekolah untuk mengambil barangnya sekaligus menjemput Bella. Sedangkan Alva dan Lisa beranjak pulang ke rumah masing-masing secepatnya.

-.-.-.-.-

"Alva mana?" Pertanyaan itulah yang pertama kali terlontar ketika Dira mendapati dirinya sudah terkulai lemas di ranjang rumah sakit.

Farhan duduk di bangku, awalnya pemuda itu menangkupkan kepalanya pada besi pembatas tempat Dira terbaring. Matanya benar-benar terasa berat, tapi dia tetap mengukuhkan diri untuk bertahan menunggu Dira sampai sadar dari obat yang membiusnya.

Dengan berat Farhan mengangkat kepalanya dan kemudian disangga dengan salah satu tangannya. "Pulang sebentar, nanti juga dia balik lagi kok," sahutnya datar.

Dira mendesah pelan. Pikirannya menerawang, bagaimana keadaan pemuda itu sekarang. Dia adalah pahlawan bagi Dira. Jika kemarin gadis itu tidak bertemu Alva, mungkin hari ini sudah tercetak sebuah berita memilukan di koran; tentang seorang siswi SMA yang tersesat di hutan dan akhirnya menjadi santapan anjing liar.

Alva pasti kelelahan, bahkan sangat kelelahan. Entah seberapa jauhnya jarak yang mereka tempuh untuk bisa kembali ke camp, dengan sisa tenaga yang telah terkuras nyatanya Alva berhasil membawa Dira pulang dengan selamat. Seharusnya Alva juga butuh perawatan, pikir Dira. Walaupun dia tidak mengalami luka serius, tapi fisiknya telah cukup tereksploitasi bahkan berlebihan.

"Dia nggak papa, lo pikirin aja keadaan lo sendiri," timpal Farhan seperti telah membaca persis pemikiran apa yang sekarang terlintas di benak Dira.

Dira menolehkan kepala ke arah Farhan, dia baru menyadari sepupunya itu adalah orang yang paling tertekan karena insiden ini. Ekspresi wajahnya benar-benar jauh dari kata 'baik-baik saja'. Dia bahkan tidak peduli lagi pada penampilannya sendiri, rasa tanggung jawab besar yang dipikulnya sudah cukup menjelaskan alasan dibalik terciptanya lingkaran hitam tipis di kedua matanya.

"Lagi-lagi gue bikin susah lo, ya, Han?" kata Dira lirih, dia sedikit menaikkan badannya agar menjadi lebih tegak meskipun masih berbaring.

"Mulai, kan. Lebay, deh!" decak Farhan santai. Dia tidak terlalu menyukai Dira yang melankolis seperti ini.

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang