"Manusia hanya bisa berharap dan berencana, tapi pada dasarnya semua itu kembali lagi pada takdir."
***
Setelah 6 bulan ~
"Pulang mau di jemput ngga?" Tawar Oki kepada adiknya yang masih berusaha melepas seat belt.
"Nebeng temen aja."
"Idih ditawarin malah nebeng, aneh lo dek!" Umpat Oki mengacak rambut Zedney gemas.
"Ih terserah gue."
Oki masih mendumal sehingga adiknya itu lepas mentertawakan abang kesayangannya. Ia segera menggantungkan tali ransel dibahu lantas membuka knop pintu dan keluar dari mobil. Melambaikan tangan kepada Oki yang mulai melajukan mobilnya keluar area sekolah.
"Hati-hati abangku sayang!" Ujarnya pelan masih mengamati mobil Oki yang perlahan mulai menghilang.
Ini adalah hari terakhir ia sekolah di semester lima. Pasalnya besok ia kembali merasakan libur akhir semester setelah rangkaian ujian telah ia laksanakan.
Hari ini SMA Bhineka juga sudah tak lagi diisi oleh berbagai pelajaran. Mereka di wajibkan masuk hanya sekedar untuk mendapatkan berbagai informasi.
Zedney melangkahkan kakinya melewati koridor samping lapangan. Langkahnya melambat seiring pandangannya yang mulai menyapu ke tengah lapangan. Ia kembali mengingat serangkaian kejadian yang terjadi setahun silam. Saat dirinya terkena lemparan basket oleh Dinar hingga dari kejadian itu ia menjadi dekat dengan seorang the most wanted boy, Rehan.
Zedney tersenyum, kini tak ada lagi the most wanted boys yang masuk ke dalam hidupnya seperti dulu. Tak ada lagi tatapan-tatapan membunuh ketika dulu ia masih berhubungan dengan Rehan. Tak ada lagi bisikkan yang berhembus panas saat kisah cintanya dengan Rehan menggema di seluruh penjuru sekolah. Tak ada lagi pembullyan yang memojokkannya saat Kara and the genk masih melancarkan aksi senioritasnya. Kini semua telah mengangkat kaki masing-masing dan melangkah jauh kedepan.
Ia rindu masa-masa dulu, semua yang terjadi dulu. Walupun ia tau, mungkin lebih banyak menyakitkannya. Satu yang membuat cewek itu tertawa singkat, saat runtutan keributan yang selalu ia ributkan dengan seseorang yang kini menjadi salah satu orang yang berarti di hidupnya, Dinar.
Zedney tak akan pernah mengira bahwa seseorang yang selalu ribut dengannya dulu kini telah seutuhnya merebut hati Zedney. Pikirnya ia tak akan pernah akur dengan cowok itu, tapi ternyata takdir tak berkata seperti itu.
Ia kembali melangkahkan kakinya menuju ruang kelas 12 IPA 1. Ruang kelas yang sudah setengah semester ini ia singgahi. Itu berarti tinggal setengah semester lagi ia akan merasakan indahnya masa putih abu-abu.
Dhera melambaikan tangan dari bangkunya, "Zeeeee!!"
Cewek yang di teriaki itu baru saja selangkah masuk ke ruang kelas, "heboh banget lo Dher."
"Hehe maap maap ya, oh iya," Dhera menaikkan sebelah alisnya, "ekhemm!"
"Ekhemm!" Saut Vanya dan Giselle yang tiba-tiba muncul dari belakang Zedney.
"Ih lo pada kenapa sih?"
"Hhuuuh amnesia beneran aja enak lo ya!" Celoteh Dhera mengedipkan sebelah mata, "yang mau kangen-kangenan ama bebep!"
"Ih Dheraa alay banget sih lo!" Zedney sadar menjurus kemana pembicaraan sahabatnya itu.
"Ciee, berarti nanti Dinar datengnya pas dong ya sama ultah lo?"
"Oh iya bareng ya harinya? Wah bikin party dong Zee biar sweet seventeen lo ini berkesan!" Seru Giselle heboh sambil menggoncang pelan bahu sahabatnya itu yang menjadi topik pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last [Completed]
Fiksi RemajaLo ibarat logika, dan dia ibarat kata hati. Sejauh apapun gue memperjuangkan logika, pada ujung jalan tetap aja ada dia sebagai kata hati gue. Karena pada dasarnya cinta itu tentang kata hati, bukan sebuah logika.