[31]

302K 12.2K 306
                                    

Arka dengan kening berkerut meraih sebuah kotak kecil di depan pintu rumahnya. Beberapa saat yang lalu suara bel berbunyi dan tidak ada seorangpun di luar. Arka hanya mendapati kotak tanpa nama pengirim sudah ada di depan pintu rumahnya.

Apa ini? Batin Arka saat melihat kotak itu penuh rasa curiga. Ia lalu membawa kotak itu kedalam rumah karena dia pikir itu bisa saja barang pesanan Karin.

"Siapa, Kak?" Karin bertanya ketika Arka sudah kembali dengan sebuah kotak ditangannya.

Arka mengedikkan bahunya lalu meletakkan kotak aneh itu di atas meja, "Bukan pesenan kamu, yah?"

Karin menggeleng cepat. Tangannya mulai meraba kotak itu, berniat membukanya.

"Kyaaaaaa... Apa ini??" teriak Karin kaget sambil kembali menarik tangannya menjauh dari kotak itu.

Arka yang sedang menegak air mineral di dekat kulkas segera mendekat dan sungguh terkejut ia saat melihat kotak yang dibawanya berisi sebuah boneka perempuan berlumuran cat merah dengan sebuah mawar. Tangannya langsung menuntun Karin kedalam pelukannya begitu melihat perempuan itu panik. Tangannya mengambil sebuah kertas yang sudah kotor karena terkena cat merah  di dalam kotak itu.

Dear Arka & Karin

Bagaimana pernikahan kalian? Baik?
Aku harap baik hingga aku bisa puas melihat kehancuran pernikahan kalian kelak.

Arka meremas kertas itu. Rahangnya sudah mengeras. Dia yakin siapa yang berani berbuat seperti itu selain Gria, mantan kekasihnya.

Arka melirik Karin yang masih menenggelamkan wajahnya di dalam pelukannya. Terlintas rasa takut dan bersalah saat dia harus menyeret Karin yang tidak sedikitpun ada sangkut pautnya dalam pusaran masalah masa lalunya.

"Karin..." bisik Arka lembut. Spontan Karin mendongak menatap wajah Arka tetapi masih memeluk perempuan itu erat.

"Pulanglah kerumah Papa dan Mama sekarang! Aku harus mengurus sesuatu." ucap Arka. Karin menautkan alisnya bingung, ia melonggarkan pelukannya, lalu bertanya, "Kenapa? Apa yang harus Kakak urus?"

"Sesuatu yang akan menentukan masa depan kita," ucap Arka pendek.

"Apa itu? Katakan padaku Kak!" tanya Karin setengah membentak.

Arka menggeleng, "Tidak Karin, kamu tidak perlu tau dan kamu hanya perlu fokus pada ujianmu lusa."

"TIDAK! Aku tidak akan mengikuti kemauan Kakak jika Kakak tidak memberitahukannya padaku. Ini hidup kita Kak, jangan berpikir jika Kakak akan melakukannya sendiri."

Arka mendesah kesal, tetapi berusaha merendan emosinya. Kedua tangannya menyentuh bahu dan dia menyamakan tingginya dengan Karin, "Tidak Karin. Kamu tidak perlu tau. Kamu harus menurut atau pernikahan kita akan berakhir dan kita berdua akan... Mati," ujar Arka dingin dengan sorot mata menusuk.

Karin sempat goyah saat melihat mata tajam Arka namun dia masih saja bersikeras ingin tahu, "Beritahu aku atau aku yang akan mengakhiri pernikahan kita!" ancam Karin.

"TIDAK KARIN! IKUTI SAJA APA KATAKU ATAU KITA BERDUA AKAN MATI! MATI KARIN! MATI," teriak Arka melampiaskan emosinya, matanya melemah, "aku tidak ingin kita berakhir Karin, tidak, aku tidak ingin. Jadi ikuti saja apa kataku, ya?" lirih Arka dengan mata memelas.

Air mata mulai merembes di pelupuk mata Karin, dia tidak menyangka Arka akan sebegitu emosinya. Dia menunduk, menunduk karena dia sadar dialah penyebab Arka tersulut emosi sekarang ini. Dia bahkan tidak tahu sejak kapan sikap egois mulai melekat pada dirinya.

"Baiklah, aku akan menurut..." ucap Karin dengan mata tajam tapi dilinangi air mata, "... Kakak harus baik-baik saja."

Arka mengusap kepala Karin dan tersenyum lebar, "Itu pasti."

Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang