Walau jam menunjukan pukul dua belas siang dimana matahari tengah memancar sinar dengan teriknya, bagi Reno kota Bandung tak terasa panas sedikit pun. Terbukti dari aktivitasnya yang sedari tadi-- sejak tiba diBandung-- Reno berdiam diatas kasur dengan selimut tebal. Tak hanya Reno, beberapa teman tim nya yang lain melakukan hal yang sama.
Gilang, si kapten tim basket tengah duduk diatas karpet dengan ponsel yang menempel ditelinganya. Tubuhnya dibalut dengan jaket tebal berwarna biru gelap. Sudah sekitar dua puluh menit ia habiskan untuk berbincang dengan kakak laki-laki nya ditelpon.
Topik pembicaraan mereka tetaplah sama, seputar wejangan-wejangan dari kakaknya yang memang merupakan mantan kapten tim basket di SMA Dharma Bakti yang sudah memiliki seribu satu pengalaman dalam pertandingan basket."Angkat telpon lo Reno!" Ujar Gilang tiba-tiba. Karena sedari tadi, ponsel Reno tak henti-hentinya berdering. Dan Reno masih tetap pada posisinya, tak beranjak sama sekali untuk mengangkatnya. Gilang menggeram kesal, ketika ia menoleh ke belakang ke tempat Reno berbaring, mata laki-laki itu terpejam rapat. Tampak tak terganggu sedikitpun oleh bisingnya suara ponsel nya sendiri.
Gilang beranjak setelah mematikan sambungan telpon bersama kakaknya, lalu menatap ponsel Reno lama ketika tertera nama Mama Reno disana.
Ia bergerak naik keatas ranjang dengan melompat. Membuat Reno yang sedang terlelap sontak membuka matanya lebar-lebar karena guncangan maha dahsyat diatas kasurnya.
"Lo ngapain sih!" Ujar Reno kesal. Matanya menatap Gilang dengan tajam. Sementara yang ditatap malah tertawa melihat ekspresi wajah Reno yang baru bangun tidur terlihat panik beberapa saat.
"Mama lo nelpon" jawabnya seraya menyerahkan ponsel Reno pada nya.Reno mengambil ponselnya dengan sedikit kasar, lalu beranjak menuju sofa dengan selimut tebal yang masih membalut tubuh tingginya. Ia menggeser tombol hijau pada ponselnya sebelum mendekatkan ponsel itu pada telinganya.
Selang beberapa menit setelah pembicaraan dengan Mamanya, Reno memutuskan sambungan. Ia mengusap wajahnya dengan selimut sebelum berbaring kembali disofa. Ia menghadap ke samping kiri hingga baru saja kepalanya akan menyentuh sofa, ia mengerang tertahan kala tak sengaja menindih tangan kirinya yang masih terasa ngilu. Reno terduduk kembali seraya mengusap tangannya, beberapa saat pikirannya melayang pada gadis yang selama tiga hari kebelakang bertugas mengganti perbannya.
"Jam segini pasti lagi istirahat" gumamnya seraya mencari kontak Rena dalam ponselnya.Ia lalu mengetikan sebuah pesan singkat pada Rena, bahkan terbilang SANGAT singkat karena hanya terdapat satu kata pada pesan yang hendak dikirimnya. Beberapa detik, ia hanya memandang ponselnya. Tak menyentuh tombol send pada layar ponselnya yang menyala. Ia menimbang-nimbang, berfikir. Apakah perlu ia mengirim pesan pada Rena?
***
Jam istirahat tersisa sepuluh menit lagi. Rena duduk dibangku panjang yang tersedia didalam Aula. Matanya terpejam mendengarkan setiap bait lagu yang sedang diputarnya. Beberapa saat, ponselnya bergetar. Rena langsung membuka matanya dan melihat nama Rey tertera dilayar ponselnya.
Rey: Bisa keluar bentar?
Rena menyernyit bingung, tak lama Rey kembali mengirimkan pesan.
Rey: Depan gerbang
Seraya melepas headset ditelinganya, Rena beranjak berdiri dan melenggang pergi menuju gerbang sekolahnya.
Sepanjang jalan melewati koridor, otak Rena berfikir keras. Apa sebenarnya yang dilakukan Rey hingga ia meminta Rena menemuinya?Tak lama, Rena sampai digerbang dan melihat mobil Rey ternyata terparkir didekat halte sekolah. Ia sedikit berlari kecil untuk segera sampai dimana Rey sedang berdiri didepan pintu mobilnya. Senyumnya terukir kala melihat Rey tersenyum manis padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise [Completed]
Teen FictionSetahun lalu Rena pernah sangat mencintai seorang pria, tapi perlahan rasa itu memudar seiring berlalunya waktu. Pria yang dicintainya tak lagi menaruh rasa percaya pada Rena karena sebuah kejadian tak terduga dimalam hari jadi mereka yang ke satu t...