Seperti perjanjian, Arka kembali menemui Zoe yang tepat dua hari lalu ditemuinya untuk dimintai bantuan. Zoe berkata dia hanya membutuhkan dua hari untuk mencari segala informasi yang dibutuhkannya untuk menjalankan misinya yang sudah direncanakannya sejak lama dan sekaranglah waktu yang tepat untuk menjalankan misi itu.
"Sifat tepat waktumu ternyata masih menghiasi kepribadianmu," sapa Zoe begitu menyadari kehadiran Arka dengan candaan ringan khasnya.
"Apakah kau sudah mendapatkan informasi tentang mereka?" tukas Arka cepat tanpa sempat membalas candaan dari Zoe. Dia sadar jika sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bercanda.
Zoe tertawa lantang sambil memukul-mukul meja kerjanya berulang kali, "Ternyata kau masih sama seperti dulu. Aku penasaran dengan istrimu itu, bagaimana mungkin dia mau menikahi orang kuno sepertimu."
"Ayolah Zoe... Aku sedang tidak ingin bercanda," pinta Arka sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Seharusnya kau tidak perlu bertanya lagi," Zoe mengalah kemudian kembali memfokuskan pandangannya pada komputer yang ada di atas meja kerjanya. Tidak lama sebuah mesin di samping komputer mulai berbunyi dan beberapa detik kemudian mengeluarkan lemaran kertas. Zoe kemudian mengambil kertas-kertas itu dan menyerahkannya kepada Arka.
"Aku sudah mencari semua informasi tentang dia dan aku mencium sesuatu yang aneh disana."
Kini giliran Arka yang tertawa, "Ternyata kau sangat cocok dengan profesi itu. Apakah kau mau bekerja diperusahanku?"
"Tapi pekerjaan itu juga sudah menginjak-injak harga diriku. Aku mau jika kau membelikanku sebuah pulau tak berpenghuni di dekat Hawaii, bagaimana?" Zoe membalas Arka dengan sedikit cita humor berharap dapat menghibur teman seperjuangannya itu.
"Aku bisa memberikannya asal kau mau membantuku hingga misiku berhasil,"
Zoe terlihat serius, "Hey. Aku pasti akan membantumu meskipun kau tidak meminta."
***
Gadis masih saja menatap pantulan dirinya di cermin tanpa sedikitpun bergeming. Matanya sesekali melirik kalender diatas meja seakan menunggu jawaban dari sang kalender. Ini sudah hari kedua Arka tidak ada disampingnya. Bahkan pria itu tidak memberikan kabar sedikitpun. Itulah yang membuat dia gusar karena dia tidak lagi menemukan Arka yang tersenyum lebar disampingnya saat dia baru bangun tidur.
Karin menghela napas panjang ketika jam sudah menunjuk pukul delapan dan inilah waktu baginya untuk pergi ke sekolah. Hari ini ia akan melakukan ujian nasional dan setelah itu ia sudah tamat SMA. Ucapan Arka kembali tergiang saat pria itu izin pergi untuk beberapa waktu. Kembali menyusup rasa rindu dan khawatir diantara banyak penderitaan yang hinggap pada dirinya saat ini.
"Turunlah nak! Kita sarapan dulu setelah itu Mama akan mengantarmu ke sekolah." Rini muncul dibalik pintu dengan senyum lebar. Karin hanya membalas dengan senyum kecil kemudian berjalan mendekat ke arah Mama mertuanya itu.
"Ma, apa Kak Arka baik-baik saja?" Tanya Karin sambil memeluk Rini.
Rini mengusap rambut Karin pelan, "Apa yang kamu ragukan dari putra Mama suamimu itu? Dia pasti baik-baik saja. Jika dia sudah mati, pastinya namanya akan menghiasi surat kabar dan berita hari ini."
Karin tersenyum kecil lalu menuntun Rini menuju dapur, "Aku harap itu benar ma."
***
Sesampai di sekolah, Karin segera di sapa oleh Vita yang kebetulan sekelas dengannya. Begitu melihat Karin tidak seceria biasanya, Vita langsung tahu jika sahabatnya itu sedang punya masalah. Demikian juga dengan Karin, ia langsung tahu jika Vita sedang penasaran dengan apa yang terjadi dengannya. Karin baru ingat jika dia belum memberitahu Vita perihal kepergian Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Husband
Romans[attention : belum direvisi, banyak typo, kesalahan penggunaan kata dan tanda baca] Kisah antara Arka dan Karin dimulai saat keterpaksaan menghampiri kedua belah pihak. Antara tidak ingin mengecewakan atau dianggap tidak memikirkan keluarga membuat...