27. Hidden Truth

26.5K 916 5
                                    

Bintang benar-benar menepati ucapannya. Ia tidak protes ataupun ngambek saat Kika sedikit mengabaikannya untuk mengurusi Andra. Ia tidak tahu mengapa adik iparnya itu harus diperlakukan sedemikian manjanya oleh Kika karena menurutnya lifestyle Andra baik-baik saja. Laki-laki itu bukan tipe yang menyetok banyak mi instan ataupun minuman keras. Kopi juga tidak semaniak dirinya. Di kulkasnya bahkan masih ada makanan sehat seperti susu dan telur. Jauh lebih baik dibandingkan saat Bintang masih menjalani hidupnya sebagai bachelor di negeri orang dulu. Yang menghuni kulkasnya hanya pizza beku ataupun susu yang entahlah sudah kadaluwarsa berapa bulan.

Bintang juga tidak ngomel ataupun menginterupsi saat keduanya berbincang-bincang seolah dirinya tak kasat mata. Selama tingkah Andra masih dalam batas wajar ia tidak akan mempermasalahkannya. Ia ingin menghormati Kika. Meski itu artinya ia harus menahan gondok dan geram sendiri karena tahu bahwa Andra sengaja memanas-manasinya. Memilih memakan cake yang dibawakan teman Andra dalam diam.

"Bi, kamu lagi ngapain?" Kika muncul di samping Bintang. Tangannya menangkup mug yang menguarkan uap tipis dan aroma cokelat seperti membungkus gadis itu. Bintang menoleh dan tersenyum kecil.

"Mikirin kamuu" candanya. Bibir Kika mengerucut lucu. Ia menyesap cokelatnya perlahan. Dan tatapan Bintang yang sedang memperhatikan setiap gerakannya menghentikan sesapannya.

"Mau hot chocolate?" mug itu diserahkan Kika namun Bintang menggeleng. Alih-alih, pria itu memajukan tubuhnya sehingga wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti.

Chu

"It tastes better" Bintang nyengir setelah mencuri kecupan kecil dari bibir Kika yang kini hanya membatu.
Kali pertama Bintang menciumnya, Kika kalang kabut panas dingin dan bertanya-tanya. Ia bahkan sudah melupakan kejadian itu sampai ciuman keduanya tadi.

Bibirnya membuka dan menutup seperti hendak mengatakan sesuatu namun tidak ada suara yang keluar. Matanya berkedip dan satu kata untuk mendeskripsikan ekspresi di wajah itu. Confused.

Cengiran Bintang menghilang. "Can't I?" Nada merajuk dalam ucapannya membuat Kika hampir tertawa. Ia sedikit melupakan kenyataan bahwa jantungnya sedang jumpalitan dan organ dalamnya seakan terpuntir karena nervous. He's too cute for good dan Kika tidak tahu laki-laki bisa semanis itu. "Can't I, Ka?" Tanyanya lagi.

Puppy eyes. Cute voice. And her damn heart says yes almost immediately.

"Yaudahlah terserah kamu aja Bi" Mata sipit Bintang berbinar cerah.

"Terserah aku?" Kika mengangguk. Ia tidak yakin ia akan sanggup menolak permintaan pria itu. Meski seharusnya ia menolak diperlakukan seperti itu -that kiss. Namun otak warasnya mengatakan bahwa sebenarnya Bintang memang berhak atas hal itu. Bahkan lebih. Sejujurnya ia sedikit bersalah karena.. yah.. belum menunaikan kewajibannya sebagai istri sah dari Bintang. "Beneran terserah aku?" Kika kembali mengangguk. Binar di mata Bintang makin menjadi-jadi dan jantungnya yang jumpalitan serta perasaan perutnya yang seperti teraduk-aduk kembali.

Kika menelan ludah. Entah mengapa Bintang tampak sedikit aneh dan perasaannya mendadak tidak enak. Pria itu memajukan kembali tubuhya. Kali ini Kika bisa mencium aroma sesuatu yang kini membuatnya paham mengapa Bintang bertingkah aneh.

Alkohol.

Kika bergidik. Bintang tidak pernah minum. Setahunya laki-laki itu bukan peminum. Terus darimana alkohol itu berasal?

"Cantikaaa~" Kika bisa melihat pipi pria itu sedikit memerah. "Terserah akuu kaaannn?" Tanyanya dengan nada ditarik-tarik. Benar-benar khas orang mabuk. Gadis itu menjauhkan tubuhnya sedikit. Ia benci bau minuman keras. Bahkan sekelas wine Appleton Estate yang barumur 50 tahunpun ia benci baunya. Namun tangan Bintang menghentikan gerakannya. Menahannya di tempat. Kedua mata pria itu menatap lurus ke matanya meski Kika yakin kesadaran pria itu sudah berkabut.

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang