∈∋
"Hai Karin," sapa seseorang bersuara berat yang hampir setahun tidak pernah didengar oleh Karin lagi. Suara yang dulunya hampir setiap hari menyapa indra pendengarannya. Suara yang kadang membuatnya senang dan jengkel secara bersamaan. Dan pemilik suara itu kini berada di hadapannya, berdiri tegak dengan kedua tangan berada di dalam saku jaket kulit branded miliknya.
Sepatah katapun tidak juga meluncur dari bibir mungil Karin. Hanya ada raut ketidakpercayaan akan apa yang sedang dilihatnya. Seseorang yang sejak tadi berdiri tegak itu dapat dengan mudahnya membaca arti dari ekspresi gadis yang ada di hadapannya. Perempuan itu masih terlihat sama seperti saat terakhir ia melihatnya. Hanya satu yang berubah dari perempuan itu, tidak ada lagi cahaya kebahagiaan terpencar di manik mata yang membuat siapa saja yang melihatnya seakan tertarik untuk merasakan kebahagiaan yang dirasakan perempuan itu, cahaya itu sudah hilang, hanya ada cahaya kesedihan yang terpancar jelas di sana. Penampilan perempuan itu sedikit berubah, rambut hitam yang dulunya panjang kini sudah dipotong sebahu, sehingga kesan dewasa semakin terpancar dari perempuan itu.
Cukup lama dalam keheningan membuat laki-laki itu merasa tidak enak, "Hai Karin, bagaimana kabarmu?" tanya laki-laki itu mengulangi pertanyaannya yang belum sempat dibalas oleh Karin.
Bukannya menjawab, tiba-tiba Karin bangkit berdiri dari duduknya, mengambil kantong belanjaannya kasar, siap pergi dari hadapan laki-laki itu. Namun laki-laki itu lebih dulu mencekal lengannya sebelum ia berhasil pergi. Karin meronta-ronta mencoba melepaskan cekalan tangan laki-laki itu tanpa sedikitpun berbicara. Bibirnya enggan terbuka hanya sekedar mengatakan 'lepaskan'.
"Kita perlu bicara Karin. Jangan mencoba pergi dari kenyataan, aku mohon," ucap laki-laki itu memohon. Ada nada penyesalan tersirat di sana. Untuk sesaat, Karin mencoba memikirkan apa yang harus dia lakukan, mengikuti kemauan laki-laki itu atau pergi tanpa berniat mengetahui apapun. Namun logikanya meminta agar dia tetap tinggal dan mendengarkan apa yang akan dikatakan laki-laki itu kepadanya meskipun dia tahu kabar yang akan dikatakan laki-laki itu.pasti sesuatu yang pastinya berhubungan dengan dia.
Setelah berpikir cukup lama, Karin akhirnya mengalah lalu berbalik badan untuk menatap laki-laki itu. Laki-laki itu tersenyum lebar begitu menyadari jika Karin sepertinya menuruti kemauannya tetapi sebaliknya dengan Karin, perempuan itu hanya menampakkan raut wajah datar, seakan tidak ada sesuatu yang terjadi.
Senyuman laki-laki itu semakin merekah, "Aku anggap jika kamu mau berbincang denganku."
Helaan napas terdengar jelas dari bibir Karin. Ia menutup matanya sejenak, lalu menatap wajah laki-laki itu lekat, "Baiklah, sepertinya kau benar jika kita perlu bicara sekarang, Egi."
***
Angga menatap layar ponselnya penuh tanya. Dia sedang bingung sekarang, beberapa menit yang lalu Karin meneleponnya yang berkata agar dia membantu perempuan itu membawa belanjaannya karena kebetulan tempat belanja Karin dengan tempat tinggalnya tidak begitu jauh. Kini Angga sudah berada di tempat parkir pusat perbelanjaan yang dimaksud Karin, namun sejak tadi Karin tidak juga membalas satupun pesan yang dikirimnya maupun menerima panggilan untuk menanyakan keberadaan perempuan itu. Bukan hanya tidak dibalas, dibaca saja tidak.
Dengan beranggapan jika ponsel Karin sedang tidak memakai ponselnya, Angga akhirnya memilih untuk mencari keberadaan Karin dengan berkeliling. Setelah memarkirkan mobilnya dan memastikan tidak akan ada kendala, Angga segera melesat memasuki bangunan besar tempat orang-orang menghabiskan waktu untuk berbelanja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Husband
Romance[attention : belum direvisi, banyak typo, kesalahan penggunaan kata dan tanda baca] Kisah antara Arka dan Karin dimulai saat keterpaksaan menghampiri kedua belah pihak. Antara tidak ingin mengecewakan atau dianggap tidak memikirkan keluarga membuat...