[13] Sandiwara Asing

4.8K 458 31
                                    

Kamu lihat jurang itu, yang berdiri di antara aku dan kamu? Jurang yang bernama kenangan; memisahkan kita yang dulu dan kita yang sekarang.

***

Note: Paragraf yang di-italic adalah kilas balik/flashback.

Dua hari setelahnya, ketika Rena kembali dari kantin bersama Risa dan Laras, speaker yang dipasang di sudut-sudut sekolah berbunyi. Keras dan menggaung, menarik semua perhatian murid yang saat itu tengah berlalu-lalang di koridor; termasuk Rena dan kedua temannya.

"Pengumuman kepada seluruh peserta lomba musikalisasi puisi, diharap berkumpul di Aula Utama pada pukul satu siang, untuk melaksanakan technical meeting. Sekali lagi, kepada seluruh peserta lomba musikalisasi puisi–"

Mata Rena refleks melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya; pukul sepuluh. Itu berarti, hanya tersisa dua jam lagi. Ia meringis pelan, dalam hati menggerutu sia-sia karena percuma saja mengeluh di keadaan seperti ini. Hal yang paling tidak ia inginkan pada akhirnya pasti tetap akan terjadi.

Technical meeting? Hal itu memiliki dua arti. Pertama, ia akan pergi berdua dengan Raffa menuju Aula Utama, yang pasti suasananya akan sangat canggung dan tidak mengenakan. Kedua, setelah menyimak arahan yang diberikan pengurus OSIS, mereka pastinya harus segera berlatih agar membuahkan hasil yang maksimal.

Oh, ayolah. Rena semakin bercita-cita ingin menemukan mesin waktu, supaya ia bisa menekan tombol skip atas kejadian-kejadian yang tidak ingin ia lewati.

"Ren?" Laras menyenggol sikunya. "Buset, muka lo langsung pucet."

Rena menghela napas panjang. "Gila ya, gue akhir-akhir ini kena sial mulu," gumamnya sambil melanjutkan langkah dengan gontai. "Waktu itu masuk UKS, sekarang ikut technical meeting sama– ya, sama dia. Besok apa lagi?"

"Besok latihan berdua di ruang musik," celetuk Risa yang membuat Rena segera melempar pandangan tajam. Temannya itu buru-buru mengangkat telunjuk dan jari tengahnya, membentuk huruf V.

"Lo emang gak bisa ngehibur orang ya!" dengus Laras ikutan jengkel.

Risa hanya menggedikan bahunya dan terkekeh pelan. "Masalah kayak gini harus dihadapai dengan senyuman, gengs. Karena senyuman bisa membawa berkah. Siapa tau nanti Raffa tiba-tiba berubah jadi Shawn Mendes. Aaaa!"

"Fangirl delusion," ucap Rena dan Laras bersamaan. Langkah mereka berhenti di depan kelas 12 IPA-3, bertepatan dengan Gilang yang hendak melangkah keluar. 

"Gue masuk duluan ya." Rena menepuk pundak Risa dan Laras bergantian.

Tetapi belum sempat kakinya menginjak lantai kelas, tubuh Gilang menghadang jalannya tepat di ambang pintu.

"Apa sih?" Rena mencari celah ke samping, dan Gilang menutup celahnya secepat kilat.

"Lang."

Gilang diam di tempat. Tidak menjawab. Matanya hanya memandangi Rena tanpa ekspresi.

"Lang."

"Lang, gue mau masuk."

"Gilang Adlar–"

Satu detik, napas Rena serasa berhenti. Tangan Gilang tiba-tiba menyentuh dagunya, sebelum tiba-tiba menyengir tak berdosa. "Ada nasi," katanya santai, masih dengan cengiran lebar, dan jari menunjukkan sebutir nasi yang diambilnya dari dagu Rena.

Lantas pergi dari sana begitu saja.

"APAAN SIH, GILANG!"

Dengan punggung menjauh Gilang berseru, "Jangan lupa technical meeting jam satu!"

R untuk RaffaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang