[20] - The Last

4.6K 254 5
                                        

"Gue hanya butuh waktu, buat berperang melawan ego dan hati yang bertolak belakang ini!"

■□■□■

Hangat.

Kini tubuhnya terlelap di dalam dekapan Hani, bunda Dinar. Kedua tangan Zedney ikut terulur memeluk pinggang Hani dari samping. Isakannya makin menjadi, ketika membayangkan yang sedang dipeluknya saat ini adalah Renata, sang mamah.

Pelukan yang ia rindu. Sampai ia lupa, kapan terakhir kali ia merasakan pelukan sehangat ini dari sang mamah.

Ia lupa, dan rindu.

Hani mengelus dan mengecup ujung kepala Zedney penuh sayang. Bukan hanya Zedney yang rindu, bahkan Hani pun rindu. Ia kembali membuka memori tentang sang anak bungsu. Gadis kecil yang ia rindu, Dinaya.

"Sayang." Hani menangkap kedua pipi Zedney yang basah, menengadahkannya ke atas.

Zedney menoleh kearahnya. Sedetik sebelumnya ia melirik kearah Dinar yang juga tak jauh didekatnya sedang menatap pilu.

"Maaf bunda nggak bermaksud buat dengerin curhatan kamu sama Dinar tadi. Tapi karena bunda ngerasa akan ada sesuatu yang lain, makanya bunda dengerin diam - diam. Maaf sayang." Hani menjelaskan panjang lebar.

"Dengerin bunda ya, apa yang tadi Dinar bilang sama kamu itu benar sayang. Kamu juga harus percaya, nggak ada orang tua yang nggak sayang sama anaknya. Hanya mungkin caranya aja yang salah. Bunda yakin, mamah kamu cuma nggak tau cara menyalurkan sayangnya ke kamu dengan baik. Yang mamah kamu tau, ia bekerja keras untuk membahagiakan kamu." Jelas Hani lagi. Dibalas senyuman teduh oleh Zedney.

"Makasih bunda," Sepertinya hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya kali ini.

Setelah keadaan lebih menenangkan, kali ini gantian Hani yang mulai mengangkat tentang memori lamanya. Dinar yang melihat perubahan raut wajah bundanya yang meredup langsung mengangkat suaranya.

"Bun, udahan deh ceritanya." Ujarnya, tak ingin melihat bundanya itu kembali bersedih tentang Dinaya.

"Tenang Nar, bunda nggak sedih kok. Bunda cuma pengen berbagi aja sama Zedney."

Masih tentang rindu. Kedua anak itu mendengarkan khidmat setiap kata demi kata yang meluncur halus dari mulut Hani. Meski Dinar khawatir, tapi ini keinginan bundanya.

Perlahan semua alur cerita tentang Dinaya merekat jelas dipikiran Zedney. Bahkan ia ikut merasakan kesedihan yang dirasa Hani.

Masih dengan senyuman teduhnya, Hani terus bercerita sampai ending hidup anak gadisnya itu. Memang tak ada air mata yang mengalir, tapi baik Dinar maupun Zedney tau, dibalik mata teduhnya itu tersirat kesedihan mendalam.

"Dan ketika bunda melihat kamu, bunda seperti melihat sosok Dinaya besar. Bunda rindu!" Ujar Hani menatap hangat Zedney, dan beralih ke Dinar.

"Bunda udahan ya?" Sekali lagi Dinar memohon pada bundanya.

Hani tak menghiraukan perkataan Dinar. Ia kembali menatap hangat Zedney di depannya.

"Zee, kapanpun kamu butuh kasih dari seorang ibu, jangan ragu untuk dateng ke bunda ya. Mulai sekarang, kamu boleh anggap bunda sebagai mamah kamu, dan izinkan bunda juga untuk menganggap kamu sebagai anak gadis bunda. Rumah ini selalu terbuka untuk kamu!" Ujarnya lagi yang membuat Zedney langsung tersenyum sendu dan menjatuhkan tubuhnya kembali kedalam pelukan Hani. Dinar yang melihat pemandangan langka seperti ini turut tersenyum bahagia. Melihat kedua orang yang ia sayang bahagia bersama seperti ini.

"Dinar ikut pelukan ya!" Tengil Dinar berusaha mencairkan susana haru yang sempat terjadi di siang bolong begini.

"Ih apaan sih lo!" Zedney menjulurkan lidahnya meledek kearah Dinar. Diikuti kekehan kecil dari Hani maupun Dinar sendiri.

The Last [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang