[6]

612K 28.2K 582
                                    

Seperti janjinya, Arka membantu Karin membersihkan dapur akan ulah gilanya. Selama membersihkan dapur, tak ada yang memulai pembicaraan. Karin fokus pada kegiatan bersih-bersihnya, sedangkan Arka sedang bergelut dengan pikirannya.

"Karin.." panggil Arka pelan.

"Hm?" Jawab Karin dengan gumaman kecil.

"Kamu enggak penasaran dengan siapa yang ribut diluar tadi?" Tanyanya.

Karin menggeleng seraya meletakkan sapu ditempatnya, "Enggak kak, Karin kira cuma karyawan yang protes karena kakak pecat."

Arka tertawa lantang, "Enggak kok."

"Kakak mau minum jus jambu?" Tanya Karin.

Arka mengangguk, "Boleh, kebetulan lagi gerah." Jawabnya.

Arka berjalan menuju ke ruang tamu mengingat hadiah yang tadi sempat Sasha katakan. Dibukanya bungkus kado itu. Matanya membulat saat melihat isinya.
"Kak ini-" ucapan Karin terhenti saat melihat benda merah tipis ditangan Arka. Dipercepatnya langkahnya, "Ih, kakak dapat itu dari mana?" Curiga Karin.

"Bukannya ini punya kamu? Ini ukuran kamu?" Tanya Arka menggeleng tak percaya.

"Enggak kak, palingan hanya akal-akalan Vita dan Sas-" otaknya kembali memutar kejadian beberapa jam yang lalu. Dan dialah yang memilih kado itu. Karin meraih lingerie merah ditangan Arka lalu menyembunyikannya dibalik punggungnya.

"Itu hadiah atau apa sih?" Tanya Arka menahan tawa. Karin mengerucutkan bibir kesal lalu pergi ke kamar untuk menyembunyikan barang teraneh itu.

Arka tersenyum. Akhir-akhir ini Karin berubah, dia semakin banyak bicara dan tak canggung lagi meski Arka masih tak suka jika Karin memanggilnya dengan kata 'kakak' tapi ia tak ingin berkomentar karena tak ingin membuat Karin merasa tertekan. Karin tak lagi mempermasalahkan jika Arka berkeliaran di rumah dengan telanjang dada dan lagi dia sudah mengurangi rokoknya, dia tak lagi merokok belakangan ini kecuali dia sedang merasa tertekan dengan pekerjaan di kantor dan itupun minggu lalu.

Menurut Arka, menjadi CEO itu bukan pekerjaan yang mudah. Dari kecil dia bercita-cita menjadi traveller tetapi sebagai anak satu-satunya, dia tak mungkin menelantarkan perusahaan milik ayahnya sedangkan ayahnya sudah tua dan saatnya untuk pensiun dari dunia bisnis meski kadang beliau mengajarinya untuk menjadi pemimpin yang baik.

Selama tiga minggu pernikahannya dengan Karin, tak ada yang terlalu berubah dari pertama, Arka belum meminta hak-nya sebagai suami pada Karin dan Karin masih belum menganggapnya sepenuhnya suami yang bertanggung jawab. Karin hanya fokus pada sekolahnya dan sedang menimbang-nimbang kuliah diluar negeri atau di dalam negeri.

Memikirkan Karin membuatnya mengingat Gria.

Sejam yang lalu...

"ARKA KELUAR KAU.." jerit Gria meronta-ronta karena satpam melarangnya masuk. Arka keluar lalu mensyaratkan agar satpam melepaskannya.

"Kenapa kau kemari?" Tanya Arka dingin.

Gria menyerigai, "Kenapa? Entahlah. Kenapa kau tak pernah ke klub lagi? Apa karena istrimu itu? Kudengar dia masih SMA, aa dia bisa menjalankan tugasnya selayaknya istri?" Gria melontarkan banyak pertanyaan yang pasti dia sendiri sudah dia ketahui jawabannya.

Arka diam, lalu berkata, "Ya, dia perempuan hebat. Kuakui kau lebih cantik darinya tapi dia jauh lebih baik darimu."

"Cih, seharusnya aku yang ada diposisinya sekarang Arka. Kau telah memilih perempuan jala--"

Arka menyela ucapan Gria, "Bukankah kau yang wanita jalang? Kau tak pantas berada diposisinya. Kau bahkan sudah disentuh oleh puluhan pria dluar sana dan kau rasa kau pantas bersanding denganku? Kutau kau tak mencintaiku Gria."

Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang