[24] - The Last

4K 240 12
                                    

"Usailah sudah semuanya!"

***

"Maksud lo apa?"

"Kenapa nggak tanya sendiri sama mata lo? Padahal dia yang ngasih tau gue semuanya!"

Dinar menaikan sebelah alisnya, mencoba mentelaah pembelaan Rehan yang mengatakan bahwa dirinya jauh lebih bego darinya. Jelas - jelas disini Rehanlah yang termakan hoax basi itu.

Namun Dinar tetap berusaha santai seperti dirinya yang memang dirinya, "Lidah lo nggak usah dikeseleoin! Ribet otak gue!"

Rehan melengoskan malas matanya dari cowok yang tak jauh disampingnya itu.

"Gue juga udah capek, hati sama logika gue tiap saat perang. Kenapa nggak saling terbuka soal hati?"

Dinar diam ketika ia sadar mengarah kemana pembahasan kali ini. Kejujuran? Soal hati? Artinya, haruskah ia juga jujur atas perasaannya terhadap Zedney?

"Mata lo ngasih tau semua jawaban atas pertanyaan gue. Mungkin lo tanya apa pertanyaan gue kan?" Rehan masih menatap kekosongan dihadapannya. "Perasaan lo untuk Zedney!"

Dipikirnya mungkin ini saat yang tepat untuk memberi pengakuan atas perasaan terpendamnya. Meski pada akhirnya ia akan kehilangan Zedney, setidaknya bukan hanya dirinya yang tau tentang perasaan menyakitkan ini. Melainkan dengan sang sahabat.

"Fine!" Ujar Dinar mengatur tarikan nafasnya.

"Lo udah tau? Ya, sorry karena gue udah sayang sama pacar lo!"

"Entah perasaan ini mulai sejak kapan, bahkan gue fikir semua perasaan gue cuma bayangan, ternyara seiring berjalannya waktu, gue sadar kalo perasaan gue itu nyata!"

"Sekali lagi sorry! Tapi lo nggak usah khawatir, gue nggak sebego yang lo pikir. Nggak akan ngorbanin persahabatan kita. Setelah ini, gue bakal lepas semua rasa gue buat dia. Gue cuma butuh waktu!" Dinar tersenyum penuh makna. Ternyata pengakuan ini tak membuatnya lega, melainkan jauh harus menelan kepahitan.

Karena apa? Mungkin setelah ini ia tak dapat leluasa seperti saat bersama Zedney. Mungkin ia harus menjaga jarak, menghindar untuk tak berpapasan. Bahkan, haruskan ia sampai menghilang?

Reaksi yang diberikan Rehan ternyata tak sejalan dengan apa yang dipikirkan Dinar. Pikirnya, cowok itu akan memaki, bahkan dirinya pun rela bila harus diberi sedikit hantaman. Yang faktanya Rehan justru mengulas senyum. Senyum yang sulit diartikan.

"Ketebak, mata emang paling jago bongkar perasaan orang." Ujar Rehan.

Terjadi keheningan beberapa saat ketika Dinar lihat sosok disampingnya tengah berpikir keras. Mungkin cowok itu tengah merangkai kata yang sulit untuk dikatakan.

Rehan membelokan tubuhnya sedikit mengarah ke Dinar, menatap sesaat manik mata cowok itu penuh keseriusan. "Lo nggak harus berhenti,"

"Maksud lo?"

"Lo nggak boleh kayak gue nar! Ya, yang gue rasa gue emang sayang sama dia, gue cinta sama dia, tapi gue jadi ragu sama semua rasa gue setelah..."

"Setelah?"

"Dia kembali! Mungkin yang gue rasa buat Zedney itu hanya sekedar rasa suka yang berlebih, dan setiap gue liat Dena, ternyata sayang gue masih utuh di dia."

"Jangan ikutin gue, ngakunya sayang tapi sering nyakitin. Lo, buktiin kalo sayang lo buat Zedney itu nyata, jangan jadiin bayangan sesaat!"

Dinar masih tak menjawab. Menerjemahkan semua perkataan yang diucapkan sahabatnya barusan. Mimpi kah? Sekedar bayangan? Atau nyata?

The Last [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang