[4] - The Last

7.4K 382 16
                                        

"Jatuh hati yang terlalu dalam pada akhirnya juga akan mengantarkan pada rasa patah hati"

■□■□■

Zedney sadar, dengan Rehan ia merasa jantungnya selalu berdetak lebih cepat dari yang biasa ia rasakan. Bahkan seringkali ia merasa gemetar dengan sikap manis yang cowok itu berikan padanya. Mungkin tanpa ia sadari, tanpa kata Rehan telah memberitahu Zedney tentang bagaimana itu jatuh hati.

Zedney jelas menyukai Rehan. Namun hatinya selalu ragu jika suatu saat ia harus merasa jatuh cinta seperti yang selama ini dirinya bayangkan. Ia takut, jika seandainya hanya dirinya saja yang merasakan perihal rasa ini. Ia takut, jatuh hati yang terlalu dalam hingga mengantarkan dirinya pada rasa sakit hati.

Mungkin sakit hati adalah hal biasa dalam setiap hal mengandung unsur cinta. Namun tetap saja dirinya belum siap akan semua itu. Bukan apa, jika saja hatinya masih seputih kertas tanpa tinta hitam, sehat tanpa goresan luka hingga air mata, ia tak setakut ini untuk merasakan jatuh cinta.

Siapa yang tahu? tanpa pernah merasakan jatuh cinta pun hatinya telah hancur. Dan kini Zedney tak mau memperbesar serpihan luka itu dengan urusan cowok. Semua sudah cukup menyakitkan untuknya.

Semua tentang Renata. Bila saja ia diberi satu permintaan, ia hanya menginginkan sang mamah untuk selalu bersamanya. Ingin sekali merasakan kasih sayang seutuhnya dengan cinta tulus Renata. Tak ada lagi waktu kantor yang selalu menyita habis kebersamaannya dengan Renata.

Zedney selalu berusaha agar tak membuat mamahnya kecewa. Dengan bersikap manis dibalik luka hatinya pun tetap saja tak membuat Renata setidaknya meluangkan sedikit waktu untuknya. Bahkan menanyakan tentang kegiatannya di sekolahpun Zedney lupa kapan terakhir kali hal itu dilakukan sang mamah.

Bahkan Zedney pun berfikir, apa dengan sebuah kesalahan yang ia buat akan menjadikan Renata berada di sampingnya meski hanya sekejap? Itu pernah ia lakukan dengan berpura-pura betengkar hebat dengan Oki, abangnya untuk mendapat perhatian Renata. Tapi ia salah, kenyataannya pun mamahnya itu tetap saja tak meluangkan sedikit waktu untuk ia dan abangnya.

Hanya kantor, pekerjaan, client, dan uang yang selalu diprioritaskan.

Sedih setiap kali mengingat perihal itu. Meskipun setiap harinya senyum hingga tawa selalu terulas di wajah, tapi siapa yang tau, jika kesendirian menghampiri, sedih menghantam tiada tau caranya berhenti.

Dan malam, gelap itu selalu ia jadikan tempat untuk menampung tangis. Menangis di bawah sorot redup sang rembulan yang seakan turut menyaksikan. Menjerit di dalam kalbu tanpa mau menyerukan. Angin malam memeluk tubuhnya yang sedang menyandar di punggung ayunan. Langit tampak bersahabat, bintang tersenyum layaknya sedang memberi dukungan.

Digenggamnya sebuah pena. Kata demi kata mulai menyoret kertas putih hingga terlapisi tinta hitam. Kata demi kata yang membentuk sebuah kalimat menusuk relung hati.

Masih sama, bersama bintang hingga bulan yang mana teman kalbuku. Itu sudah biasa, tanpa sosok nyata yang menemani. Juga hembusan malam yang mendekap kehangatan, bukan kedinginan. Terlalu puitis, intinya aku sendiri. Bahkan selalu. Tau apa yang kurasa? Sepertinya hanya aku hingga Tuhan yang tahu.

Satu, terlalu bosan dengan tangisan. Tapi bulir bening itu selalu saja tumpah tanpa ia mau. Hanya sang mamah yang mampu membuatnya serapuh ini.

Ingin berlari tapi tak tahu akan kemana. Ingin diam tapi terlalu sakit. Ingin cerita tapi tak ada sandaran. Ingin menangis tapi tak ada bahu.

The Last [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang