[5] - The Last

6.6K 363 32
                                    

"Cukup gue aja yang tau isi hati gue. Lo lanjutin aja cinta sama dia nya!"

■□■□■

Mungkin inilah settingan takdir dari tuhan untuk Zedney dan Dinar. Sangat sulit menemukan kata 'akur' diantara keduanya.

Ribut, ribut dan kembali lagi, ribut.

Tapi ada kalanya kata ribut itu tergantikan oleh senyuman dari dalam diri Dinar. Entah apa arti sebuah senyuman itu, yang pasti ada yang berubah dari seperkian persen kekesalan di dalam hatinya.

Mungkinkah cinta?

Ah mustahil baginya. Mana mungkin cinta datang secepat ini. Mungkin ini hanyalah rasa iba yang mampir sesaat.

Dinar meyakinkan dirinya jika rasa itu bukanlah perasaan cinta.

Tapi seberapa kuat pun ia meyakinkan hatinya, selalu saja ada yang janggal. Hatinya selalu menolak apa yang diucapkannya. Dinar merasa apa yang di mulut dan di hatinya itu adalah suatu hal yang bertolak belakang.

"Ah, mikirin apaan sih ini bego!" Makinya pada diri sendiri ketika Zedney selalu saja memasuki ruang pikir cowok itu.

Usahanya untuk tak berfikir tentang cewek itu gagal. Nyatanya ia terlihat asik-asik saja dengan pikiran yang mengubernya itu. Dinar bersender di tempat andalannya, pohon rindang di belakang sekolah. Satu kakinya ditekuk keatas, satunya lagi dibiarkan lurus ke depan. Matanya terpejam.

Sunyi, sepi. Bagaikan halaman sekolah ini miliknya sendiri. Suasana hati seirama dengan suasana sekitarnya. Anggaplah itu mendamaikan. Ia benar-benar terlihat seperti seseorang yang sedang jatuh cinta. Seulas senyum tergambar di bibirnya.

Seiring berjalannya waktu, ia tahu bahwa hatinya akan berubah. Dan itu benar adanya.

"Gue suka dia!" Kalimat itu secara mulus keluar dari mulutnya. Entah reflek atau tidak, tapi sepertinya tidak.

Ia mengakuinya. Ternyata pepatah itu benar, dari benci menjadi cinta. Dan Dinar buktikan itu benar terjadi.

■□■□■

Memang seharusnya begitu, perasaan cinta yang tumbuh semakin kuat untuk Rehan. Walaupun ia tahu apa resiko mencintainya.

Ia akan dibully, dihujat, dan bahkan akan ada yang namanya orang ketiga.

Tapi hatinya telah memilih. Dan ia telah meyakininya. Di tambah sikap Rehan kepadanya yang memperkuat pula yakinnya ia dengan cowok itu.

Tapi sepertinya semua tak semulus itu, akhir-akhir ini seseorang selalu melintas di dalam pikirannya. Dan itu tentu bukan Rehan. Jika Rehan, Zedney tak perlu harus mencemaskannya. Tapi sekali lagi, itu bukan Rehan, melainkan Dinar. Cowok yang perannya selalu ribut dengan Zedney. Membuat hatinya sedikit goyah. Tapi sekali lagi ia yakinkan hatinya hanya untuk Rehan, bukan Dinar.

Dan salah seseorang itu, tiba-tiba saja melintas di hadapannya dengan seringai senyum. Penampilannya masih selalu sama, ganteng dan keren. Ia mendekat perlahan sampai kini tepat berada di depan Zedney.

"Hai?" sapa Rehan tersenyum.

"Hai juga, kak. Mau kemana?" Tanya Zedney terlihat kikuk.

"Mau kehati kamu boleh?"

Dan sesaat setelah itu juga Zedney langsung menundukkan pandangannya. Karena ia yakin wajahnya sudah mulai memerah sebab ujaran Rehan tadi. Dan debaran jantungnya terasa lebih gesit dari biasanya. Ini sungguhan!

Setelah beberapa saat mereka membicarakan hal-hal ringan yang membosankan, Rehan berinisiatif mengajaknya untuk bermain basket bersama.

Keduanya beriringan menuju lapangan basket. Rehan mengatakan bahwa ia akan mengajarkannya beberapa teknik basket yang kemarin belum sempat semuanya diajarkan. Dan ia juga memberitahu Zedney bahwa ia adalah salah satu anggota dari team basket sekolah ini. Serta alasan ketidak hadiran dirinya kemarin.

The Last [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang