[LAST] e n a m (1)

271K 12.1K 1.1K
                                    

Entah mengapa aku masih yakin jika Kakak masih ada di suatu tempat di dunia ini. Aku masih percaya dengan takdir, sesuatu yang akan mempertemukan kita lagi. Seperti dulu, kala pertama kali ini bertemu. Di saat kita hanya dua orang yang merasa sial dengan takdir yang sudah digoreskan di buku kehidupan kita. Aku masih ingin percaya jika takdir itu masih berlaku sekarang dan akan tiba saatnya kita akan bersama kembali dengan pertemuan yang tak terduga, yang akan menjadi puncak kisah kita.

Karin menghela napas lesu, meletakkan kembali pena yang baru saja menari bebas di atas kertas putih di atas meja. Matanya menatap nanar keluar jendela kamarnya, menikmati suara tetesan hujan di luar sana.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Spontan kedua matanya tertuju ke arah pintu, melihat siapa yang baru saja mengetuk. Karin tersenyum kecil lalu bangkit dari duduknya.

Tangannya meraih gagang pintu. Rasanya sudah lama dia tidak mendengar suara ketukan pintu. Biasanya dia dipenuhi keheningan dan Karin suka itu. Dia sangat suka akan keheningan malam, sebab itulah saat yang tepat untuk meluapkan segala perasaan yang selalu dipendamnya selama ini. Perasaan akan kehilangan. Perasaan takut untuk melangkah. Bahkan perasaan yakin jika memang sudah tidak ada harapan lagi.

"Lo ngapain di dalam? Lama banget?" celetuk Angga begitu Karin membukakan pintu kamarnya.

Karin melongo, menatap Angga yang berdiri di hadapannya dengan mengenakan celemek dan sebuah pisau di tangannya.

Karin tertawa lantang, "Ada apa sampai lo pakai begituan?" tawanya semakin menjadi-jadi, "Lo nggak niat bunuh gue, kan?" tanyanya menatap pisau tajam di tangan Angga.

"Kalau bisa, gue udah bunuh lo dari kemaren," ucap Angga berbalik arah, meninggalkan Karin yang masih tertawa mengejek. Dia kesal dan malu, mengapa dengan santainya dia berpenampilan memalukan seperti itu di hadapan Karin.

Tawa Karin akhirnya memudar. Ia menatap Angga yang kembali ke dapur sambil mengomel tidak jelas. Rasanya penampilan seperti itu tidak asing baginya. Seperti dia sudah pernah melihatnya sebelum Angga melakukannya. Karin mencoba mengingat sebab rasanya itu sangat jelas pernah terjadi di kehidupannya.

Tiba-tiba tangan Karin bergetar. Dia mendadak mengingatnya. Ya, dia tidak merasa asing dengan hal yang dilakukan Angga sebab jelas Arka pernah melakukannya dulu. Tepat sebulan setelah pernikahan mereka. Ia mencoba menstabilkan getaran tangannya. Tubuhnya masih terlalu lemah jika mengingat sesuatu yang berhubungan dengan Arka, apa pun itu.

Dulu, seingat Karin, Arka pernah menghancurkan dapurnya perihal berusaha membuat bolu. Dia masih ingat bagaimana wajah takut Arka ketika ia memarahinya. Pria itu berjanji akan membersihkan dapur hingga sebulan ke depan. Jika mengingat hal itu, tanpa Karin sadari, senyum lebar menghiasi wajahnya.

Karin rindu kenangan itu.

Andai kata kenangan bisa diulang
Maka tidak akan ada lagi penyesalan di hidup ini. Kadang penyesalan muncul karena melewatkan suatu kenangan, bukan?

"Lo ngapain di situ mulu? Bantuin gue kek," omel Angga dari dapur.

Omelan Angga berhasil membuat lamunan Karin sirna. Dia tidak bisa hidup dalam bayangan Arka selamanya. Setidaknya dia harus berusaha untuk membiasakan diri tanpa kehadiran pria itu lagi dan mengijinkan orang di sekitarnya memasuki kehidupannya tanpa Arka.

Seperti keberadaan Angga, tentunya.

***

Begitu sampai di Jerman, tepatnya di Berlin, Zoe bergegas menghubungi seseorang yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Dia merasa tidak tenang sekarang ini.

Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang