-Dua puluh enam-

3.9K 319 83
                                    

Dira berjalan santai memasuki kelasnya di pagi ini. Berbeda dengan biasanya, Lisa sudah datang lebih awal daripada Dira. Gadis itu terlihat tengah asyik mengobrol dengan salah satu teman sekelas mereka, Tia.

Dira langsung duduk di bangkunya dan seketika itu juga dia merasa ada keanehan yang terjadi. Gadis berambut sepunggung itu tidak melihat tas Lisa di bangku sebelahnya. Sontak Dira mengernyit sejenak kemudian menghampiri mereka yang duduk di bangku depan.

"Lisa, lo pindah tempat duduk?" tanya Dira to the point setelah melirik tas Lisa tersampir di bangku sebelah Tia itu.

Seketika obrolan mereka terhenti. Lisa yang sebelumnya sedang menertawai sebuah topik obrolan dengan Tia, mendadak merubah ekspresinya menjadi datar. Gadis itu bergeming, tidak menjawab pertanyaan Dira dan memilih mengabaikannya.

"Lisa mau duduk sama gue dulu, Dir. Nanti ada tugas kelompok Fisika, kan? Nah, kebetulan kita sekelompok karena rumah kita deketan," jelas Tia mewakili Lisa. Gadis berkacamata itu tidak tega melihat Dira tidak mendapat jawaban pasti.

Bukannya kemaren Lisa udah setuju mau sekelompok Fisika sama gue?

Dira masih menatap Lisa dengan pandangan bertanya-tanya tapi gadis itu lebih memilih pura-pura terlihat sibuk dengan ponselnya. Dia tidak membalas tatapan Dira sama sekali, apalagi menggubrisnya. Lisa seperti menganggap Dira tidak ada.

Dira menghela napas. Mencoba memaklumi sahabatnya ini pasti masih marah dengannya. "Ya udah, deh. Nggak papa gue duduk sendiri," sahut Dira lalu mengupayakan senyum tulusnya dan duduk lagi di bangkunya yang ada di belakang.

Kedua tangan Dira bersidekap di atas meja, sejurus kemudian kepalanya yang tertunduk dan akhirnya menelungkup bertumpu pada tumpukan tangannya itu. Dia benar-benar merasa kehilangan seluruh semangatnya hari ini.

Dira ingin menangis karena merasa tidak nyaman ketika ada yang jelas-jelas sedang memusuhinya di kelas. Tapi menyadari ini semua salahnya sendiri, Dira berusaha keras mempertahankan air matanya agar tidak muncul sekarang.

"Sssssttt... sssttt..." Desisan itu muncul bersamaan dengan tangan seseorang yang terasa mencubit lengan Dira pelan. Dia ingin Dira mengangkat kepalanya sebelum mulai berbicara.

Dira mendongak malas. "Apaan, sih?" katanya jengah dan semakin merasa kesal karena ternyata Farhan jahil yang mengganggu perenungannya.

Farhan mengernyit mendapati wajah Dira yang lesu bercampur emosi terpendam. "Lo sama Lisa kenapa?"

Dira lebih menegakkan badannya lagi dan menghela napas pelan. Farhan duduk di bangku kosong sebelah Dira sambil masih menanti jawaban untuk menjawab pertanyaan besar yang menggantung di otaknya.

Dira melirik posisi Lisa yang berada jauh di bangku depan. "Konsekuensi dari acara keluarga kemaren, dia marah sama gue."

"Tuh, kan, gue bilang juga apa?" respon Farhan seperti ikut menyalahkan Dira karena tidak menjalankan usulannya kemarin. "Harusnya lo cerita dulu selengkapnya sama dia," tambah Farhan lagi semakin membuat Dira gelisah.

"Kalo gue bilang dari awal, dia mana mau ikut Ryan ke acara itu? Dan perjodohan gue akan semakin berjalan mulus. Gue memang serba salah, kan?"

Farhan melempari Dira dengan tatapan iba. "Berat banget, ya, cobaan hidup lo," ujarnya sambil berdecak. "Tapi perjodohan lo akhirnya batal, kan?" Farhan memastikan.

Dira mengangguk pelan. "Jelas lah! Gue sama Ryan udah punya pilihan masing-masing, itu alasan terkuatnya," jawab Dira yakin. "Tapi gue nggak yakin Lisa bakal maafin gue, Han," lanjut gadis itu lirih lalu menunduk merasa bersalah.

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang