[24]-Three

388K 13.1K 607
                                    

Arka menatap langit-langit kamar hotelnya dengan tatapan menerawang. Aura kemarahan terpancar jelas darinya sehingga Billy-teman sekamarnya saja mengambil jarak 5 meter dari tempatnya tiduran sekarang. Ini sudah pukul 1 dini pagi dan Arka belum juga bisa memejamkan matanya. Pikirannya melayang-layang, tidak tahu tempat bersinggah yang tepat. Mulutnya masih saja mengerucut sembari sesekali memaki dengan berbagai bahasa. Billy saja yang tidak tahu bahasa apa saja yang diucapkan Arka tetapi dia tahu jika maksud Arka adalah memaki.

Arka mengerutkan keningnya. Mencoba mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu saat ia dan Karin dalam perjalan pulang ke hotel. Ia sangat jelas melihat jika Egi menelpon Karin dan Karin terlihat gugup. Seolah-olah, banyak yang disembunyikan Karin darinya. Ingin sekali Arka menghampiri Egi lalu melayangkan sebuah pukulan di wajah cowok kunyuk atas kekesalannya sekarang. Tetapi, ia masih tahu tata krama dan sudah cukup dewasa agar tidak berbuat kekanakan lagi.

Arka mengerang kesal sambil menendang-nendangkan kakinya ke segala arah. Billy sudah ketakutan maksimal. Billy sudah menggigiti ujung bantal sofa. Bahkan kacamata cowok itu sudah turun 5 centi. Arka melirik Billy kemudian duduk.

"Lo kenal Egi, nggak?" tanya Arka sinis.

Billy terhentak. Sejak ia lahir, inilah pertama kalinya ada orang yang bertanya dengan tatapan membunuh seperti yang dilakukan Arka padanya saat ini. Dengan tangan gemetar, ia membenarkan letak kacamatanya. Bibirnya sudah gemetaran hebat, tidak tau harus menjawab apa.

"E-Egi yang itu? Yang famous itu?" jawabnya gugup.

Arka menghela nafas kesal, "Gue nggak tau dia famous atau enggak. Yang gue tanya lo kenal atau enggak?" tanyanya dengan suara yang naik satu oktaf. Sampai wajahnya memerah menahan emosi. Sebenarnya Billy tidak salah, tetapi kelemahannya adalah menahan emosi.

Billy menelan ludah susah payah, matanya membulat, tak lama ia mengangguk.

"Apa lo pernah lihat Karin sama Egi dekat?" Arka terlihat seperti sedang mengintrogasi tetapu sayangnya dia mengintrogasi orang yang salah.

Billy terlihat berpikir sampai ia menepuk tangannya. "Oh, gue pernah lihat Egi nyium Karin."

Mata Arka membulat. Tangannya mengepal keras, dan emosinya sudah sampai ke ubun-ubun. Ia lalu berdiri kemudian menghampiri Billy yang sudah nenatapnya dengan tatapan ketakutan. Arka langsung duduk di hadapan Billy. Arka menatap lekat mata hitam Billy dibalik bingkai kacamatanya. Mencoba mencari kebenaran di mata Billy, berharap cowok iti berbohong.

Sadar akan tatapan intimidasi Arka, Billy kembali gugup, "Dia nyium rambut doang kok."

Arka menautkan alisnya, "Ceritakan jelas!" ucapnya dengan nada dingin.

Billy mengangguk cepat, "Tepat enpat hari yang lalu. Kelas gue abis olahraga outdoor dan saat gue mau masuk ke kelas. Gue ngeliat Egi meletakkan minuman kaleng lalu nyium puncak kepala Karin. Gue kaget lalu mengintip dari sisi pintu. Karena gue penasaran, gue langsung masuk. Egi menyadari kedatangan gue. Dia langsung berbalik. Enggak lama dia tersenyum lalu bilang gini sama gue—"

"Dia bilang apa?" tanya Arka dengan emosi yang sudah ditahannya sekuat tenaga.

"Karin calon pacar gue dan tolong lo jagain dia. Jangan sampai ada yang lirik-lirik selain gue. Oke wakil ketua kelas? Dia bilang itu. Sejak itu, gue ngira kalo Egi suka sama Karin." sambung Egi lancar. Tidak ada bukti jika cerita itu direkayasa.

Arka langsung bangkit lalu melihat Billy tajam, "Lo pasti punya koneksi yang bagus sama guru-guru, kan? Gue butuh nomor kamar Egi sekarang juga dan gue minta tolong sama lo."

Billy langsung meraih ponselnya. Entah apa yang dilakukannya, Arka yakin jika cowok itu melakukan apa yang dipintanya. Arka mengetuk-ketukkan kakinya ke lantai. Bosan menunggu. Dia yakin jika mencari informasi itu tidaklah mudah, maka dari itulah ia mau bersabar.

Lovely HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang