[11] - The Last

5.1K 312 7
                                        

"Karena dengan adanya lo di samping gue mampu melupakan sejenak rasa sakit ini. Thanks!"

■□■□■

Kebersamaan mereka membuat keduanya lupa akan satu hal, waktu. Ditambah kedamaian hidup Zedney yang juga turut menemaninya hingga membuat cewek itu betah berlama-lama di bawahnya, hujan.

Satu fakta yang ia simpulkan dari kebersamaan singkatnya bersama Dinar, Zedney perlahan melepas semua fikiran dan rasa sakitnya tentang Rehan dan Dena. Dan itu semua karena hadirnya sosok cowok setengah waras, alias Dinar.

Keduanya masih terus mentertawai kekonyolan tingkah Dinar, yang tiba- tiba saja berdiri dan joget ala bebek di hadapan Zedney membuat tawa cewek itu meledak-ledak. Dan tentunya tanpa melupakan hal yang selama ini menjadi kunci kedekatan mereka, yaitu Ribut yang sepertinya tak bisa lepas.

Keduanya juga masih asik di bawah rinai air hujan yang menari. Meski tanpa mereka sadari bahwa warna tubuhnya mendadak lebih menyerupai seperti mayat dibandingkan dengan manusia normal.

"Jari tangan lo ada berapa?" Tanya Dinar yang dihadiahi jotosan pelan di bahunya.

"Apaan sih lo gila, ya sepuluh lah masa dua belas!"

"Ah nggak percaya gue!"

"Noh liat noh!" Zedney mengangkat kedua telapak tangannya tepat di hadapan wajah Dinar.

Dinar tersenyum puas, ia ambil kedua telapak tangan cewek itu dan diapit diantara kedua tangannya. Zedney terkejut, tapi ia juga tak menarik kembali tangannya. Dinar mengusap perlahan kedua tangan itu sambil sesekali meniupnya. Dan dengan ia sadari, Zedney memperhatikannya dengan seulas senyum.

"Ngga pernah liat orang ganteng ya?"

"Najis pede banget sih lo!"

"Biarin pede yang penting ganteng hahaha!" Dinar terkekeh melihat raut wajah cewek di hadapannya. "Btw udah jangan diliatin mulu, ntar kebayang sampe rumah, terus kebawa mimpi, kan berabe!"

Zedney ikut mentertawakannya sambil terus menghadiahi pukulan di bahu cowok itu berulang kali. "Bersisik lo ah!"

"Bersisik?"

"Berisik anjir!"

"Eh hahaha-- aww udah sakit nyet!"

"Gue bukan monyet!"

"Yang bilang lo monyet siapa?"

"Lah elo barusan?"

"Bukan monyet sih, tapi onyet!"

"Sama aja gila!"

Keduanya kembali tertawa, bahkan larut dalam hal ringan yang mampu membawa kebahagiaan di atas luka yang merekah. Mereka benar-benar lupa akan banyak hal. Tentang kepahitan dan rasa sakit. Tentang Rehan, tentang Dena dan tentang baju mereka yang sudah basah kuyup.

"Balik yuk, dah sore nih! Lagian nanti lo sakit lagi gara-gara baju lo basah kuyup gini."

"Eh ya ampun sampe lupa kan gue, saking ketularan gila nya dari lo hahaha!" Zedney memeras baju bagian bawahnya yang basah, "gue udah kebal, malahan gue takutnya lo yang jadi sakit."

"Cie takut gue sakit, ahaayyy!" Dinar menggoda cewek di sampingnya itu, dan tertawa ketika melihat raut wajahnya berubah menjadi datar. "Gapapa yang penting happy!"

Lagi dan lagi keduanya kembali tertawa. Sepertinya dengan bersatunya mereka ampuh dalam hal melupakan semua kepahitan dan masalah dihidupnya masing-masing.

Dan dilema di dalam perasaan Zedney semakin menjadi-jadi. Ia yang terus berusaha meyakinkan hatinya bahwa ia tak menyukai cowok itu, sepertinya akan gagal. Karena kenyataannya ia lebih nyaman saat bersama Dinar, bukan Rehan.

The Last [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang