Seperti biasanya, Karin bangun pukul 4 pagi untuk menyiapkan sarapan. Setelah mengikat rambutnya asal, Karin melirik Arka yang masih tertidur lelap lalu mengulas senyum tipis. Karin tiba-tiba terkekeh pelan mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Arka tidak bisa tidur karena mendengar cerita horror yang dicerikan Karin padanya. Bahkan untuk pergi ke kamar mandi yang jauhnya hanya sepuluh langkah dari tempat tidur, Arka meminta Karin menemaninya.
Karin keluar dari kamar tidur, berniat pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Saat langkahnya menyelusuri anak tangga, cepat langkahnya melambat, hidungnya langsung menangkap aroma yang sedap. Matanya mendongak menatap kearah dapur lalu terkekeh pelan, bagaimana bisa aku lupa jika kak Fannesa tinggal disini, batinnya sembari menghampiri Fannesa yang sedang berkutat dengan penggorengan.
"Morning kakak cantik, masak apa nih?" tanya Karin sambil memeluk Fannesa membuat yang dipeluk memekik seketika.
Fannesa melirik Karin yang menyengir, "Apaan sih dek? Bikin kaget aja tau," dengusnya kembali fokus pada masakannya.
Karin mengerucutkan bibirnya kesal karena merasa diacuhkan. Karin mengambil air mineral di dalam kulkas lalu menegaknya. Fannesa terkekeh pelan melihat tingkah Karin yang menurutnya sangat lucu itu.
"Sana gih, bangunin kak Arka. Biar kita makan bareng. Jam 5 nanti kakak ada kerjaan jadi kayaknya enggak bisa pulang,"
"Kakak mau kemana?" tanya Karin tak mengindahkan perintah Fannesa untuk membangunkan Arka. "Reunian bareng temen SMA,". Karin mengangguk paham.
"Yaudah, sana bangunin kak Arka-nya!" ucap Fannesa kembali mengulangi.
Karin menggeleng, "Percuma kak. Kak Arka paling anti dibangunin kalo belum jam setengah enam. Jadi kakak sarapan duluan aja, Karin belakangan bareng kak Arka," terang Karin yang dijawab Fannesa dengan anggukan. "Aku ke kamar dulu ya kak, mau mandi, gerah," Fannesa mengangguk.
Karin melangkahkan kembali kakinya menuju ke kamar. Betapa terkejutnya dia saat melihat Arka sudah bangun dengan sebuah bantal di pelukannya. "Kenapa kak?" tanya Karin sembali menutup pintu lalu menghampiri Arka.
"Aku enggak bisa tidur karena cerita kamu kemarin," jawab Arka dengan tampang polos. Karin tak kuasa menahan tawa saat melihat muka polos Arka sambil memeluk bantal. Karin lalu duduk disebelah Arka, "Masa dulu mau jadi traveler kalo penakut begini?" Ejek Karin. Bukannya marah, Arka malah mengangguk, "Dulu kan aku belum percaya kalo hantu itu ada."
Karin mengerutkan keningnya, "Memangnya kakak percaya kalo hantu itu ada?"
Arka menggeleng, "Entah, tapi dari cerita kamu, kayaknya hantu itu beneran ada." Arka mengedar pandangannya ke sekitar kamar dengan tatapan takut.
"Au ah, terserah kakak, aku mau mandi," ucap Karin mengedikkan bahunya lalu masuk kedalam kamar mandi.
Tidak butuh waktu yang lama, Karin sudah wangi dengan aroma khas bunga yang tidak Arka ketahui namanya dan sudah rapi mengenakan seragam putih abu-abu khas pelajar SMA. Arka menyipitkan matanya melirik luka bekas goresan di paha Karin. Luka itu sepertinya akan berbekas meskipun Arka sudah membawa Karin ke m dokter spesialis kulit. Arka memanggil Karin yang masih sibuk mengeringkan rambutnya untuk duduk di sebelahnya. Tanpa protes, Karin langsung menurut. "Kenapa, kak?" Tanya Karin tanpa curiga sedikit pun.
Arka menggeleng sembati menghela nafas panjang, "Bukan apa-apa, kamu makin cantik aja kakak lihat akhir-akhir ini," godanya mulai mendekatkan wajahnya kepada wajah Karin.
Dengan sigap, Karin langsung mendorong wajah Arka paksa. Karin langsung berdiri lalu berkacak pinggang, "Ngegombal aja terus," ucapnya sinis.
Arka terkekeh pelan kemudian melirik jam dinding. Sudah pukul 05:47 dan waktunya bagi Arka untuk mandi. Sebelum masuk ke kamar mandi, Arka menanggalkan kaosnya sehingga menampakkan tubuhnya yang atletis. Karin hanya menghela nafas, "Pamer aja terus," sindirnya pedas. "Mentang-mentang punya badan bagus itu," sambungnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Husband
Romance[attention : belum direvisi, banyak typo, kesalahan penggunaan kata dan tanda baca] Kisah antara Arka dan Karin dimulai saat keterpaksaan menghampiri kedua belah pihak. Antara tidak ingin mengecewakan atau dianggap tidak memikirkan keluarga membuat...