Rena bangun dari tidurnya. Tepat ketika jam menunjukan pukul enam sore. Ia duduk lalu mengusap wajahnya seraya menyelipkan rambut yang menutupi wajahnya kebelakang telinga.
Rena masih berada di sofa, sendirian. Lupa kejadian sebelumnya yang membuat ia tertidur disana. Rena melirik ke sana kemari lalu ketika matanya melihat sebuah tas laki-laki berwarna hitam dekat dengan kakinya, Rena ingat.
Ia tertidur setelah menangis dipelukan Reno.
Mengingatnya, membuat pipi Rena seketika merona. Ia malu, sangat. Bagaimana bisa ia menangis dipelukan Reno sampai tertidur? Dan, dimana Reno sekarang? Kenapa hanya tas nya saja yang berada disana?
"Nyenyak tidurnya?" Suara itu membuat Rena menoleh.
Reno berjalan dari arah dapur. Laki-laki itu duduk disamping kaki Rena. Seragamnya terlihat sedikit kusut, dan dasinya sudah tidak tersimpul rapi seperti pagi.
Reno tersenyum selama dua detik. Senyum yang diam-diam membuat tubuh Rena terasa lemas.Baru kali ini Rena melihat Reno tersenyum dari jarak yang lumayan dekat, itupun hanya berselang dua detik. Tapi mampu membuat Rena tak sadar bahwa sedari tadi Reno memperhatikannya.
Rena mengalihkan pandangan seraya menurunkan kakinya dari sofa dengan menekuk kakinya terlebih dulu agar tak menendang Reno. Tapi hal itu justru tanpa Rena sadari membuat Reno hampir melotot. Bagaimana tidak?
Bagian bawah paha Rena terlihat ketika ia menekuk kakinya!"Lo. Belum pulang?" Tanya Rena pelan.
Bukannya ia tak senang Reno ada disana, bukannya ia menyindir Reno untuk cepat pulang, hanya saja ia benar-benar ingin tahu kenapa Reno belum pulang dan bahkan ia masih memakai seragam sekolahnya.
"Kalo gue pulang, lo bakal nangis lagi?"
Hening.
Beberapa saat, Reno menghela napas. Ia lalu menggeser tubuhnya lebih dekat ke arah Rena. Ia menatap lekat wajah Rena dari samping. Gadis itu tertunduk memainkan jarinya diatas paha.
"Egois gak kalo gue larang lo nangis?"
Rena diam. Reno melanjutkan.
"Emang sih gue bukan siapa-siapa lo, kita kenal juga belum lama. Tapi waktu itu lo pernah bilang kita temen 'kan? Gapapa gue larang lo nangis? Gue gak suka liat cewek nangis"
Karena orang terdekat gue pergi setelah dia nangis. Lanjut Reno dalam hati.
Rena masih terdiam, dan Reno menunggu sampai gadis disampingnya merespon perkataanya. Beberapa saat terdengar helaan nafas Rena. Gadis itu menoleh ke samping kanannya. Menatap balik laki-laki bermata coklat itu sambil tersenyum.
"Kalo gue sakit hati, gue gak bisa kalo gak nangis" ucap Rena pelan.
Reno terdiam sebentar, menatap tangan Rena yang masih berada diatas paha gadis itu. Lalu tanpa fikir panjang ia menggenggamnya sebentar seraya berujar,
"Tapi gak selamanya sakit hati harus nangis, harusnya sakit hati bisa menguatkan lo, bukan malah bikin lo keliatan rapuh. Emang, kebanyakan orang bilang nangis itu perlu buat sekedar menenangkan, tapi apa yang lo dapet setelah nangis? Tenang? Mungkin iya. Tapi gak mengurangi rasa sakit dihati lo kan?"Kali ini, Rena yang terdiam. Bukan hanya karena perkataan Reno saja tapi karena genggaman tangan Reno juga yang membuatnya cukup bungkam beberapa saat. Jantungnya berpacu cepat, dan Rena sangat sadar akan hal yang mungkin akan dirasakan kedepannya terhadap laki-laki didepannya.
***
"Lo berenti dipertigaan deket Halte aja ya," ujar Rena sedikit menoleh ke samping kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise [Completed]
JugendliteraturSetahun lalu Rena pernah sangat mencintai seorang pria, tapi perlahan rasa itu memudar seiring berlalunya waktu. Pria yang dicintainya tak lagi menaruh rasa percaya pada Rena karena sebuah kejadian tak terduga dimalam hari jadi mereka yang ke satu t...