33*Talk With Gavin

960 63 0
                                    

Semalaman Rena tak bisa tidur. Selain karena rasa sakit disekujur tubuh nya, Rena juga tak bisa tidur karena terus menerus memikirkan ucapan Lucky beberapa jam yang lalu.
Dari sorot mata Lucky yang Rena lihat, cowok itu seperti tidak main-main dengan ucapannya. Ada setumpuk rasa amarah yang Lucky pancarkan saat matanya menatap Rena lekat-lekat.

Sejak kejadian itu, Rena merasa resah. Karena baru disadarinya ternyata pertemuannya dengan beberapa gerombolan anak lelaki di Lapangan basket beberapa bulan yang lalu bukan sebuah kebetulan. Semuanya sudah terencana, dan Lucky memang sedang berusaha melukainya.

Rena kemudian ingat, saat marah tadi Lucky sempat menyebut-nyebut Mamanya. Dulu, ketika Mamanya meninggal Papa Rena bilang bahwa Mamanya mengalami kecelakaan. Hanya itu, selebihnya Rena tidak tahu apa-apa.
Mungkin setelah ini ia akan mengorek informasi lebih jauh mengenai kecelakaan Mama nya itu.

Jam menunjukan pukul setengah dua belas malam, Rena masih duduk dikasur tanpa berniat untuk memejamkan matanya. Selain memikiran ucapan Lucky, Rena juga memikirkan kenapa Reno tak datang menemuinya ke Cafe tadi.

Sampai saat ini, tak ada satupun panggilan atau pesan dari Reno yang masuk ke ponsel Rena. Seperi permintaan maaf tidak jadi datang, ataupun penjelasan karena tak datang, benar-benar tak ada sama sekali.
Reno seolah benar-benar menghilang dari Rena sejak mengirim pesan itu.

***

Pukul setengah dua siang, Rena baru membuka matanya dari sesi kedua tidurnya dihari rabu ini. Absen sekolah karena sakit membuat ia jenuh sendiri didalam rumah, jadi tak heran jika Rena lebih banyak menghabiskan waktunya diatas kasur.

Rena menoleh kesamping kirinya ketika melihat layar ponselnya menyala diatas bantal. Ada kiranya sepuluh panggilan tak terjawab dari Reno dan beberapa pesan masuk dari Rey yang mengingatkan untuk tetap istirahat. Rena menghela nafas, baru sekarang Reno menghubunginya? Kemana saja lelaki itu semalam sampai tega membiarkan nya duduk menunggu sendiri?

Perempuan berkepang satu itu kemudian duduk diujung ranjang. Mengamati telapak kaki nya yang masih sedikit lecet lalu beralih pada kedua lengannya yang masih menampakan warna kebiruan. Rena tersenyum getir, ingatan tadi malam selalu saja mengingatkan nya pada Lucky dan juga Reno.

Tok. Tok. Tok.

"Ya?" Sahut Rena sedikit berteriak saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Ada temen nya diluar, Neng." jawab Pak Rudi.

Rena mengerutkan kening, siapa? Bukannya ini masih waktu belajar disekolah? Lalu siapa kiranya yang datang?

Perempuan itu beranjak mendekat ke arah pintu, "Suruh tunggu ya, Pak." Setelah itu Rena menutup pintu nya. Namun dua detik setelahnya ia membuka nya lagi.
"Papa sama Kakak jadi ke Bogor, Pak?"

"Jadi, Neng. Tadi pas jam sebelas." Katanya.

Rena menangguk lalu kali ini benar-benar menutup pintunya dan masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci muka.

Kurang lebih delapan menit, Rena turun ke lantai dasar. Langkahnya sedikit lambat karena masih merasa sakit ditelapak kaki nya. Sebenarnya, Rena sedikit was-was siapa yang datang kerumahnya itu. Jika itu Reno, jujur saja Rena belum mau menemui nya. Ah, Rena jadi menyesal. Kenapa tadi ia tidak bertanya kepada Pak Rudi siapa yang datang.

Tepat dianak tangga terakhir, Rena diam sejenak. Mencuri-curi pandang ke jendela yang menghadap tepat ke depan rumah. Samar-samar terlihat seorang lelaki memakai jaket jeans biru gelap duduk dikursi depan sambil menunduk memainkan ponselnya.

I Promise [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang