[26]

399K 15.3K 1.1K
                                    

Kini, hanya ada Karin, Vita, Arka dan kedua orangtua Sasha serta teman-teman dari sekolah yang masih setia bertahan setelah acara pengantaran Sasha ke tempat peristirahatan terakhirnya. Bahkan sekolah sedikitpun tidak menyangka jika mereka akan kehilangan Sasha, salah satu dari murid unggulan sekolah yang terlihat ceria setiap saat. Beberapa teman sekelas mereka, masih menangisi kepergian gadis yang terkenal ramah itu.

"Vit, ini mimpi kan?" gumam Karin bertanya pada Vita yang berada di sampingnya. Karin lalu melirik Arka kemudian setelah tidak mendemgar jawaban dari vita,kemudian kembali bertanya, "Kak, ini mimpi, kan?"

Arka menatap Karin nanar lalu menggeleng pelan. Karin menyungging senyum tipis kemudian menatap Vita yang hanya diam, "Lo kenapa sih, Vit? Ini mimpi, kan?"

Butiran-butiran air mata kembali berjatuhan dari sepasang mata Karin., suara isakan kembali terdengar begitu memilukan. Tetesan air mata yang tidak henti-hentinya menetes, berjatuhan ke atas gumpalan tanah baru di depannya itu.

Arka menepuk bahu Karin memenangkan, begitu juga Vita, ia memeluk Karin lalu kembali menangis. Menangisi seseorang yang tidak mungkin kembali lagi.

"Udah Karin, Vita, biarkan Sasha tenang disana. Jangan menangis lagi, sebab di sana, dia sudah tidak kesakitan lagi, kebahagiaan sudah bersamanya selamanya." ucap Arka menatap kedua gadis yang terlihat begitu putus asa.

"Sas, lo jahat. Kenapa lo enggak biarin kita ngeliat lo tersenyum buat terakhir kalinya. Lo jahat Sas, bahkan kami enggak sempat dengerin masalah lo. LO EGOIS SAS..." jerit Karin. Arka sudah tidak tahu harus bagaimana lagi menenangkan dua gadis dihadapannya itu.

"Lo tau kan, Sas, kalo gue itu sayang sama lo? Gue udah anggep lo Kakak gue. Jadi lo anggap apa persahabatan kita selama ini kalau akhirnya lo memendam semua masalah dan penderitaan ini sendiri. Gue sakit Sas, ngeliat lo berjuang sendirian. Berjuang sendiri lalu pergi."

Karin menepuk dadanya berulang kali, sesak terasa saat mengingat perjuangan Sasha melawan penyakitnya sendirian yang bahkan tidak pernah mereka ketahui, sampai Sasha benar-benar pergi dan tak mungkin kembali lagi.

37 jam yang lalu.

"Tante, Om, sebenarnya Sasha sakit apa?" tanya Karin saat mereka sedang duduk bersama di ruang tunggu rumah sakit. Mama dan Papa Sasha mengalihkan pandangannya dari Karin.

"Jawab Tante, Om." pinta Vita memohon.

Mama Sasha menggeleng lalu kembali menangis, "Penyakit kanker hati, nak." Jawabnya mulai terisak.

"Biar Om yang cerita, sebenarnya disini yang salah itu kami. Kami bahkan tidak tahu jika putri bungsu kami harus berjuang melawan maut sendirian. Karena kami terlalu sering meninggalkannya sendirian dirumah, dan pergi ke luar negeri dan jarang pulang membuat kami tidak begitu tahu keadaan Sasha karena kalian pasti tahu kalau Sasha itu orangnya tertutup. Semenjak Om dimutasi ke Jerman, Om sama Tante jadi jarang pulang, hanya beberapa kali dalam setahun. Kami pikir selama kami memenuhi permintaannya dan dia tidak mengeluh apa-apa, kami kira dia baik-baik saja. Sampai kecurigaan Om membesar karena Sasha meminta uang saku lebih untuk ditransfer ke rekeningnya. Om curiga karena Sasha tipe yang tidak suka berfoya-foya dan uang saku yang biasa kami berikan tidak pernah habis. Namun, setahun terakhir ini, kejadian itu terjadi tiap bulannya. Ternyata kecurigaan Om benar, ia membutuhkan uang lebih untuk kemotrapi. Ternyata kanker hati yang dideritanya sudah cukup lama dan saat kami berniat mengobatinya, semua sudah terlambat." Papa Sasha tidak kuasa menahan tangis hingga akhirnya pertahanannya runtuh dan tangisan kembali terdengar.

Karin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, air mata kembali membasahi wajahnya. Matanya sudah memerah. Tubuhnya terasa lemah. Arka yang tidak tega menatap keadaan istrinya itu, ia mendekat lalu memeluk Karin sembari berbisik, "Jangan menangis. Tuhan sudah memberikan rencana terbaik untuk Sasha."

Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang