20*Reason

1K 82 0
                                        

Langit menggelap, semilir angin yang masuk lewat jendela kamarnya yang terbuka membuat rambut gadis itu sedikit terbang. Gadis itu memandang langit-langit kamarnya lalu beralih menatap sekeliling kamar dan berakhir pada tiga koper besar yang terletak didekat meja belajar.

Vera tak siap untuk pergi. Tak siap meninggalkan rumahnya yang menjadi saksi pertumbuhan nya, tak siap meninggalkan Rena, tak siap meninggalkan sekolah, tak siap juga meninggalkan Gilang yang mungkin saat ini membenci dirinya.

Vera menghembuskan nafasnya pelan lalu beranjak menutup jendela dan mematikan lampu kamarnya hingga ruangan itu benar-benar gelap tak bercahaya. Hanya penerangan lampu diluar kamarnya saja yang sedikit menerangi melalui celah jendela kamarnya.

Gadis itu terisak, tepat diatas ranjang nya yang besar. Beberapa kali gadis itu bahkan mengusap air mata nya menggunakan selimut yang tepat berada disampingnya.

"Maafin gue Rena, maafin gue Kak Gilang" lirih gadis itu.
Menutupi wajahnya menggunakan bantal hingga ia terlelap dalam tidurnya.

***

Gilang bangun kesiangan, ia kelimpungan mencari ponselnya yang semalam ia banting ke sudut ruangan.
Semalam, Gilang mendapat kabar lagi dari Tio bahwa Vera akan pindah hari ini dan itu cukup membuat Gilang kesal setengah mati.

Vera akan meninggalkan nya dengan sejuta rasa yang gadis itu tinggalkan untuk Gilang. Dan Gilang membenci fakta bahwa ia sudah terlanjur menaruh hati pada Vera. Gilang benci ketika ia harus marah-marah karena cewek itu. Gilang tidak suka ketika hatinya resah kala memikirkan cewek itu yang hendak pergi.

Laki-laki itu mendesah kecewa ketika melihat ponselnya yang tergeletak didekat pintu kamar mandi dengan keadaan layarnya yang retak. Seketika itu juga Gilang merasa menyesal telah membanting ponselnya semalam.

Laki-laki itu lantas keluar dari kamarnya menggedor pintu seseorang yang terletak disudut ruangan. Suaranya sangat kencang hingga membuat Papa nya yang masih berbalut handuk dipinggang nya itu berjalan ke arah tangga.

"Kenapa Lang?" tanya Rudi, sang ayah dari kedua kakak beradik Gibran dan Gilang itu menatap anak keduanya dengan panik.

Bukannya menjawab, Gilang malah melongo ditempat. Memperhatikan Papa nya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lagi, Gilang menggaruk sisi kepalanya kikuk seperti yang ia lakukan beberapa waktu lalu ketika semua orang rumah menghampirinya ke depan kamar Gilang kala laki-laki itu berteriak keras.

Gue bikin papa panik lagi.

"Eh? Papa baru beres mandi ya?" tanya Gilang, melenceng dari topik.

Sekarang tubuh Gilang menghadap ke arah Papanya memusatkan perhatiannya pada Laki-laki yang sekarang sedang memasang wajah datar. Mampus.

"Maaf Pa, Gilang panik abisnya" tuturnya.

Rudi menghela nafas, hendak berbalik namun suara anak nya membuat ia menoleh lagi.

"Hp Gilang rusak Pa, pinjem hp Papa boleh ga?" ucapnya sambil memasang cengiran.

Beberapa saat ia langsung mengekori Papa nya dari belakang setelah mendapat jawaban dari Papanya untuk mengikuti nya menuju kamar dilantai dasar.

Saat Gilang sudah duduk diranjang Papa nya beserta ponsel ditangannya, mata Gilang menatap sekeliling kamar Papanya. Tampak sedikit berbeda karena tidak ada kehadiran Mamanya didalam sana. Biasanya Mamanya itu akan duduk didepan cermin sambil menata rambut tapi sekarang yang terlihat hanya kekosongan di ruangan itu.

I Promise [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang