"Aku takut dengan jarak pemisah. Meski aku yakin kamu tetap mencintaiku, tapi aku tetap saja merasa takut!"
■□■□■
Sudah menginjak bulan keenam semenjak Zedney dan Dinar menjadi sepasang kekasih. Sudah banyak juga waktu yang mereka habiskan bersama, melewati manis dan pahitnya kehidupan yang nyata ini. Tak sedikitpun perasaan sayang merenggang diantara keduanya meski tak sedikit berdatangan para penguji hubungan itu.
Zedney sayang Dinar dan Dinar pun sayang Zedney. Akan terus begitu.
Sampai saking menikmati kebersamaannya, tak terasa Dinar, Rehan dan Dena akan segera lepas langkah dari SMA Bhineka. Tempat yang menjadi keluh kesah kisah cintanya dengan seorang adik kelas. Tempat yang menyimpan berjuta kenangan yang hanya bisa dikenang oleh memorinya tanpa ada pengulangan.
Masa abu-abu putih yang akan segera ditinggalkan menuju banyak warna yang sudah menanti didepan kehidupannya. Meninggalkan setiap langkah ketika masih menjadi junior hingga kini menjadi senior. Dan, meninggalkan seorang Zedney sendirian tanpa lagi seorang penyemangat yang setiap harinya selalu cewek itu lihat.
Kertas ujian nasional telah menanti untuk segera diisi pemiliknya. Dengan begitu mempersempit waktu korbannya agar hanya diisi oleh tumpukan buku. Meninggalkan sejenak urusan lain demi meraih nilai terbaik di ujian nasional terakhir dalam hidupnya.
Zedney mengerti, Zedneh paham. Ia harus rela mengurangi waktu komunikasinya dengan Dinar sampai ujian itu selesai. Ini demi kebaikan Dinar.
Meski ia juga terus menerus dilanda berbagai macam bayangan ketika nanti ia ditinggal seorang diri oleh ketiga sahabat barunya. Sedih terus berkecamuk dibalik senyumnya. Rasanya baru kemarin mereka dipertemukan. Tapi ternyata sudah banyak cerita yang mereka lukiskan.
Gimana ya nanti kalo mereka udah benar-benar pergi?
■□■□■
Dinar membolak balikan setiap lembar halaman buku fisika tanpa henti. Berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang sudah hampir setengah jam belum juga ditemukannya. Lambat laun kesal memprofokatorkannya. Membuat cowok itu semakin gelisah dan tak bisa anteng ditempat. Sementara tangan kanannya yang mengetuk-ngetukan pulpen diatas meja belajar, sebelah tangannya lagi mengambil ponsel yang ia letakkan tak jauh dari buku fisikanya. Membuka kolom panggilan yang tertulis nama Zedney diurutan pertama.
Sudah seminggu ini semenjak terakhir mereka menghabiskan waktu bolos bersama, ia tidak menghubungi kekasihnya itu jika sudah sampai didalam area rumah, lain jika pertemuannya disekolah. Keduanya paham, jika cowok itu harus berhadapan dengan tumpukan buku dan merenggangkan sejenak tentang cintanya sampai kelar ujian nasional. Tapi tetap saja, setiap malam ditengah usahanya untuk menghafal pelajaran yang akan diujikan, sekelebet bayangan Zedney melintas dipikirannya. Dinar rindu, dan itu hanya akan diobatinya setiap hari disekolahan. Lepas dari sekolah, hanya nama yang ada.
Malam ini, rindu sudah tak lagi dapat dibendung. Dinar mendial nomor kekasihnya itu penuh harap segera diangkat. Tapi naas, suara veronica yang menyahutinya. Nomor Zedney sedang tidak aktif. Mau tak mau Dinar harus kembali beralih dengan berbagai soal yang menantinya.
■□■□■
Ini adalah hari terakhir sebelum diadakannya ujian nasional yang jatuh pada hari esok. Weekend ini dihabiskan seperempat harinya untuk bercengkrama dengan buku pelajaran. Tiga perempatnya lagi cowok itu gunakan untuk lepas landas kerumah sang kekasih.
Ya, Dinar mengunjungi rumah Zedney sehari sebelum dilaksanakannya ujian nasional. Tak ada pemberitahuan sebelumnya jika cowok itu akan main kerumah Zedney, maka tak heran jika cewek yang kini berada dihadapannya terlonjak kaget mendapati sosok Dinar.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last [Completed]
Ficțiune adolescențiLo ibarat logika, dan dia ibarat kata hati. Sejauh apapun gue memperjuangkan logika, pada ujung jalan tetap aja ada dia sebagai kata hati gue. Karena pada dasarnya cinta itu tentang kata hati, bukan sebuah logika.