Seperti biasa, pagi-pagi Arka akan mengantar Karin ke sekolah. Sebenarnya bukan mengantar tetapi memang sekalian, kebetulan perusahaan dan sekolah Karin searah dan tidak lumayan jauh. Begitu sampai di depan gerbang, Arka menghentikan mobil hitamnya. Dan lagi-lagi, mobil hitamnya selalu menarik perhatian para murid maupun guru BK yang sedang me-razia rambut serta seragam siswa maupun siswi.
"Karin duluan ya, Kak," ucap Karin sembari mengambil buku kimianya di kursi belakang. Arka mengangguk, "Yang baik belajarnya," pesan Arka sembari ikut turun.
"Kakak ngapain ikut turun?" Karin bertanya karena bingung mengapa Arka tiba-tiba turun kemudian menghampiri Bu Endang— guru BK yang paling terkenal dengan kecerewetannya. Berani mencari masalah dengan Bu Endang, berarti rela hidup sengsara sampai lulus.
Karin langsung ikut turun begitu melihat Arka mulai berbincang-bincang dengan Bu Endang. Penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, Karin memilih ikut menyapa.
"Selamat pagi Bu Endang," sapa Karin sopan sambil membungkukkan tubuhnya. Bu Endang tersenyum kemudian kembali terfokus pada Arka.
"Dia anak yang baik kok, Pak. Dia cukup sangat membantu SMA ini dalam mengembangkan karakter. Sayang sekali tahun ini dia akan lulus sebab saat dia menjabat sebagai ketua OSIS, sekolah ini banyak mendapat penghargaan dari Kementrian Pendidikan." kata Bu Endang, lebih tepatnya memuji. Karin tidak tahu apa yang ditanyakan Arka kepada Bu Endang, tetapi dia tahu jika yang dimaksud adalah dia.
Arka tertawa kecil sembari mengangguk-angguk setuju, "Adik saya memang hebat Bu. Mohon bimbingannya ya, Bu. Ibu pasti tahu jika perempuan seumuran adik saya ini masih labil," Arka merangkul Karin tiba-tiba membuat beberapa siswi menjerit histeris. Yah, mereka iri.
Karin ikut tertawa agar Bu Endang tak curiga, "Apaan sih kak? Aku juga bisa jaga diri." timpalnya sedikit lebay.
Bu Endnag senyam-senyum mencurigakan sampai sorot maka elangnya kembali terlihat saat mendapati sosok murid yang termasuk dalam black list-nya. Tak lama suara nyaring Bu Endang terdengar.
"HEI, HEI, NGAPAIN MOBILNYA DIPARKIRIN DISANA, EGIIII?" teriak Bu Endang membuat mata Karin membulat seketika. Dia masih gugup dan belum cukup berani untuk bertemu dengan Egi setelah dia meminta Egi agar tidak mendekatinya lagi. Arka ikut melirik kearah Egi dengan tatapan tak suka, lalu menatap Karin sambil tersenyum, "Kakak duluan ya, baik-baik belajarnya. Ntar kalo sempet, bakal kakak jemput."
Karin mengangguk. Arka berjalan mendekati Bu Endang dan terdengar samar-samar jika Arka sedang izin pergi yang langsung dijawab Bu Endang dengan suara lembut. Dalam hati Karin sempat mendengus, gitu kek ngomong sama murid, kan enak.
Arka langsung melajukan mobilnya begitu selesai berbicara dengan Bu Endang. Kini, pandangan Bu Endang terfokus sepenuhnya pada Egi. Tak segan-segan, Bu Endang menarik telinga Egi lalu membawanya mendekat ke Karin. Egi merintih kesakitan sedangkan Bu Endang tak peduli. Bu Endang membawa Egi menghadap kepada Karin, "KAMU CONTOH KARIN TUH!! UDAH PINTER BAIK LAGI," teriak Bu Endang lalu menjuhkan tangannya dari telinga Egi.
"Nggak usah teriak kenapa, Bu?" komentar Egi sembari mengusap-usap telinganya yang sudah memerah.
Bu Endang mendecak kesal, "Yang bikin saya harus emosi, memangnya siapa?"
Egi menggeleng lalu menggedikkan bahunya, "Ibu aja yang selalu emosian," jawabnya santai. Ia menatap Karin, lalu tak lama, sebuah senyuman tercetak di wajah tampannya.
"Ibu tau? Karin ini gebetan saya Bu." ucap Egi tiba-tiba membuat beberapa siswi yang menyaksikan perdebatan antara Bu Endang dan Egi mendadak histeris. Karin dan Bu Endang membulatkan matanya tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Husband
Romance[attention : belum direvisi, banyak typo, kesalahan penggunaan kata dan tanda baca] Kisah antara Arka dan Karin dimulai saat keterpaksaan menghampiri kedua belah pihak. Antara tidak ingin mengecewakan atau dianggap tidak memikirkan keluarga membuat...