"Jarak tetap jarak. Jika jarak itu mengerikan, tetap saja harus menahan sesaknya rindu yang menghimpit kalbu. Karena jika jarak saja sudah jauh, lantas hati juga yang akan terluka."
■□■□■
Sudah berhari-hari bahkan minggu pun terlampaui, semenjak Rehan dan Dena mengetahui perihal Dinar yang akan melanjutkan study ke Singapore. Tapi satu yang sampai saat ini masih membuat mulutnya enggan untuk berucap. Padahal waktu kebersamaan keduanya sudah sangat menipis.
Ya, Dinar belum memberitahu perihal ini kepada Zedney. Padahal tanpa sepengetahuan sahabatnya hingga Zedney, diam-diam Dinar sudah mengurus semua berkas dan keperluannya di National University Of Singapore. Itu berarti keberangkatannya pun benar-benar sudah didepan mata.
Dibalik bilik kamarnya, Dinar terduduk diatas lantai tak beralas, menyender pada kasur bagian bawah. Matanya terpejam, seluruh pikirannya mulai berkecamuk.
Hari ini, adalah weekend terakhir sebelum keberangkatannya lusa. Setelah semua berkas dan persiapannya telah matang, perpisahan resmi dari sekolah juga usai ia lakukan, yang terakhir harus ia lakoni adalah, antara detik-detik sekarang hingga lusa ia harus mengatakan semuanya pada Zedney.
Meski yang selalu keluar dari mulutnya, bahwa apapun keputusan cewek itu adalah yang terbaik, tetap saja kehilangnya adalah hal yang mengerikan. Apakah ia sanggup melepas sosoknya dan menggenggam berbagai kenangan manis yang tersisa? Jika tak sanggup pun semua kan sama saja, keputusannya sudah bulat, ia akan tetap melanjutkan langkahnya ke Negeri 1001 larangan itu.
Dinar menarik nafasnya dalam, pejamannya perlahan terbuka seiring ia hembuskan nafasnya gusar. Tangannya mulai merogoh saku celana, mencari benda persegi empat lalu ditekan tombol power, menampilakn sosok cantik Zedney saat diam-diam dulu Dinar sering mengambil foto wajahnya.
Ia tersenyum kecut. Ia lanjutkan dengan membuka sebuah kolom pesan antara dirinya dengan Zedney, lalu ditulisnya,
To : Bidadari Cantik
From : Dinar GanssZee, weekend yuk, aku jemput kamu jam sembilan ya, see you!
Tanpa ancang-ancang menunggu balasan pesan dari kekasihnya itu, Dinar mematikan daya ponselnya dan bergegas menuju lemarinya. Mengambil kaos hitam dipadu jeans panjang, gaya andalannya. Berhubung sekarang jarum pendek menunjukkan pukul 8 tepat, ia masih mempunyai waktu sekiranya satu jam untuk sampai didepan rumah Zedney.
■□■□■
Didepan layar televisi ruang tamu yang menyuguhkan serial kartun favoritnya, spongebob, Zedney merebahkan tubuhnya ditemani berbagai snack teman hari libur. Bola matanya beralih menangkap sosok mamahnya yang sudah berpenampilan rapih dengan berbagai aksesoris mewah mendekat kearahnya.
"Zee." Sapa Renata ikut terduduk disamping anak gadisnya.
"Iya, mah?"
"Mamah berangkat ya." Ujarnya seiring mengelus rambut anaknya.
Biasanya juga arisan langsung berangkat aja, nggak pake pamit ke Zedney. Kata hatinya.
Zedney mengangguk dan tersenyum.
Setelahnya ia kembali merebahkan tubuh dan kembali menonton serial kartun lain setelah kartun favoritnya habis. Tangannya tak henti memasukan berbagai cemilan kedalam mulut, diiringi tawa yang kian meledak- ledak. Dan kembali mendengus ketika mendapati ponselnya yang ia letakan dimeja berdering. Lantas ia bangkit dan mengambil benda persegi itu. Senyumnya terulas ketika mendapati nama Dinar tertera dilayar, terlebih setelah melihat isi pesannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/92153572-288-k677712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last [Completed]
Ficção AdolescenteLo ibarat logika, dan dia ibarat kata hati. Sejauh apapun gue memperjuangkan logika, pada ujung jalan tetap aja ada dia sebagai kata hati gue. Karena pada dasarnya cinta itu tentang kata hati, bukan sebuah logika.