-Empat bulan kemudian-
"Fokus dulu sama ujian."
Kata-kata Alva itu terus bernaung di kepala Dira, seperti mantra yang mampu memberikan kekuatan di tengah kepenatan yang dirasakannya menjelang ujian nasional. Dira mencoba mengerti, Alva bermaksud baik. Mungkin memang harus ada jeda setelah segala 'kejutan' pahit yang diterima Dira. Dia berharap, setelah ini semuanya akan kembali berjalan seperti semula.
Dira berlarian menuju mading utama SMA Gardatama yang telah disesaki oleh siswa yang lain. Dia tidak mementingkan napasnya yang sudah tersengal-sengal, tubuh kecil Dira berusaha menerjang kerumunan itu sampai kemudian senyumnya semakin merekah mengamati daftar panjang yang tertulis di papan itu.
Dia memanfaatkan telunjuknya untuk menyusuri setiap nama yang terpampang berurutan di sana, dimulai dari peraih nilai tertinggi. Pergerakan tangan Dira terhenti ketika matanya menemukan namanya sendiri. Seketika mata gadis itu berbinar-binar, bahagia.
"Gue lulus!" pekik Dira spontan melihat namanya ada di jajaran urutan kedua dari atas.
Pandangannya masih terpaku pada daftar nilai itu, bukan hal aneh lagi jika Reval menempati urutan pertama --tepat diatas Dira. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pemuda itu. Masih ada satu nama yang tertanam di dalam benak Dira, telunjuknya bergerak turun perlahan.
Helaan napas lega menyembur kemudian, senyum kebanggaan langsung menghiasi wajah Dira. Dia menemukan nama Alva, masih berada dalam lingkup urutan 10 besar dari satu angkatan. Itu berarti pengorbanan pemuda itu selama ini memang tidak sia-sia, pikir Dira.
Setelah puas dengan pengamatannya, Dira keluar dari kerumunan. Pandangannya berkeliaran mencari sosok Farhan, saat ini dia merasa ingin berbagi kebahagiaan dengan saudara sepupunya itu. Tapi hasilnya nihil, Farhan tidak diketahui keberadaannya. Mungkin dia masih sibuk dengan urusannya sendiri.
Tidak ada yang mampu mematahkan kebahagiaan Dira hari ini, tepat beberapa saat kemudian dia bertemu Alva di persimpangan koridor. Gadis itu masih tersenyum ceria, sehingga Alva balas melemparkan senyuman. Seketika suasana menjadi canggung, Dira tidak tau bagaimana caranya mengekspresikan rasa rindunya.
Rasanya sudah lama mereka tidak saling bertatapan dalam waktu yang lama seperti ini. Seakan semua beban di pundak telah menguap dan hilang tidak berbekas. Terlalu banyak ungkapan di kepala, tapi mereka memilih fokus menyelami pandangan masing-masing tanpa kata-kata.
"Kita semua lulus!" ungkap Dira dengan girang setelah selama beberapa saat terjebak keheningan.
Alva mengangguk. "Selamat juga, ya! Gue denger lo jadi salah satu peraih nilai UN tertinggi di sekolah," balas pemuda itu sambil mengacungkan jempolnya pada Dira. "Hebat!"
"Itu cuma bonus," Dira menunduk canggung, berusaha merendah mendengar pujian Alva. Sejurus kemudian gadis berambut sepunggung itu mengangkat kepalanya lagi, seperti baru teringat sesuatu lalu bertanya, "Hmm, besok lo dateng ke acara graduation sekolah kita, kan?"
Alva terlihat ragu lalu berpikir sekilas. "Gue usahain."
"Ish, pokoknya harus dateng!"
"Iya...," ujar Alva mengalah.
Dira membentuk lengkungan di bibir sebagai reaksi kepuasannya. Kecanggungan sementara diantara mereka akhirnya meleleh juga. Secara tidak sadar, mereka berjalan beriringan lagi di menyusuri koridor sekolah yang sepi.
Sesekali mereka bercanda dan tertawa bersama. Setelah sekian lama, Dira berharap semuanya benar-benar akan baik-baik saja dan kembali seperti semula. Kebahagiaan ini jangan cepat sirna. Tidak boleh ada yang berubah, lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Time
Teen FictionKata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal aneh lagi jika ungkapan ini ternyata berlaku juga diantara Dira dan Reval. Tidak ada kisah cinta y...