I've been running from the pain
Trying not to feel the same
But it's a shame
that we're sinking– Cash Cash
***
Adhysta Maureen menatap ponselnya dengan pandangan hampa, tanpa ada niat mengetik apa-apa. Sebuah chat room dengan seseorang terbuka di sana menampilkan banyak pesan yang ia kirim tanpa balasan. Hanya sebuah tulisan 'read' kecil yang terpampang.
Dhysta: Don't sleep too late, Raf
Dhysta: G'night
Dhysta: Good morning, Raf
Dhysta: Drive safely, put your seat belt on
Dhysta: Don't skip your lunch
Read
Ada banyak hal yang telah dipelajarinya, mulai dari pertama kali menjejak kaki di Singapura hingga kembali ke Indonesia. Mulai dari pertama kali jatuh cinta, hingga patah hati untuk kedua kalinya. Kedatangan dan kepergian, keberangkatan dan kepulangan, sampai kehilangan. Dan di atas segalanya, jatuh-bangun selalu menjadi perkara yang pasti.
Tapi satu hal yang tak ia pahami: kemana perginya orang-orang ketika dirinya butuh bantuan?
Orang-orang bilang, menyesal adalah tindakan percuma. Namun hal lain apa yang bisa dilakukannya selain membiarkan diri jatuh ke dalam rasa sesalnya sendiri?
Karena kali ini, dia tak bisa menolong dirinya untuk bangkit.
Dan tak ada orang yang membantu.
Kejadian siang kemarin telah merusak semuanya.
"Aku benci, Raf. Aku benci kamu yang tiba-tiba belain Rena. Are you losing your mind? Kamu bahkan gak pernah berbuat baik buat dia, tapi sekarang kamu berubah jadi sok pahlawan!"
Raffa memang tampak terkejut selama beberapa detik mendengar suara Dhysta yang meninggi, tetapi dengan segera ekspresinya berubah datar. Perkataannya meluncur tajam. "Aku gak berubah jadi sok pahlawan, Dhys. Aku cuma gak mau ada yang tersakiti lagi. Udah, cukup. Lupain masa lalu, kita tinggal di masa kini. Sesederhana itu. Bagian mana yang gak kamu paham?"
"Kamu," jawabnya cepat. "Aku gak paham sama kamu."
Raffa tidak menjawab, sebab Dhysta segera melanjutkan kalimatnya.
"Kamu gak seharusnya nutup-nutupin hal itu. Dia berhak tau– no. Dia harus tau. Selama ini kamu menjauh dari dia tanpa kasih alasan yang sebenarnya. Dengan begitu, dia bisa berpikir kalau dia punya kesempatan kedua. Dia pikir kalian bisa deket lagi which is menurut aku itu impossible banget! Kamu tau apa yang terjadi dulu–"
"Dhys!"
"Please, Raf." Dhysta hampir menangis. "I just don't want you to get hurt."
"I won't get hurt." Raffa menatapnya lurus; kali ini tidak tajam, namun tegas dan pasti. "But maybe you will."
Dhysta bagai tertohok, ada sesuatu yang mencelos di hatinya. Sesuatu yang selama ini tak ingin ia akui, tetapi pada akhirnya terungkap juga.
"Kamu memang gak pernah paham, Dhys." Raffa tersenyum tipis, amat tipis, dan hanya beberapa detik.
"Raf–"
"Udah berkali-kali aku bilang, aku ingin membatasi antara yang masa lalu dan masa kini. Aku gak mau bahas lagi apa yang dulu terjadi. Dan kamu barusan suruh aku kasih tau semua hal itu ke Rena? Semua hal yang jelas-jelas terjadi di masa lalu? "
KAMU SEDANG MEMBACA
R untuk Raffa
Teen FictionAda tiga hal yang paling Rena sukai: hujan, teh, dan Raffa. Karena menurutnya, tiga hal itu tidak akan pernah mengkhianati. Tapi malam itu, di bulan November keempat belasnya, Rena sadar. Bahwa fana adalah satu kata yang tepat untuk mendeskripsika...