Kika menatap cincin yang melingkari jari tengahnya. Ia dan Bintang sepakat untuk memakainya disitu untuk sementara. Karena mereka kan masih dalam tahap pacaran.
"Morning Ka" Bintang muncul. Laki-laki itu datang ke rumah orangtua Kika untuk mengantar istrinya berangkat ke rumah sakit.
"Morning Bi" Kika bangkit dari sofa. Tangannya sudah menenteng hand bag dan ponsel. "Aku pamit sama Mama dulu ya"
"Iya. aku juga harus pamitan sama mama kamu kan" Bintang mengikuti langkah istrinya ke dapur. Ibu mertuanya itu tampak sibuk dengan sebuah bowl dan mixer. Entah apa yg akan dibuatnya. Bintang cuma tau Laura (nama mertuanya itu) senang membuat kue.
"Mama kami berangkat dulu" kata Kika. Ibunya menoleh dan tersenyum lebar. Ia buru-buru melap kedua tangannya dan menyodorkan tangan kanannya untuk Kika dan Bintang salim.
"Hati-hati ya. Kalau mau makan di luar kabari Mama" katanya. Kika mengangguk.
"Bye Ma." Kika mengecup sekilas pipi wanita paruh baya itu.
"Berangkat dulu Tante" Bintang ganti menyalami tangan ibu mertuanya itu. Yang disambut dengan tawa hangat wanita paruh baya itu.
"Apaan sih Nak Bintang. Panggil Mama aja" katanya. Bintang tersenyum kikuk.
"Eh.. iya.. Ma" Bintang berkata canggung. Membuahkan kikikan geli dari bibir Kika yang melihat dari jauh. "Duluan Ma"
"Iya. Mama titip Kika ya. Jangan ngebut."
"Pasti Ma"
"Jangan macam-macam sambil nyetir. Fokus aja ke depan"
"Iya.. Ma"
Kika tertawa begitu Bintang kembali berjalan di sisinya dengan wajah memerah. Laki-laki itu tidak bicara apa-apa sementara tangannya membukakan pintu mobil di samping kemudi sebelum dirinya duduk di belakang stir.
Begitu Bintang menyalakan mesin, ia menyadari kalau tawa gadis di sampingnya sudah menghilang.
"Kenapa mendadak diam?" tanyanya sambil menjalankan mobil keluar pekarangan rumah.
"Aku baru tau kamu bisa nyetir mobil" rasanya Bintang ingin tenggelam saja. Malu sekali kalau mengingat selama ini ia memang selalu di antar jemput kemana-mana. Tidak peduli dengan protesnya selama ini, ibunya akan menceramahinya panjang lebar kalau ia bawa kendaraan sendiri. Dan mana mungkin Bintang sanggup membantah sang bunda. tapi bukan berarti ia tidak bisa. SIM A dan SIM C ada di dompetnya. asli tanpa menembak.
"Ini bahkan pertama kalinya aku nyetir di Jakarta Ka" kali ini Kika memandangnya ragu.
"Kamu yakin? Apa mau aku aja yang bawa?" Binang menggeleng.
"Selama setirnya di kiri, aku bisa kok. Tenang aja"
"Jadi kalau di kanan kamu nggak bisa?"
"Bisa sih.. Cuma nggak gitu nyaman" kika manggut-manggut. Tidak ada yang bersuara sampai mobil itu berhenti di depan lobi rumah sakit. "Ka nanti pulangnya jangan kemana-mana ya. Nanti kujemput."
"jam kita kan beda Bi?" Kika menghentikan tangannya yang hendak membuka pintu mobil.
"Pokoknya jangan pulang kalau belum aku jemput" dahi Kika berkerut samar.
"Okay" ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dan menurut. "Bye Bi" katanya sebelum keluar dari mobil dan turun. Ia masih berdiri di depan lobi dengan matanya mengekori mobil Bintang sampai akhirnya tidak lagi terlihat.
Hari pertamanya praktek setelah berganti status. Ia harap pasien-pasien dengan segala keluhannya dapat mengalihkan pikirannya dari hal yang mengganggunya dari semalam.
***
Ponsel Kika bergetar berkali-kali begitu ia menyalakannya. Prinsipnya, selama ia jaga, tidak ada ceritanya dia main hp. Sangat tidak profesional menurutnya.
Log ponselnya dipenuhi oleh satu nama : BI
Delapan missed call, empat SMS.
Ka lg apa? -B
Ka udh makan siang? -B
Ka jgn lupa ntr jgn plg duluan y aku jmpt -B
Ka aku d Sunny y. G usah buru2, take ur time -B
jam yang melingkari pergelangan tangan Kika menunjukkan sekarang sudah pukul tiga. Hampir 8 jam ia tidak keluar-keluar dari ruangannya. Hari ini, sesuai harapannya, pasien yang datang bertubi-tubi sukses mengalihkan perhatiannya.
Kika menggeleng begitu isi kepalanya mulai melayang ke sore kemarin saat ia dan Bintang sampai di Soekarno Hatta. Buru-buru ia meraih ransel nya dan melepas sneli sebelum melipat dan memasukkannya ke dalam tas. Ia menyapa Sheila, dokter umum yang bergantian jaga dengannya.
"Duluan ya La"
"Ati-ati Ka" Kika tersenyum dan lanjut berjalan ke arah Sunny, kantin di rumah sakit tempatnya bekerja. Ia berhenti sejenak saat matanya meneukan punggung yang begitu dihapalnya dalam beberapa hari ini.
"Lama nunggu?" Pertanyaan itu membuat Bintang menoleh dengan senyum di wajahnya. Laki-laki itu menggeleng dan berdiri dari kursinya.
"Mau beli sesuatu dulu?" Kika menggeleng. "Kalo gitu, ayo" katanya seraya berjalan keluar dari Sunny. Ia melangkah menuju parking lot dan membukakan pintu untuk Kika seperti pagi tadi sebelum masuk ke kursi kemudi.
"Kamu udah biasa ya giniin cewek" gumam Kika. Bintang yang sedang memasang seatbelt menoleh.
"Kenapa Ka?" Kika yang kaget ucapannya kedengaran buru-buru menggeleng kuat.
"Nggak kok. By the way kok kamu bisa jemput aku jam segini? Memang udah ngga ada lagi kerjaan?" Tanyanya saat Bintang sudah melajukan mobilnya.
"Nggak"
"Nggak?"
"Udah jangan bawel. Di belakang ada roti, kalo mau makan aja" Kika menurut dan meraih kantong bertuliskan BreadTalk dan tersenyum senang melihat isinya.
Croissant dan chocolate croissant.
Sejak kecil, satu hal yg tidak pernah bisa Kika bagi adalah croissant. Ia menyukai- tidak, terobsesi adalah kata yg lebih tepat- roti bulan sabit dari perancis itu.
"Kamu masih ingat aku suka croissant" komentarnya sambil menggigit ujung salah satu croissant. Bintang terkekeh.
"Kalau kamu lupa, dulu kamu mematahkan sekotak krayonku karena aku nggak sengaja menjatuhkan croissant tercintamu itu" tampaknya Kika memang lupa. Pipinya bersemu merah. Ia menutupi malunya dengan terus mengunyah roti di tangannya sampai habis.
"A- anyway, kita mau kemana sih Bi? Ini beda arah sama rumah aku"
"Ke apartemenku dulu" kedua mata Kika mengerjap. Ia sampai lupa kalau ia akan pindah ke tempat tinggalnya Bintang.
"Ngomong-ngomong, nanti aku dapat kamar sendiri nggak?" Tanyanya. Ia jadi bingung sendiri. Di mata negara status mereka adalah suami istri. Tapi kan kenyataannya mereka masih dalam tahap pacaran.
"Hmmm.. kalau kamu yakin aku bisa nahan diri nggak nyerang kamu yang tidur di kasurku.. It's okay kalau kita sekamar" Kika langsung bergidik dan menatap ngeri ke arah Bintang.
"No thankyou" Balasnya cepat. Ia memerhatikan laki-laki yang sekarang tersenyum kecil di sampingnya itu. "Dan ngomong-ngomong lagi nih, Tuan Bintang yang terhormat. Aku nggak nyangka my cute lil Star gedenya jadi om-om mesum begini" tawa Bintang makin keras.
"Sejak kapan aku menjadi your cute lil star? Kalau aku cute harusnya kamu nggak bakal nyuruh aku bawain tas kamu pas kita ngegangguin anjingnya si Butet" Bibir Kika mengerucut sebal. Terus saja Bintang mengungkit-ungkit masa lalu itu. Masa-masa saat Kika masihlah gadis kecil tomboy yang senang membully anak kecil lain yg lebih kecil darinya. Yang baginya merupakan masa kelam. As for Bintang.. It's his treasured memory.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With(out) Love
ChickLit"Saya nikahkan..." "Saya terima nikahnya.." "SAH!" Dan dunia tidak lagi sama untuk Bintang dan Kika. *** Salah paham Cemburu Cinta pertama Sakit hati Hancur Bangkit Bintang dan Kika merasakannya dalam Kehidupan pernikahan yang dimulai tanpa cinta **...