18. Pacaran

33.7K 1K 7
                                    

"Ibu duluan ya Nduk. Jagain istri kamu. Jangan kerja mulu.." Ibunda Bintang mengecup pipi putranya sebelum cipika cipiki dengan Kika. Setelah memastikan wanita paruh baya itu masuk ke mobil, Bintang menghela napas. Sedangkan Kika cekikikan.

Biasanya ibu mertua akan memberi petuah kepada menantunya yang bekerja. Seharusnya Kika yang diberikan nasihat 'urusin suami kamu, jangan kerja melulu'. Tapi ini kebalik.

"Sejak kapan kamu deket sama Ibu?" Bintang menatap Kika heran. Ia tidak pernah mendengar Kika berceloteh tentang ibunya. Ia tadinya sudah ketar-ketir kalau istri dan ibunya tidak akan cocok, mengingat mereka hanya bertemu beberapa kali dan setahunya tidak banyak interaksi diantara merek. Tapi dugaannya salah besar. Justru ia yang menjadi obat nyamuk diantara dua wanita itu. Ibunya terlalu menyukai Kika. Dan sepertinya kini lebih menyayanginya dibanding Bintang.

"Kenapa? Cemburu?" Ledek kika.

"Yyaa nggak. Masa cemburu sama Ibu sih. Aku kan cuma nanya sejak kapan kalian deket" gerutu Bintang. Ia membukakan pintu mobilnya dan Kika masuk.

"Aku sama Ibu kamu itu sering teleponan lho Bi" sahut Kika begitu Bintang sudah mengenakan seat belt.

"Masa sih? Kamu aja jarang teleponan sama aku"

"Tuh kan cemburu" Kika menyeringai. "Kamu cemburu karena aku deket sama Ibu.. apa karena Ibu lebih perhatian sama aku?" Bintang berdecak.

"Nggak dua-duanya. Kamu ini aneh-aneh aja deh" Kika tertawa mendengar gerutuan suaminya itu.

"Alright alright" Bintang tidak bicara lagi. Fokus dengan setirnya. Kika menghentikan kegiatannya meledek Bintang. Ia diam. Memandangi figur Bintang dari samping.

Bintang hanya memakai kaus cokelat dan jins hitam. Matanya sipit. Hidungnya mancung, tempat bertengger sebuah kacamata tanpa frame. Rahangnya tegas. Bibirnya seperti bentuk hati. Seksi.

Kika hampir tersedak dengan ucapan batinnya sendiri.

Kika sadar akhir-akhir ini ia dan Bintang sudah jauh lebih dekat dari sebelum mereka menyelesaikan kesalahpahaman Kika. Ia tanpa sadar jadi sering memerhatikan laki-laki itu. Apalagi sejak kejadian kemarin pagi. Pandangan Kika spontan berhenti lebih lama di bibirnya Bintang.

Seperti saat ini.

Sontak pipi Kika bersemu. Buru-buru ia menoleh ke arah kaca. Pura-pura sibuk memandangi pemandangan. Padahal apalah pemandangan yang bisa didapatnya di tengah-tengah kemacetan Jakarta ini.

Akhirnya Kika tidak tahan lagi. Ia tidak suka diam. Tidak bisa, tepatnya. Kalau diam lebih dari lima belas menit dijamin ia akan pulas tertidur. Dan ia tidak ingin mengulang kesalahannya di kencan pertama mereka.

Kika tertegun.

Apa sebenarnya ini adalah date? Bintang nggak bilang apa-apa soal kencan. Aku juga baru kepikir kalo mungkin ini adalah kencan. Ya ampun Kika, lemotmu keterlaluan.

Kika memarahi dirinya dalam kepalanya. Bagaimana bisa ia salah mengartikan ajakan jalan Bintang sebagai jalan kaki?

"Kita mau ngapain sih kesana Bi? Kan baru makan juga tadi sama Ibu" Ucapnya setelah perdebatan di kepalanya selesai.

"Pacaran"

"Hah?"

"Pacaran, Cantika"

"..."

"Kenapa? Kamu nggak tau pacaran itu apa?"

"..."

"Yaudah browsing sana. Cari di google"

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang