Pemintaan Seorang Ibu

7K 514 4
                                    

Citra kini duduk di meja makan dapur, melihat Agra yang asik bermain dengan anak-anak panti di ruang tengah. Sedari tadi ia memang membantu banyak bunda memasak, dan kata bunda biar dia yang meneruskan, sedangkan Citra di suruhnya menunggu di meja makan.

Rahang kokoh Agra tak jarang terbuka dan tertawa lebar, senyum indah juga tak henti terlukis dari bibir milik lelaki jangkung dengan kaos hitam polos itu. Citra seperti seringkali melihat dua sosok yang berbeda. Agra terlihat begitu nyaman dengan anak-anak itu, tertawa lepas, tawa yang sangat jarang ia pertontonkan. Agra... nama itu entah kenapa kini mulai bisa mengulik hati Citra, kadang membuat matanya berair tapi berikutnya langsung berganti senyuman serta tawa dan canda. Mata Citra tak lelah terus memandangi pemandangan langka di hadapanya, tanpa terasa bibirnya mengulas senyum lebar, dan sesekali ikut tertawa kecil saat Agra melakukan hal-hal lucu. Agra yang kini di hadapanya seolah bukan Agra yang ditakuti, tangan yang biasa ia liat mengepal kini membelai penuh kasih sayang.

"Citra, bengong saja, ini bunda bikini teh, diminum ayo" tepukan pelan dari bunda di bahu Citra membuat matanya beralih pada sosok bunda, dengan senyum yang belum juga luntur.

"Ehh bunda pake repot-repot, tapi makasih ya bunda, pasti tehnya enak banget" puji Citra yang di sambut seringai wanita berkulit kuning langsat di hadapanya

"Nak Citra ini bisa saja" balas bunda disusul tawa

Hening sejenak, Citra menikmati teh beraroma jasmine buatan bunda sembari di iringi suara tawa anak-anak dari ruang tengah, bunda terus memandangi anak muda yang begitu di kenalnya sejak bertahun-tahun lalu.

"Agra gapernah bawa temanya loh kesini, apalagi kamu perempuan" Suara bunda memecah sunyi antara mereka

Citra yang mengerti kemana arah pembicaraan bunda langsung mengehentikan kegiatan menyerupit tehnya, menjawab dengan salah tingkah.

"Kita temen doang kok bun, sahabat" jawab Citra sekenanya

Bunda hanya tertawa kemudian kembali diam sesaat

"Citra, walaupun kamu enggak mengakui ada apa-apa antara kalian, bunda tau Agra sebenarnya menaruh hatinya dalam pada kamu, dia belum pernah percaya sama seseorang sampe berani ngajak dia kesini sejak bertahun-tahun lalu" Ucap bunda kembali membuka percakapan.

Citra memerhatikan wajah bunda lekat, terlihat jelas wanita di depanya ini adalah orang yang begitu penuh dengan kasih sayang, senantiasa menjulurkan tangan dan memberi dekapan hangat pada orang-orang di sekitarnya, wajar Agra juga terlihat begitu menghormati dan menyayanginya.

Bunda menghela nafas kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Dan mungkin kamu juga merasakan rasa yang sama tapi belum mau mengakuinya, kalaupun tidak bunda harap suatu saat jawabanya akan berubah menjadi iya. Citra, bunda bisa minta tolong?" Tanya bunda sambil mengalihkan padanganya pada Citra dengan tatap penuh pengaharapan.

"Apa bunda?" Jawab Citra lirih.

"Tolong nak, kalau suatu hari hati Agra sudah berada dalam genggaman mu, tolong jangan kau hancurkan, genggam ia dengan lembut, jaga dia dengan kasih sayang. Anak itu, Agra, dia memang terlihat sekuat baja di luar, tapi tak ada yang tau kalau kenyataanya dia begitu rapuh dan lemah dalamnya, sedikit saja tersenggol dia akan oleng dan jatuh, kembali menjadi kepingan dan sekali lagi tanpa sisa" tangan bunda kini menggengam jemari Citra dengan mata berair

"Bunda tau Citra kamu anak yang baik, kamu bisa membawa harapan baru pada Agra, tapi tolong Citra sekali kamu berikan harapan itu wujudkan, setidaknya jangan kamu hancurkan. Jangan beri dia harapan beracun, harapan yang semu berisi omong kosong. Percayalah Citra Agra anak yang baik, sayang rasa benci pada dirinya sendiri, tanpa sadar telah membuat tembok kokoh dalam dirinya, dan siapapun tak bisa meruntuhkanya, memukulya saja akan membuat si pemukul terpental jauh ke belakang, tapi tidak dengan kamu Citra. Kamu tak pernah berusaha meruntuhkan tembok itu, apalagi memukulnya, kamu justru memberi Cinta dan kasih sayang, membuat tembok es dalam diri Agra luluh sendirinya karena hangatmu. Citra, kamu mau kan berjanji sama bunda buat terus berada di sisi Agra, kalaupun memang kamu nggak bisa dampingi dia sebagai pasangan nantinya, setidaknya terus berada di belakangnya mendukung sebagai teman dan sahabat, mau kan Citra?" Air mata bunda terus menetes di pipi halusnya, Citra yang sedari tadi mendengarkan omongan bunda baik-baik kini tanpa sadar ikut membentuk bendungan di matanya yang mulai memerah.

Bad Boy Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang