"Bagaimana jika kita liburan, Karin?" Tanya Arka meminta pendapat Karin. "Sepertinya kita sudah lama tidak berlibur," lanjutnya berusaha mengingat kapan mereka terakhir berlibur.
Karin mengerucutkan bibirnya kesal, "Kakak aja setiap aku ajak liburan jawabnya selalu malas," keluhnya mengeluarkan keluh kesahnya. "Giliran aku lagi begini, Kakak ajak berlibur. Nggak adil," Karin membuang pandangannya ke arah lain. "Aku kecewa sama Kakak."
Melihat Karin seperti itu bukannya membuat Arka merasa bersalah, dia malah merasa istrinya itu semakin menggemaskan dan lagi Karin terlihat semakin gemuk akhir-akhir. Perut Karin memang sudah mulai membesar, tapi belum sebesar yang sering Arka lihat di televisi.
Arka mencubit pipi Karin yang semakin berisi sehingga sang pemilik pipi mulai menjerit kesakitan. Karena merasa tidak adil, Karin menarik tangan kanan Arka dari pipinya lalu menggigitnya. Kini Arka yang balik menjerit karena Karin menggigitnya tidak tanggung-tanggung. Arka yakin kali ini gigitan Karin akan berbekas. Padahal bekas yang lain saja belum menghilang dengan sempurna. Arka bisa tebak jika besok Vico akan mengejeknya habis-habisan dengan ejeken Arka Rabiesan.
"Karin, udah Karin, aku salah," pinta Arka memohon. Dia tidak bisa melawan karena takut terjadi sesuatu pada Karin dan kandungannya jika dia melawan.
Setelah merasa puas, Karin melepas gigitanmya lalu tertawa puas melihat bekas giginya tercetak manis di kulit putih Arka, "Lihat Kak, gigi rapi banget sampai bekas gigitan aja serapi itu," ucap Karin bangga.
Arka menatap istrinya itu ngeri. Sepertinya dia harus mengecek tingkat kewarasan Karin karena istrinya itu mulai terlihat tidak waras lagi. Mungkin hanya Karin satu-satunya istri yang bahagia melihat suaminya menderita.
"Kamu jahat Rin, kalau aku rabies gimana dong?" Ucap Arka cemberut. Ia berlalu ke kamar mandi untuk mencuci bekas gigitan Karin dengan air dingin.
Melihat ekspresi suaminya itu membuat Karin mendadak merasa kasihan. Dia mengikuti Arka ke kamar mandi untuk melihat pria itu.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya pelan.Arka terdiam, dia hanya membasuh tangannya dengan guyuran air dingin. Karena tidak mendengar jawaban dari Arka, Karin mulai sedih. Akhir-akhir ini mood nya mudah berubah begitu saja. Dia memeluk Arka dari belakang. Tapi Arka tidak berkata apa-apa.
Arka sebenarnya sudah menahan tawa sejak tadi karena penasaran dengan reaksi istrinya itu. Namun Arka mulai merasa tidak enak saat merasa pakaiannya bagian belakang terasa basah dan tubuh Karin terasa bergetar. "Hei Karin, aku bercanda," ucap Arka menepuk tangan Karin yang melingkar di pinggangnya. Karena tidak mendengar jawaban Karin, Arka berbalik dan mendapati Karin sudah menangis dengan suara tertahan.
"Karin, kenapa kamu menangis?" Tanya Arka panik. Dia menarik istrinya itu ke dalam pelukannya, "Aku bercanda Karin, jangan dimasukkan ke dalam hati," ucapnya seraya menepuk punggung Karin lembut.
"Tapi Kakak kayak marah sama Karin," cicit Karin masih menangis. Dia terlihat sangat merasa bersalah.
Arka menggeleng, dia membawa Karin keluar dari kamar mandi, takut istrinya itu terpeleset. Dia mendudukkan Karin di sisi ranjang, "Nggak, Kakak nggak pernah marah sama kamu. Tadi Kakak cuma bercanda mau lihat reaksi kamu," jelas Arka berusaha menenangkan Karin. Ia mengusap air mata yang membasahi wajah istrinya itu. Memang akhir-akhir ini Karin sangat sensitif, bahkan saat roti panggangnya sedikit gosong, tiba-tiba istrinya itu menangis.
"Bener Kakak enggak marah karena aku gigit?" tanya Karin dengan wajah memerah. Melihat itu membuat Arka menjadi merasa bersalah. Arka menggeleng, "Enggak Karin, kamu boleh kok gigit aku sesuka kamu," jawabnya, "Tapi tunggu yang ini sembuh dulu," kekeh Arka berpura-pura meringis kesakitan melihat bekas gigitan Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Husband
Romance[attention : belum direvisi, banyak typo, kesalahan penggunaan kata dan tanda baca] Kisah antara Arka dan Karin dimulai saat keterpaksaan menghampiri kedua belah pihak. Antara tidak ingin mengecewakan atau dianggap tidak memikirkan keluarga membuat...