Di Bawah Bintang

7.8K 654 0
                                    

Citra langsung turun dari motor dengan perasaan heran.

Selama di jalan tadi, Citra terus bertanya sendiri kemana sebenarnya tujuanya.

Tak ada apapun yang bisa di lihat selain gelap.

Citra berjalan perlahan, menyikirkan dedaunan menggantung yang menutupi cahaya.

Dan kini dia terdiam melihat pemandangan di depanya. Dia tersadar kalau berada di atas bukit.

Langit malam yang dihias bintang-bintang diiringi gemelisik angin, serta cahaya bulan yang tersenyum hangat membuat Citra membisu di tempat. Sudah lama sekali rasanya dia tak melihat pemandangan seperti ini, apalagi di langit metropolitan. Hanya asap kendaraan dan macet yang jadi pemandangan sehari hari.

"Belum sholat magrib kan?" Agra memecah lamunan Citra.

"Astaghfirullah, oiya!" Seketika Citra menepuk jidatnya.

Agra segera menghamparkan tikar dan sajadah di bawah langit malam dan rembulan.

"Keranya disana." Agra menunjuk ke arah kanan.

"Sholat disini?" Citra bertanya sumringah.

"Belum pernah nyobain kan sholat begini?"

Citra langsung mengambil wudhu dengan senyuman yang tak lenyap dari bibirnya.

"Kok cuma satu?" Tanya Citra menunjuk sajadah yang memang cuma satu.

"Sholat buruan, sebelom waktunya abis."

Mendengar perkataan Agra, Citra tak banyak tanya dan langsung memakai mukena, bergegas sholat.

"Assalamualaikum warahmatullah" Bisik Citra pada angin malam mengakhiri sholatnya.

Citra masih duduk diatas sajadah, sejenak memandang lukisan yang tersungkur dihadapanya.

Rasanya nyawa jadi balik lagi ngeliat bumi di kala malam kayak gini! Batinya.

Sesekali Citra menarik nafas, kemudia  menghembuskanya di tengah udara dingin.

Sementara itu lelaki dengan kaos hitam polos yang membawanya ke tempat ini, duduk di belakangnya sambil menoreh senyum.

Citra menyudahi munajatnya kemudian melpas mukena dan berjalan kembali menuju tempat Agra.

Tak ada suara. Hening.

Hanya bintang yang memantau dua insan. Kadang Citra tersenyum memandangi kota dikala malam. Agra juga sama, kadang ia tersenyum, tapi bukan karena pemandangan, melainkan melihat senyum Citra lewat pandangan curi-curi yang sekilas.

"Makasih ya udah bantuin gue, makasih juga udah ajak kesini." Citra memulai dengan senyum yang masih di bibir.

Agra hanya tersenyum kecil sambil mengangguk.

"Gra, tadi lo kenapa sih bisa sampe tawuran gitu?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar juga.

Sedari tadi dia memang sudah ingin menanyakan itu, tapi rasanya momenya belum tepat. Sekarang setelah disuguhkan bintang yang bersanding dengan gelap malam dan rembulan, rasanya bibir Citra lebih ringan untuk bertanya pada Agra.

"Ya, gitu deh!" Citra mendengus sebal melihat Agra yang menjawab pertanyaan seriusnya dengan nada selengean khasnya.

Pandangan Citra kembali menatap lurus.

"Gra, tadi lo diomelin abis-abisn ya sama Pak Hilmi? Dan sorry nih, tapi kalo gue denger tadi katanya lo bakal di skors ya?" Citra bertanya sambil mengubah arah pandanganya kini menatap Agra.

Agra tertawa kecil.

"Saya udah biasa diomelin gitu, dan masalah skors saya justru seneng. Lumayan nambah-nambahin libur, bosen belajar terus." jawab Agra yang sesekali menoleh ke arah Citra.

Citra menatap Agra bisu, tak mengerti lagi harus berkata apa.

Hening kembali menyeruak diantara mereka, ditengah malam bersuara jangkrik samar.

"Lo bakal diomelin bokap lo dongm" Citra kembali membuka suara.

Agra tersenyum sinis sambil menunduk, kemudian kembali mendongak menatap Citra.

"Mau saya masuk UGD juga mungkin Papa gak bakal mau tau. Tadi yang ke sekolah juga mang Diman. Papa cuma nganggep saya itu kaya peliharaan, di titipin ke orang terus di kasih duit buat ngurusin. selesai."

"Sorry sebelumnya, bukanya gue mau ikut campur atau gimana. Tapi gue yakin Gra, bokap lo itu sayang banget sama lo. Gak ada di dunia ini orangtua yang gak sayang anaknya. Bokap lo kerja keras demi bahagiain lo." Citra meluncurkan kata perkata dengan hati-hati agar tidak menggores perasaan Agra.

"Saya gak butuh uangnya. Kalaupun saya harus tuker semua apa yang saya punya demi kehidupan saya yang kaya dulu, saya rela, Ni. Sayangnya waktu terlalu cepat ngerenggut semua Cinta yang saya dapet, bahkan walaupun di kehidupan sebelumnya cinta yang saya dapet begitu minim."

Citra lagi-lagi dibuat bungkam mendengar penuturan Agra.

"Gra, mulai sekarang, kalau lo mau, lo bisa ko anggep Abi gue dan Bang adam sebagai ayah dan kakak lo juga. But please Gra, jangan tawura lagi. Gue percaya lo itu anak baik sebenernya, jadi sekarang kalo lo mau tawuran tolong inget keluarga lo, gue, Abi, Bang Adam, bakalan kecewa juga. Inget gue sahabat lo!"

Agra diam mendengar apa yang Citra ucap. Tak dapat ia pungkiri, Citra telah berhasil menyinari sisi beku dirinya yang kini perlahan leleh. Hati Agra tak menemukan setitikpun kebohongan dari setiap kata yang meluncur dari Citra. Pertahananya perlahan dikikis ketulusan Citra.

"Udah malem, pulang yuk" kemudian Agra langsung beranjak menuju tempat dia parkir tanpa menunggu jawaban Citra.

Citra berjalan pelan menyusul Agra. Sebenarnya masih ada pertanyaan yang mengganjal di hatinya. Memang seperti apa 'kehidupan yang dulu' yang di maksud Agra? Ingin rasanya bibirnya bertanya pada Agra, tapi Citra mengurungkan niatnya, tak mau membuat perasaan Agra menjadi lebih tak bisa ia baca.

Motor sport hitam milik Agra akhirnya sampai di depan gerbang rumah bernomor delapan.

"Makasih." ucap Citra sambil menyerahkan Helm.

"Saya sering liat pemandangan yang lebih bagus dari tadi."

"Demi apa? Dimana tempatnya?" Citra bertanya antusias

"Nih, depan saya." kata agra sambil memajukan dagu menunjuk Citra.

"Yahelah, gue kira udah ilang penyakitnya, kambuh lagi taunya!" kata Citra memutar bola mata.

"Yaudah, saya balik ya" Agra menyalakan mesin motornya.

"Iya" ucap Citra datar.

"Gamau bilang ati-ati gitu?"

"Yaelah Gra, rumah lo tinggal nikung doang. Gak nyampe 3 menit!" jawab Citra sebal.

Agra hanya tersenyum kemudian bersiap untuk jalan.

"Wa'alaikumsalam" sergah Citra sebelum agra berbelok menuju rumahnya.

Agra hanya menoleh menatap Citra yang sudah beranjak masuk beberapa menit, kemudian kembali ke rumah.

Bad Boy Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang