"Aku jatuh hati pada setiap lakumu. Hanya saja aku ragu. Bisakah kamu membantuku memastikan bahwa rasa ini benar sebuah cinta?"
■□■□■
Keadaan sekolah sudah sangat sepi. Biasanya hanya murid yang sedang melaksanakan ekstrakulikuler yang tersisa hingga petang seperti ini. Juga kutu buku yang selalu menghabiskan waktu di tempat buku-buku berdebu itu disatukan.
Di sudut parkiran sekolah, sosok cowok tengah duduk jenuh di atas motornya. Diapitnya benda putih diantara kedua jari lalu dihisapnya. Ya, salah satu hal yang biasa dilakukan seorang cowok ketika sedang jenuh adalah merokok.
Dinar, ternyata cowok itu masih ada di sekolah. Padahal model cowok sepertinya paling enggan untuk berlama-lama diarea sekolah. Ketika bel pulang berbunyi, tempat yang langsung dituju cowok itu adalah tongkrongannya untuk bermain Playstation, atau tidak ke tengah lapangan untuk bermain basket.
Tapi sepertinya sekarang ia sedang menunggu kehadiran seseorang. Mungkin Rehan, karena mereka selalu dikaitkan satu paket.
Atau kah menunggu Zedney? Barangkali untuk memastikan kondisinya?
Entah siapa pun, yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri. Dinar membanting benda putih itu lalu diinjaknya keras-keras hingga menimbulkan percikan api. Setelah rokoknya berhasil dipadamkan, Dinar kembali melangkahkan kakinya memasuki pekarangan sekolah. Sampai disebuah belokan langkah kakinya terpaku dan diam.
■□■□■
Zedney dan Rehan kembali diam ketika pandangannya mulai menyapu sekitar, hanya tinggal hitungan jari murid yang tersisa. Lantas Zedney menoleh kearah Rehan. Mendapati Rehan yang juga tengah menatap kearahnya, ia alihkan pandangan itu ke gadget yang ia genggam.Zedney tak bisa menahan rasa ini. Rasa yang bahkan ia sendiri sulit untuk mendefinisikannya. Atau bila mungkin, ia harus berterimakasih pada insiden tadi. Itu benar, ia tak akan berada sedekat ini dengan Rehan andai saja insiden itu tak terjadi.
Susah, fokus pada gadget ternyata tak bisa mengalihkan rasa groginya. Untuk tak tersenyum pun berat. Ia takut tak bisa mengendalikan diri. Takut bila cowok di sampingnya itu akan melihat dirinya sedang melting.
Cinta memang seperti ini, mampu merubah suasana hati seketika. Awalnya gelap menjadi terang, bahkan terang menjadi gelap.
Dan dalam sekejap raut wajah cewek itu berubah. Melihat perubahan yang terjadi, Rehan langsung mengarahkan wajahnya tepat di depan wajah Zedney.
"Lo kenapa? Muka lo kayak orang gelisah gitu."
Zedney hampir terlonjak. Wajar saja, siapa yang tidak terkejut bila wajah Rehan tiba-tiba saja condong mengarah ke wajahnya. Rehan yang menyadari hal itu, langsung mengembalikan posisi kepalanya kearah semula.
"Hmm itu..." Rasa gerogi semakin kuat menguasai tubuh cewek itu. "gue lupa kak, tadi temen-temen gue nungguin di kantin. Pasti besok mereka ngamuk karena gue ngilang gitu aja." Jelasnya pada Rehan.
Rehan mengangguk-angguk paham, "besok lo jelasin. Mereka pasti ngerti kok."
"Iya kak, makasih."
"Yaudah sekarang kita balik ya."
Kita? Itu artinya cowok itu telah menyatukan kata aku dan kamu menjadi kita. Lebih tepatnya menyatukan Zedney dan Rehan menjadi satu.
Ah, itu hanya anganan dirinya saja. Mana mungkin cowok seperti Rehan mau dengan Zedney, sepertinya bisa diragukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last [Completed]
Ficção AdolescenteLo ibarat logika, dan dia ibarat kata hati. Sejauh apapun gue memperjuangkan logika, pada ujung jalan tetap aja ada dia sebagai kata hati gue. Karena pada dasarnya cinta itu tentang kata hati, bukan sebuah logika.