teka-teki

4.4K 311 69
                                    

Assalamualaikum,
Akhirnya lanjut juga hehe.

Sebelumnya aku mau minta maaf banget kalo lanjutanya jelek banget, maklum udah lama banget gak nulis tiba-tiba nulis lagi dan harus langsung ke bagian pentingnya.

Okelah, enjoy reading cerita yang semerawut ini ya😊

"Selamat ya, udah resmi jadi bapak dokter beneran sekarang, bukan gadungan lagi." Kalimat Zahra memecah keheningan diiringi tawa kecilnya yang terdengar canggung.

"Terimakasih, ibu relawan yang sempet buat saya jadi dokter gadungan." Adam berusaha membalas Zahra 'sebiasa' mungkin, walaupun kini debaran jantung berpacu luar biasa.

Hening kembali merayap. Entah sejak kapan suasananya menjadi sekaku ini. Dan apakah ini firasat Zahra saja, atau entahlah...
Yang jelas kalimat ganjil yang diucapkan Adam tadi, dengan konyolnya bisa membuat seorang Fatimah Azzahra kehabisan tingkah sampai sejauh ini.

Adam masih terus menyemangati dirinya sendiri. Sebenarnya dia tak terlalu buruk dalam hal sastra dan bahasa, tapi kenapa sekarang hanya merangkai kata-kata indah untuk melamar seorang gadis saja rasanya sulit minta ampun. Otaknya seperti beku. Kata-kata indah yang sudah ia persiapkan tadi malam seolah terkubur dalam-dalam oleh tumpukan kata ilmiah dan nama organ manusia.

Adam tak mengerti lagi, kenapa ini begitu mendebarkan. Bahkan lebih mendebarkan dibanding ketika pertama kali ia secara langsung melihat perut manusia yang terbuka dan dengan jelas memamerkan organ pencernaan, seperti usus dan kawan-kawanya.

'Ayolah Adam, mana tau ini adalah kesempatan terakhir. Gak boleh di sia-siakan!' Batinya memaksa diri sendiri.

"Ra, maaf sebelumnya, tapi orang tua kamu udah meninggal dua-duanya?" Ujar Adam dengan hati-hati.

Ya, belakangan ini Adam baru tau kalau Zahra adalah yatim piatu. Ayah dan ibunya meninggal dalam kebakaran. Hanya dia dan adiknya yang selamat. Dan ibu yang waktu itu melephonenya adalah seorang wanita tua yang sempat dirawat berbulan-bulan oleh Zahra sewaktu terjadi tsunami di Aceh. Ibu itu ternyata adalah wisatawan dari Jakarta. Namanya ibu Wiwid. Ketika Bu Wiwid bertemu keluarganya dan harus pulang ke jakarta, dia telah menganggap Zahra sebagai anaknya sendiri. Dan saat tau Zahra hendak menetap beberapa waktu di Jakarta, Bu Wiwid lah orang pertama yang meminta atau lebih tepatnya mengharuskan Zahra untuk tinggal di rumahnya selama gadis itu ada di ibu kota. Dan Zahra kini sebatang kara, sebab dia juga tak tau apakah ayah dan ibunya masih mempunyai saudara atau tidak.

"Ya, kalau gak salah aku sudah pernah cerita kan tentang musibah kebakaran itu?" Jawab Zahra polos.

"Syukurlah, kalo begitu berarti aku bisa langsung ngomong sekarang."

Kening Zahra berkernyit mendengar ucapan lelaki di sampingnya. Ucapan Adam semakin membuat gadis itu tak mengerti.

"Ngomong? Apa?"

"Fatimah Azzahra, aku bakal kelihatan gak waras di mata kamu." Adam mengambil nafas sebentar. "Setelah beberapa hari aku lebih dalam mengenal kamu, tau siapa kamu, aku yakin inshaAllah kamu adalah muslimah yang dirindukan surga. Seorang wanita yang solehah."

Tanpa sadar wajah Zahra berubah warna. Wajah putihnya langsung bersemu merah. Persis seperti kepiting rebus.

Astaghfirullah cobaan apa ini? Kenapa hatinya begitu senang mendengar pujian dari Adam barusan?

"Bismillah, aku mencintai kamu. Tapi aku gak mau perasaan ini justru menjadi ladang dosa buatku nanti. Jadi..." kalimatnya menggantung, membuat oksigen seolah semakin menghilang dari sekitar Zahra.

Bad Boy Syar'iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang