She's back! I'm back too! Wkwk. Terimakasih sudah menungguu *kaya ada yg nunggu cerita gaje ini aja* belum sampe tiga minggu sih tp gimana udh kebelet nuliisss. Gak kuasa nyimpen ide di kepala lama2 wkwk. Nggak banyak sih. Tp yg penting kan update wkwk.
Anyway, enjoy :)
***
Hal pertama yang Kika sadari begitu kesadarannya pulih adalah nyeri berdenyut yang teramat sangat di kepalanya. Mata Kika mengerjap-ngerjap untuk mengembalikan pengelihatannya yang masih blur dan meski ia sangat ingin menyentuh kepalanya, ia tidak bisa karena kedua tangannya terikat. Bukan hanya tangan. Kedua kakinya juga diikat dengan tali pada bagian pergelangan kaki dan lutut.
Dirinya diikat kuat dengan tali ke sebuah kursi makan. Kursi tempatnya duduk itu berada di pojokan ruangan yang tampak seperti ruang kosong yang tidak terurus. Terlihat dari tebalnya debu yang menyelimuti furnitur yang ada di dalamnya. Terdapat sebuah lemari buku usang dan sofa tua. Dan juga meja kopi yang sepertinya usianya tidak juga baru. Diagonal ke kiri dari tempatnya adalah pintu kayu tua yang tampak akan roboh jika terlalu kuat mendorongnya. Dan beberapa meter di samping kirinya terdapat jendela kotor yang bahkan sepertinya tidak bisa digunakan untuk melihat keluar.
"Oh, you're awake" Suara itu membuat Kika menoleh kearah sumbernya dan menemukan sosok tinggi semampai Clara memasuki ruangan itu dengan sebotol champagne dengan tutup gabus yang sudah terbuka dan gelas wine di tangannya. Kika menatapnya malas.
"Apa mau lo?" Tanyanya. Wajahnya menunjukkan ekspresi datar dan itu membuat Clara menaikkan alisnya yang melengkung tercukur rapi.
"Wow. Masih bisa nyolot juga dalam keadaan seperti ini. Kasihan banget Bintang terpaksa nikahin badak liar kaya gini" Katanya dengan intonasi datar. Clara memasang senyum mencemooh. Wanita itu menuang champagne-nya ke dalam gelas dan ia menyesapnya perlahan. Menikmati sensasi hangat yang muncul begitu minuman itu mengalir di kerongkongannya.
"Katakan mau lo apa?" Tanya Kika. Gadis itu masih bisa mempertahankan ketenangannya meski tatapan kosong Clara sesungguhnya membuatnya sedikit takut.
"Mau gue?" Clara memiringkan kepalanya. Mengangkat gelas beningnya hingga sejajar dengan wajahnya dan ia menggoyangkan gelasnya sehingga champagne dalam gelas itu sedikit beriak. Seolah-olah ia berbicara dengan gelasnya. "Mau.. gue.. hmm.." wanita itu berhenti sejenak. Gerakan tangannya terhenti. Matanya melebar dan ia menoleh menatap Kika. Ia menyeringai menampakkan gigi-giginya. Namun detik berikutnya seringaian itu menghilang dan Clara kembali memasang raut datarnya. "Mau gue.. lo kembalikan apa yang menjadi milik gue"
"Hmph. He's never yours to begin with. Gue nggak bisa balikin apapun karena memang dari awal dia bukan milik lo. He's mine." Kika sebenarnya tau kalau ia cari mati. But she said it anyway. Dia terlalu jengkel karena wanita di depannya itu mengaku-ngaku Bintangnya sebagai miliknya.
Kika sudah menyiapkan mental kalau-kalau Clara melakukan 'serangan'. Tapi yang dilakukan wanita itu hanya terkekeh pelan, dengan mata yang masih menatap kosong, dan kembali menyesap champagne dalam gelasnya.
"For guys, maybe gutsy woman is enchanting. Tapi buat gue.. " Clara meletakkan gelasnya di meja kopi tidak jauh dari kursi tempat Kika di ikat. Suara tak tok tak tok hak stiletto yang dikenakannya menggema ke seluruh ruangan. Langkah Clara berhenti di hadapan Kika. Ia mengamati sejenak perubahan raut wajah gadis itu -yang tampaknya memang tidak ada- sebelum menangkupkan kedua pipi gadis itu dengan ibu jari dan telunjuknya. Kika meringis dalam hati tatkala kuku panjang Clara yang dicat gold menggores pipinya. Tapi ekspresinya tetap tidak berubah. Satu prinsip yang ia pegang teguh dalam situasi seperti ini. Ia tidak akan pernah sudi menunjukkan sisi lemah pada musuhnya -dalam hal ini, Clara. "An-noy-ing" Lanjutnya.
"Bintang nggak akan tinggal diam kalau dia tau ini" Kika menyunggingkan senyum miring saat raut gusar mulai bermain di wajah Clara. "Karena.. you know. He loves me. He cherish me dearly. I'm his and he's mine. NOT yours" kekosongan di mata Clara menatap tajam ke dalam birunya manik Kika. Bibirnya membentuk sebuah garis tipis tanda wanita itu menahan geram.
"Diam"
"Dia milik gue. Bintang punya gue. Dan hanya gue"
"Diam.." suara Clara bergetar.
"He's mine"
"DIAM!"
Plak! Plak! Plak!
Kika merasakan pipinya seperti terbakar. Telapak tangan Clara dengan keras menampar Kika berkali-kali. Nyerinya sampai membuat dengingan memenuhi kepalanya dan Kika dapat merasakan sudut bibirnya perih sekali. Ia tidak bisa melihatnya tapi ia tahu sudut bibirnya itu sedikit sobek. Menghibur diri, Kika membayangkan pola telapak tangan berwarna merah terpatri manis di pipi putihnya.
"Sudah?" Kika bertanya. "Udah mukulnya? Nggak ngubah kenyataan kalau Bintang tetap milik gue kan?" Mata birunya tidak teralihkan sedikitpun meski kini mata kosong di depannya mulai berkilat marah. Kika Ia sendiri bahkan bertanya-tanya mengapa ia begitu nekat menantang orang sakit jiwa di hadapannya itu.
Kemudian Kika sangat berharap bahwa kedua tangannya terbebas karena detik berikutnya Clara menjerit. Kika mengernyit mendengarnya. Lengkingan suaranya mungkin memiliki frekuensi lebih tinggi dari pekikan lumba-lumba dan mungkin dapat membuat gelas-gelas pecah. Oke lebay. Nyatanya tidak ada apapun yang terpengaruh oleh jeritan itu selain Kika.
Clara terengah-engah. Wanita itu menolehkan kepalanya yang sebelumnya menengadah. Menatap Kika dengan tatapan predator yang siap menyerang.
"Sudah?" Oh Kika benar-benar harus belajar untuk menggembok mulutnya.
"SHUT UP!!!!" Kika tidak bisa berbuat apapun tatkala pukulan demi pukulan menghantam wajahnya. Ia hanya dapat mengeraskan rahang demi meredam rasa sakit dan menutup matanya. Bermain dengan sugestinya bahwa yang memukulnya bukanlah tinju seorang manusia tapi hanyalah permen kapas.
Lima menit setelahnya Clara berhenti. Ia terengah-engah dan keluar dari ruangan.
Meninggalkan Kika yang wajahnya dipenuhi bercak kebiruan. Gadis itu mengernyit begitu merasakan segala rasa sakit yang menyerang wajahnya. Ia bisa merasakan sesuatu yang hangat mengalir diatas bibirnya.
"Oh shit gue mimisan" Gumamnya. Mencoba mengabaikan kepalanya yang terasa berdenyut sampai serasa akan pecah. Pasalnya yang dihajar Clara bukan hanya wajahnya. Wanita itu juga berulang kali menjambaknya, meninju kepalanya, dan membenturkannya ke sandaran kursi dan tembok di belakangnya.
Kika mendesah.
Ia merasa seperti heroine dalam sebuah cerita.
Ngomong-ngomong tentang cerita, apa yang akan dilakukan para heroine dalam film atau novel jika disekap seperti ini?
Mata Kika tertuju pada gelas dan botol champagne yang berada tidak jauh darinya.
Lagi, Kika menghela napas.
Sepertinya ia memang harus bergantung dengan kedua benda itu agar bisa pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With(out) Love
ChickLit"Saya nikahkan..." "Saya terima nikahnya.." "SAH!" Dan dunia tidak lagi sama untuk Bintang dan Kika. *** Salah paham Cemburu Cinta pertama Sakit hati Hancur Bangkit Bintang dan Kika merasakannya dalam Kehidupan pernikahan yang dimulai tanpa cinta **...