[37]-ONE

297K 11.4K 193
                                    

Ѯ

Arka diam, menatap ponselnya nanar. Sudah lebih dua puluh kali dia mencoba menghubungi Gria, tapi wanita itu tidak sekalipun menjawab panggilannya, yang ada hanya pemberitahuan jika nomor itu sedang tidak aktif. Arka berusaha menenangkan dirinya, tapi tidak bisa. Dia sudah membayangkan hal-hal buruk yang bisa dilakukan oleh wanita gila seperti Gria kepada perempuan seperti Karin.

"Hey, minumlah! Kau tidak bisa tetap bersikeras tidak makan seperti itu. Setidaknya kau perlu minum." Zoe muncul dengan dua mocha chino ditangannya. Arka menggeleng menolak, "Bagaimana bisa aku makan dan minum dengan tenang jika istriku sedang dalam masalah sekarang? Kau pasti tidak tahu rasanya karena kau belum menikah," cibir Arka menolehkan pandangannya ke jalanan.

Zoe mencebik, "Jika kau tidak minum, aku akan pulang ke London sekarang juga."

Arka mendesah kesal. Tangannya meraih salah satu minuman ditangan Zoe. Dia yakin jika dia tidak akan pernah berhasil jika Zoe tidak membantunya. "Thanks."

Zoe tersenyum tipis. Matanya ikut menatap jalanan yang basah. Sepertinya cuaca sangat mengerti perasaan Arka, hingga sejak kedatangan mereka di Jakarta, Ibu kota itu terus mendung seakan matahari sudah bosan muncul.

"Aku akan ke stasiun TV sekarang, aku harap kau bisa melindungi Karin sebab aku benar-benar ingin bertemu dengannya," ucap Zoe ketika mobil yang ditunggunya sejak tadi sudah berhenti tepat dihadapannya. Ia menoleh sebelum masuk kedalam mobil hitam itu, "kau tidak perlu mengkhawatirkan perusahaanmu, aku akan berusaha semaksimal mungkin hingga mereka hancur. Kau hanya perlu fokus pada istrimu. Aku tidak ingin melihatmu menjadi duda diusia muda."

Arka tersenyum kecut mendengar ocehan Zoe, sahabatnya itu memang pandai membuatnya tersenyum, "Aku percaya padamu. Akan kupastikan kau bertemu dengan istriku yang cantik itu."

Sepeninggal Zoe, Arka menatap mokacino yang ada ditangannya. Tatapannya kosong. Otaknya sudah hampir berhenti bekerja, bahkan tidak ada satupun rencana yang terlintas di benaknya.

Mata Arka tertuju pada ponselnya yang bergetar tanda seseorang menelponnya. Tidak ada nama, tetapi feeling Arka berkata jika dia perlu menjawab telepon itu.

"Hallo?" jawab Arka.

Terdengar suara seseorang terengah-engah, "Apa ini Arka? Suami Karin?"

"Ya, ini siapa?"

"Jika kau ingin menolong Karin, datanglah ke apartement Mutiara segera. Gria baru saja membawa Karin dan aku tidak tahu kemana mereka akan membawanya. Ini Lucci. Aku tau kau tidak percaya padaku, tetapi itu terserah padamu mau percaya atau tidak. Setidaknya aku sudah mencoba membantu Karin."

Sambungan terputus begitu terdengar suara hantaman yang cukup keras, seperti dipukul dengan balok kayu. Arka membeku, tidak sanggup berkata-kata lagi.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

Kaki jenjang Arka segera melangkah menuju mobilnya, berniat pergi ke apartement Mutiara seperti yang dikatakan Lucci. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi dia harus tau apa yang sebenarnya terjadi. Mobil hitamnya segera melesat cepat, menuju tempat yang berjarak 15 km dari tempatnya sekarang. Namun Arka harus menurunkan kecepatan mobilnya ketika sebuah panggilan tiba.

"Hallo?" Arka menjawab dengan kening berkerut. Padahal pria yang bernama Lucci itu baru saja memutuskan sambungan mereka tadi, tetapi pria itu kembali menelpon, membuat Arka mau tidak mau harus menerima panggilan itu.

Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang