Epilog

2.2K 119 26
                                    

Musik terdengar dari sela carut-marut.

Tangannya menggapai dari sela kerumunan; mencari, sampai akhirnya seseorang meraih dan menggenggamnya erat.

Sorak-sorai pecah.

Malam itu, bahkan hujan tidak menghentikan mereka.

Rena bisa merasakan hangat dari sela jemarinya, Raffa senantiasa menjadi tambatan agar tubuhnya tidak hanyut terbawa lautan asing. 

Selagi matanya menatap ke depan, sepasang mata itu membalas tatapannya.

Lagu yang mengalun kemudian terdengar familiar, Rena menjadi pendengar pertamanya sebelum lagu itu dirilis secara resmi. 

Ketika musik berakhir dan mereka tiba di belakang panggung, mata mereka lekas bertemu dengan Gilang. Masih mengenakan kaos polos dan jeans birunya, penampilan sederhana yang selalu ia bawa ke atas panggung, dan senyum paling hangat yang ia punya,

"Thank you for coming."

Rena membalas dengan jenaka, "Thank you buat tiket gratisnya. Sering-sering kasih, ya. Lumayan nanti bisa gue jual."

Hal tersebut mengundang tawa dari Raffa, yang kemudian melepas genggaman tangannya dengan Rena untuk menjabat tangan Gilang.

Mereka bertatapan, dan dengan tulus Raffa berkata, "Congrats for your first show. It was lit."

Ucapan itu membuat Gilang tersenyum hingga matanya membentuk sabit. "Brooo, thank you." 

Keduanya kemudian melakukan bro-hug. 

Rena tidak tahu sejak kapan mereka seakrab itu. Yang ia tahu, menit berikutnya, kehadirannya langsung terlupakan. Raffa dan Gilang asik berbincang sambil sesekali tertawa keras. Obrolan yang sama sekali tidak Rena mengerti.

Boys being boys.

Rena mengglengkan kepala dan memutuskan untuk mengintip keluar. Beberapa kru berlalu-lalang, begitu juga dengan tamu VIP yang hendak bertemu Gilang. Semuanya tampak asing. Dan hal itu menyadarkan Rena akan satu hal, Gilang kini tak lebih dari seorang teman lama, dan Rena tak lagi mengenali dunia di sekitarnya.

Begitu banyak hal yang berubah, mereka tak lagi berjalan searah. 

Ketika tatapan mereka bertemu pandang, Gilang melambaikan tangannya.

"Ren, sini! Lo ngapain jauh-jauh sih?" 

Rena bangkit berdiri sambil mendengus. "Ya dari pada gue jadi nyamuk!"

Gilang tertawa geli. "Lo denger? Padahal dulu gue yang jadi nyamuk," katanya pada Raffa, yang membuat Rena makin cemberut.

Raffa mengacak rambut gadis itu dengan gemas sebelum menautkan jemari mereka. Cincin di jari manis mereka bertemu. Gilang melihatnya dan serta-merta mencetus, "Kalo butuh wedding singer, bisa langsung hubungin manager gue ya."

Pipi Rena memerah.

"Tenang, harga temen kok. Alias, tarif dua kali lipat. Iya gak, Raf?"

Raffa hanya menggeleng-geleng sambil tertawa.

Pintu terbuka dan pandangan mereka lantas beralih pada seorang gadis yang kini berdiri di ambang pintu, rautnya ragu sejenak sebelum Gilang mengisyaratkannya untuk masuk.

Rena dan Raffa saling pandang, menimbang-nimbang untuk memberi keduanya privasi, namun belum sempat mereka memutuskan Gilang sudah lebih dulu buka mulut,

"Kenalin, ini...."

Sungguh, Rena tidak pernah melihat Gilang tersenyum selebar itu.

Dan tanpa ragu, senyum yang ia tampilkan pun sama lebarnya.

.

.

.

.

"Kalo yang ini siapa, Ma?"

Matanya menatap gadis mungil yang sedang duduk di pangkuannya. Tangan yang kecil memegang buku tebal itu dengan susah payah, huruf R masih terdapat jelas di sampulnya yang mulai memudar.

"Itu, namanya Om Gilang."

"Oooh, kalo ini Papa, kan?"

Rena mengangguk, kenangannya kembali pada malam itu. Ketika mereka foto bertiga di balik panggung konser pertama Gilang. 

"Kalo yang ini siapa, Ma?"

Pandangannya beralih pada foto lain yang berada di halaman berikutnya. 

Rena menutup buku itu sambil tersenyum. "Nanti kita ketemu. Yuk, siap-siap. Papa sebentar lagi jemput."

.

.

.

.

[ RUR EPILOG: END ]

.

.

RUR officially finished! yay.

Aku gak tau mau ngomong apa selain terima kasih dan maaf. 

Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk baca.

Maaf kalau kurang memuaskan atau jauh dari harapan.

Aku mulai RUR tanggal 6 September 2016, dan sekarang akhirnya tamat di 9 Juli 2019 . :' )

3 tahun yang bagiku penuh up & down. Insecurities and anxiety eat me up alive but hey I survived.

Aku sadar banget cerita ini masih banyak kurangnya. Dan sejujurnya aku sempet mau nyerah sama cerita ini di tengah-tengah, aku uninstall wattpad dan gak buka sampai beberapa bulan lamanya. Sampe akhirnya entah kenapa aku buka lagi, dan tiba-tiba notif 999+ isinya votes & comments... idk how that happened but thank you, your support means a lot to me.

Untuk sequel, ceritanya akan berfokus pada Gilang, dan akan aku post secepatnya. Selagi itu, aku juga mau sambil edit RUR chapter demi chapter.

Oh ya, mungkin aku juga mau ada project lain. Nanti intip-intip profile-ku ya, hehe. Semoga semuanya bisa ter-publish, karena jujur draft-ku banyaaaak banget.

See you on my next project! 

I hope you have a nice day. I hope you know that you are loved. I hope you always find the reason to smile. 

The word happiness is too vague,  but I hope you feel that it's worth living every day. 131

R untuk RaffaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang