[1] - The Last

16.5K 613 73
                                        

"Kalo lo bilang gue polos, wah kayaknya sih salah. Mungkin  gue gak terlalu mahir menafsirkan apa itu cinta."

■□■□■

Kriiiiiingg...

Dentingan bel tua itu mampu menghipnotis setiap siswa-siswi SMA Nusantara. Seketika pendengaran menjadi begitu jernih dengan suara tanda berakhirnya pelajaran. Ruang kelas yang awalnya bagaikan sebuah tempat berlabuh berbagai hal-hal bising, dengan ajaibnya menjadikan para penghuni duduk manis di tempatnya masing-masing.

Lantas tak membuat para guru heran dengan kebiasaan ini. Bahkan, terkadang dentingan bel itu lebih ampuh untuk menjadikan suasana kelas yang nyaman bila dibandingkan dengan guru itu sendiri.

"Emang dasar ya kalian, giliran suara bel aja langsung pada anteng. Coba setiap pelajaran suasananya seperti ini, kan enak belajarnya!" Ujar Bu Dea selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Beliau pun langsung menempatkan posisinya di bangku guru.

"Yaudah Ifan, pimpin doa sekarang." Pintanya kembali.

Cowok yang menjabat sebagai ketua kelas itu langsung memimpin doa dengan khidmat. Setelah Bu Dea keluar dari ruang kelas 11 IPA 1 ini, kelas kembali menjadi ruang kelas pada dasarnya, gaduh.

"Gaess, gue mau ngambil buku dulu di perpustakaan. Kalian mau duluan atau nungguin gue?" Seorang cewek mulai bangkit dari duduk dan menggantungkan sebelah tali ransel di bahunya.

"Nunggu lo aja tapi di kantin ya?" Giselle bersama gadget yang masih ia panteng mulai berjalan kearah pintu.

"No ngaret ya!" Lanjut cewek dengan name tag bertuliskan Dhera Afiana. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menarik sebelah tangan milik Vanya menuju luar kelas.

■□■□■

Cewek berambut hitam sepunggung dengan jaket navy nya berjalan datar menelusuri koridor SMA Nusantara Dengan penampilan yang tak menunjukkan sisi feminim, ia terus berjalan cepat dengan sepatu kets hitam dan ransel berwarna abu-abu gelap tanpa menoleh ke setiap sudut jalan.

Pandangannya hanya tertuju pada satu titik, yaitu apapun yang berada lurus di depan matanya.

Langkahnya mulai memasuki sebuah tempat yang jarang akan pengunjung. Tempat apa lagi kalau bukan perpustakaan. Kumpulan buku-buku berdebu disatukan yang menjadi alasan semakin enggannya untuk dijejaki oleh para penghuni sekolah.

Ia mulai menyapu pandangannya dari rak satu ke rak yang lain. Kini buku-buku yang ia butuhkan sudah tertumpuk di kedua tangan gadis itu. Dihampirinya pak Rusdi, selaku penjaga perpustakaan untuk meminta izin membawa pulang buku yang baru saja ia cari.


Koridor terlihat ramai karena ini memang sudah waktunya pulang sekolah. Tak ingin ketiga sahabatnya menunggu lama, Zedney memutuskan untuk melewati jalan pintas di area lapangan. Berharap Dhera, Vanya dan Giselle masih setia menunggunya. Karena ia sendiri merasa sudah cukup lama menghabiskan waktu di dalam perpustakaan tadi.

Namun langkahnya yang semula sangat cepat melambat perlahan. Perlahan demi perlahan hingga akhirnya berhenti tepat di tepi lapangan. Matanya manyorot sebuah objek indah di tengah sana. Sebuah mahakarya Tuhan yang sangat sempurna.

The Last [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang