Dimakan ya. I'll pick u up at 11.
-B
Kika mendapati secarik memo di samping piring berisi sandwich yang ditutupi plastik wrap. Sudah dua minggu sejak ia pindah ke apartemen ini untuk tinggal dengan suami/pacar nya itu. Kadang kalau ia sedang tidak jaga pagi dan memilih untuk bertahan di kasur, ia akan menemukan hal-hal seperti ini di meja makan.
Memang bukan makanan yang wah. Sederhana saja. Tapi untuk ukuran Bintang -yg mengaku tidak pernah memakai pisau sebelumnya- sandwich dengan potongan beef dan potongan sayuran sudah tergolong hebat. Masih lebih baik dari sepotong roti cream Sariroti dari indomaret terdekat seperti saat pagi pertama Kika tinggal disini.
Tapi keningnya berkerut saat membaca memo itu. 11? Hari ini kan dia libur. Dia juga tidak merasa membuat janji apapun dengan Bintang.
Kika mengedikkan bahunya. Yasudahlah. Selama dua minggu ini ia dan bintang memang sangat sibuk. Mereka hanya bertemu di pagi hari (itupun kalau bangunnya bersamaan) dan setiap Bintang menjemputnya di rumah sakit. Kalau tidak dijemput yasudah, tidak bertatap muka. Untung saja mereka berada di dunia modern dimana komunikasi sudah sangat mudah.
Gadis itu memakan sandwich nya sambil menonton siaran CNN di ponselnya. Matanya memang menatal layar. Tapi pikirannya masih dipenuhi sesuatu yang lain. Sesuatu yg sama dengan yang membayanginya setiap hari selama dua minggu ini.
Ia menghela napas.
Ia masih ingat detailnya. Jelas.
"Bi Starbucks dulu yuk sebelum pulang" Kika menarik ujung polo shirt yang dikenakan Bintang supaya laki-laki itu berhenti dan menatapnya. Keduanya baru saja mendarat di Bandara Soekarno Hatta setelah penerbangan 2 jam langsung dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar.
"Boleh. Aku juga belom ngopi hari ini" Bintang mengikuti keinginan istrinya itu dan keduanya berjalan ke Starbucks. Kika duduk di salah satu kursi dan Bintang menaruh barang mereka di kursi yang berseberangan dengan gadis itu.
"Mau kemana Bi?" Tanya Kika saat melihat laki-laki itu menaruh jaket dan ponselnya di atas meja tapi kakinya melangkah menjauh.
"Toilet." Sahut Bintang. "Titip ya Ka" katanya lagi seraya berjalan cepat -hampir berlari kecil- ke toilet terdekat.
Kika memesan Greentea Frappucino untuk dirinya dan Ice Americano untuk Bintang. Gadis itu baru menikmati hirupan pertama frappucino nya saat benda elektronik persegi panjang tipis milik Bintang bergetar tiada henti selama dua menit penuh. Diraihnya ponsel itu dan ia hampir tersedak saat melihat screensaver disana. Fotonya saat tidur di pesawat saat flight ke Bali semalam. Ia mengumpat saat melihat android laki-laki itu dikunci password.
Dan matanya melebar saat melihat pop up chat LINE yg membuat benda itu bergetar dari tadi.
Clara Cyntia : hon km dmn
Clara Cyntia : hon I miss u. Pick up my call pls
Clara Cyntia : kt Setia km udh d indo? Knp g blg?
Clara Cyntia : hon lusa aku k jkt. Jmpt d bandara y
Clara Cyntia : knp km g bales cht aku hon?Dan seterusnya.. dan seterusnya..
Kika tidak lagi melanjutkan membaca kiriman chat dari perempuan bernama Clara cyntia itu. Mungkin dia adalah pacar.. atau mantan pacarnya Bintang? Kika tidak bisa memastikannya. Tapi ia bisa menyimpulkan bahwa -terlepas dari hubungan apapun diantara wanita itu dan Bintang- suaminya itu tidak menghiraukan Clara. Atau menghindarinya.
Kika ingin percaya dengan Bintang. Ia sendiri sudah memutuskan untuk membatasi hubungannya dengan laki-laki lain, meski itu hanya sebatas pertemanan.
Bukannya ia cemburu atau apa. Tapi untuk memulai rencana "pacaran dulu sebagai penjajakan pasca nikah"nya, ia harus bisa percaya bahwa Bintang juga akan melakukan hal yang sama. Bahwa tidak akan ada perempuan selain Kika semasa hubungan mereka masihlah bertatus pasangan.
Kika ingin percaya. Ia harus percaya.
Meski dalam hati kecilnya ia sedikit meragukan Bintang. Ingin rasanya ia mengorek-ngorek tentang hubungan laki-laki itu dengan clara.
Tapi Kika mengurungkannya. Sejujurnya ia takut. Takut dengan fakta terburuk yang bisa saja ia jumpai nantinya.
Jadi ia diam saja. Berpura-pura tidak tahu apapun meski isi kepalanya dijajah rasa curiga.
Jeritan ponselnya membuyarkan lamunan Kika. Ia melihat Line Bintang merequest nya untuk video call. Ia menerima panggilan tersebut dan langsung mendapati wajah cerah laki-laki itu di layar.
"Morning sleepyhead." Katanya riang. Kika tersenyum kecil. Akhir-akhir ini Kika menyadari bahwa dibalik sifat iseng dan dewasa Bintang, masih ada sisi kekanakan yang Kika ingat ada dalam diri Bintang saat kecil dulu.
"Morning Pak Direktur" jawabnya seraya menghirup greentea yang tadi diseduhnya sebagai teman makan sandwich. Bintang tertawa melihat penampilan berantakan istrinya itu.
Kantung mata yang jelas kelihatan. Rambut sebahu acak-acakan yang diikat sekenanya. Daster motif batik yang sudah butut yang dibelinya selusin di tanah abang empat tahun lalu. Poin yang terakhir itu sebenarnya cukup mengagetkan Bintang. Seumur hidupnya ia tidak pernah benar-benar melihat wanita memakai daster. Ibunya dan adiknya tidak ada yang pengguna daster. Ia pikir wanita berdaster hanya ada dalam sinetron.
Dan pemandangan Kika dan dasternya selalu lucu di mata Bintang. Bule berdaster. Perutnya dicubit Kika sampai hampir biru begitu ia ledek demikian.
"Udah dimakan sarapannya?" Kika mengangguk dan mengarahkan kamera ponselnya ke piring yang kini sudah kosong. "Oke kalo gitu. Jangan lupa jam 11 ya Ka"
"Emang ada apa jam 11?"
"Let's go on a date!" Seruan Bintang itu membuat Kika melongo.
"Apa?"
"Date Cantika, Date! Pokoknya kamu siap-siap aja nanti jam 11 aku jemput di rumah" kata Bintang bersemangat. "Oh ya. Jangan cantik- cantik dandannya ya. Aku nggak mau laki-laki lain ngeliatin kamu" kika mendengus.
"Dasar gombal. Memangnya laki-laki yang punya mata cuma kamu?" Bintang hanya tertawa.
"Pokoknya gitu. See you later Mrs. Girlfriend"
"Bye Mr. Boyfriend"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With(out) Love
ChickLit"Saya nikahkan..." "Saya terima nikahnya.." "SAH!" Dan dunia tidak lagi sama untuk Bintang dan Kika. *** Salah paham Cemburu Cinta pertama Sakit hati Hancur Bangkit Bintang dan Kika merasakannya dalam Kehidupan pernikahan yang dimulai tanpa cinta **...