Audisi

7.9K 596 2
                                    

"PIPI LO KENAPA CIT LEBAM GITU?!" Citra dengan segera langsung membekap mulut Alfa di akhir kalimatnya.

"Shut ah, brisik lo Fa!" kata Citra pelan dengan tangan yang masih membekap bibir tipis Alfa.

"Seluruh siswa harap segera turun ke lapangan untuk mengikuti upacara bendera"

Suara Bu Anin yang biasa mengumumkan seruan berkumpul di hari Senin menyeruak dari speaker yang di patri di setiap kelas.

Citra melepas tanganya dari wajah Alfa perlahan.

"Woy Cit, Fa, buruan ke lapangan!" Reza yang tadi sudah terlebih dahulu keluar kembali melongok melihat Citra dan Alfa yang masih bertengger di kelas.

"Iya, Za, gue bentar lagi kesana. Lo duluan aja, Pak Ronald pasti bentar lagi ngecek barisan kelas kita udah di siapin belom."

Reza terlihat melirik ke arah lapangan sejenak.

"Yaudeh, buruan yak!" seru Reza, kemudian berlalu meninggalkan Citra dan Alfa yang masih mengamati hilangnya punggung Reza.

"Ceritanya panjang Fa, abis upacara gue jelasin deh. Sekarang mending kita buruan deh ke lapangan, gue males kalo sampe Pak Ronald ngecek barisan terus kita gak ada, ntar nyampe sana bisa-bisa di introgasi."

"Bener ya?! Yaudah ayok deh."

Citra memakai topi kemudian beranjak menuju lapangan dengan Alfa yang mengekor di belakangnya.

________________

"Fa, lo diem kenapa? Kaya cacing kepanasan deh lo!" Citra berbisik pelan di telinga orang yang berdiri di deretan 2 terakhir, di depanya.

Walaupun sudah kena kartu kuning dari Citra, tetap saja Alfa tak kehabisan tingkah. Sejak amanat pembina upacara dimulai Alfa memang sudah seperti manusia yang kehabisan oksigen. Kadang berdehem sambil memainkan kuku, setengah berjongkok memegang lutut, lompat-lompat tak jelas, dan serangkaian gerakan lainya.

Bukanya apa, Citra hanya malas kalau sampai guru piket yang berjaga sampai menghampiri tempat mereka.

Melihat Alfa yang tak mempan dengan teguran pelanya, Citra hanya mendengus pelan.

Rasa bosan melanda perempuan berkerudung putih panjang di barisan paling belakang itu. Jelas aja bosan, sudah 20 menit berlalu tapi Bu Ningtyas yang sedang berceramah di depan tak kunjung usai. Citra menghela napas pelan, entah kenapa kejadian kemarin sore terus menggelayut di pikiranya. Rasanya Citra seperti sedang diberi sebuah teka-teki yang sangat minim klu-nya. Nalarnya terus meraba-raba titik hitam antara Agra dan Adrian, dua lelaki yang bagaikan langit dan bumi di mata banyak orang.

"Kamu tuh ya maumu apasih?! Baru juga selesai kena hukuman, udah minta dihukum lagi!"

Suara Pak Hilmi yang cukup keras, sontak membuat beberapa anak di barisan belakang memutar pandangan ke arah datangnya suara.

Citra refleks menoleh pada sumber suara yang diproses telinganya.

Agra? Kenapa lagi sih dia batin Citra melihat Agra yang sedang dicerca Pak Hilmi.

Tanpa sadar, semua indra Citra terfokus pada Pak Hilmi dan Agra. Tak sengaja matanya yang sedari tadi tak berkedip bertemu pandang dengan cowok yang pagi ini baru kembali diliatnya.

Agra sesekali mencuri pandang ke arah Citra yang kini sudah kembali mengalihkan tatapnya kedepan. Jelas saja pagi ini dia sudah kena semprot guru BK. Siapa pula yang tidak diomeli kalu mengikuti upacara tanpa memakai atribut apapun, dan dengan pedenya menganggu temanya.

"Kamu denger gak saya ngomong apa?!" Bentak Pak Hilmi yang kini kembali menaikan intonasinya melihat Agra yang terus melirik ke arah lain.

Citra yang berpura-pura fokus dengan rentetan kalimat Bu Ningtyas yang masih meluncur, sebenarnya ingin sekali memutar kepalanya, mendengar bentakan Pak Hilmi. Tapi setelah eye contac kilat dengan Agra tadi, rasanya enggan dia mengalah dengan gengsinya.

Bad Boy Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang